Wasiat Luqman Hakim
Seri Khutbah Jum’at
Sebagaimana biasa, khatib mengajak kepada jama’ah jum’at untuk
senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kehadirat Allah Swt. Hanya dengan
bermodalkan iman dan taqwalah, seseorang bisa meraih kebahagiaan hidupnya di
dunia lebih-lebih di akhirat.
Pada kesempatan khutbah ini khatib menyampaikan wasiat Luqman Hakim
sebagaimana yang termaktub di dalam al-Qur’an Surat Luqman. Yakni hal yang
berkenaan dengan mendidik anak yang menapaki usia remaja.
Usia remaja merupakan usia yang rentan dengan berbagai pengaruh. Usia
dimana seorang anak umumnya masih mencari jati dirinya. Keinginannya yang
berlebih seringkali mendorongnya untuk melakukan sesuatu sesuai dengan
keinginannya bahkan terkadang lepas dari kontrol. Melanggar sesuatu yang
menjadi tatanan yang mapan. Semua itu sesungguhnya berawal dari keingintahuan
berlebih yang kerap membuat para remaja lepas batas kewajaran.
Para peneliti berbeda pendapat mengenai batasan usia remaja. Ada yang
membatasi usia remaja antara usia 13 hingga 20 tahun, 13 hingga 21 dan
seterusnya. Yang jelas, di usia-usia ini, orang tua harus lebih memperhatikan,
mengarahkan dan menjaga buah hatinya agar tidak terpengaruh dengan hal-hal
buruk di lingkungannya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Luqman al-Hakim, menjelaskan tentang
pentingnya untuk mendidik anak dalam beberapa hal. Hal itu sebagaimana
termaktub dalam Surat Luqman (31); 14-19, yang artinya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata): "Hai
anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Bagi para orang tua hendaknya mendidik anak-anaknya
untuk senantiasa mesnsyukuri nikmat- nikmat yang Allah berikan kepadanya. Nikmat
Allah begitu banyak jumlahnya, jika seseorang ingin menghitungnya, mustahil ia
bisa menghitungnya. Karena itu, tidak ada alasan bagi seseorang untuk merasa
galau dan sejenisnya, karena sesungguhnya nikmat Allah lebih besar
dibandingnkan dengan ujian yang diberikannya.
Selanjutnya supaya mendidik anak agar jangan sampai
mensekutukan Allah Swt. Sedini mungkin untuk mengenalkan dan menanamkan
nilai-nilai ketauhidan dalam diri anak sehingga saat berbagai terpaan ujian
datang menyapa, mereka telah memiliki kemampuan untuk tetap berpijak pada nilai
tauhid tanpa harus mencampuri keimanan mereka dengan kesyirikan.
Mengajarkan kepada anak agar senantiasa berbakti kepada
kedua orang tua, utamanya ibu. Mereka adalah perantara bagi seseorang ada di
dunia ini. Karena itu, tidak berlebihan jika Allah menggantungkan ridha-Nya
pada keridhaan kedua orang tua.
Mengajarkan kepada anak-anak agar senantiasa mendirikan shalat,
serta mengajarkan anak agar mau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Shalat
merupakan barometer bagi seorang manusia. Jika shalatnya baik, maka amal
lainnya dianggap baik. Sebaliknya, jika shalatnya buruk, maka amal lainnya
dianggap buruk. Karena itulah, orang tua harus benar-benar memperhatikan
bagaimana anaknya memegang shalat sebagaimana anjuran agama, menjaganya hingga
akhir hayatnya.
Selain itu, hendaknya orang tua juga mendidik anak-anaknya supaya
senantiasa berlaku tawadlu’, menjaga etika dan sopan santun dalam kehidupan
ini. Jangan sampai seorang anak memiliki perangai buruk dengan memalingkan
mukanya dan sejenisnya. Tidak mau menghargai orang lain dalam hidupnya.
Manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial, sehingga seperti apapun
adanya seseorang tidak bisa lepas dari masyarakat di sekitarnya. Karena itu,
jangan berlaku sombong, congkak, merasa hebat dan merasa tidak membutuhkan
orang lain dalam kehidupan ini.
Berlakulah sederhana dalam kehidupan ini. Kesederhanaan menunjukkan
betapa kita mengakui keagungan dan ke Maha Kuasaan Allah Swt. Semakin seorang
menyadari keagungan Allah, semakin ia akan menundukkan kepalanya, tunduk di
bawah kekuasaan-Nya.
Komentar
Posting Komentar