Pribadi Yang Bersinar
Perjalan spiritual menuju kepada Dzat Yang Maha Tunggal, Allah Swt. merupakan perjalanan panjang yang boleh jadi seseorang bisa sampai sebelum tutupnya usia, pun pula sebaliknya boleh jadi pejalan itu memejamkan mata sebelum sampai tujuannya. Menurut hemat saya,-sampainya pejalan pada tujuan atau tidak, merupakan kehendak-Nya, yang terpenting adalah upaya sungguh-sungguh para pejalan untuk sampai pada tujuan.
Sang pejalan spiritual mesti berjibaku untuk bisa sampai pada tujuan akhirnya dengan selalu mawas diri, melihat setiap perubahan yang terjadi dengan teliti. Karena, perjalanan itu pastinya penuh dinamika, adakalanya pasang, adakalanya surut. Saat gelombang pasang tiba, bagaimana ia menyikapinya, pun pula bagaimana penyikapannya saat surut datang menyapa.
Tanda-tanda sampainya seseorang pada tujuan, tentu tidak sama antara satu dengan lainnya. Adakalanya ia benar-benar sampai sehingga selamatlah ia, adakalanya syaitan menggoda dan menipunya dengan beragam tipu muslihatnya. Sikap salikpun juga menentukan, apakah ia ‘kagetan’ atau sebaliknya selalu ‘waspada’.
Salik yang ‘kagetan’ tentu akan merasa bangga saat sedikit celah cahaya terbuka untuknya, berupa kelebihan ‘kauniyah’ diberikan kepadanya. Beranggapan bahwa Allah Swt. telah mencintainya sehingga apa-apa yang dimintanya diberikan kepadanya berupa ‘ijabahnya’ do’a. Pada akhirnya, terjerumuslah ia pada lubang ‘takabbur’ dengan menunjukkan berbagai kelebihan yang dimilikinya.
Para pejalan yang senantiasa ‘waspada’ akan selalu berhati-hati dalam setiap langkahnya. Selalu menyandarkan semua yang ditunjukkan kepadanya sebagai anugerah Allah Swt. yang tak perlu untuk dipertontonkan kepada selainnya. Kalaupun ia terpaksa menunjukkan, hatinya selalu kembali ‘billah’ dalam setiap langkahnya.
Mereka yang benar-benar sampai kepada pada tujuan yang sesungguhnya, justru merasa bahwa dirinya tidak memiliki apa-apa. Yang ada hanyalah ke-Maha Kuasaan-Nya, di atas semua yang ada. Mereka telah menemukan yang ‘Haq’ di antara bayang-bayang yang ada. Karena Dia ada sebelum segala sesuatu ada, dan saat sang pejalan tiba, Dia seyakin-yakinnya merasakan keberadaan-Nya, di antara yang baru ada.
Syaikh Ibnu Athaillah mengingatkan dalam hal ini, “Sinar mata-hatimu (bashirah) menunjukkan kedekatan-Nya padamu. Sementara pandangan mata-hatimu menunjukkan bahwa engkau tak ada karena hanya Dia yang ada. Dan kebenaran dalam mata hatimu menunjukkan keberadaan-Nya, bukan ketidakberadaan atau keberadaanmu. Sebab, Tuhan lebih dulu ada pada saat segala sesuatu tak ada bersama-Nya. Dan sekarang Dia kembali seperti sediakala.” (al-Hikam).
Para salik yang telah sampai pada tujuannya, semakin menyadari akan keagungan-Nya, ke-Maha Kuasaan-Nya, dan tidak akan mengibarkan bendera ‘ketakabbur’an sebagai pesaing-Nya. Semakin ia tertunduk, diam dan bersandar kepada-Nya dalam setiap urusan. Namun, diamnya mereka membawa sinar yang menunjukkan.
Salik yang telah sampai akan menjadi pribadi yang bersinar, memancarkan cahay, tanpa disadari oleh kebanyakan orang. Keberadaannya akan menjadi lentera kehidupan, menunjukkan jalan-jalan lurus bagi para manusia yang mau mendekat dan mengambil manfaat darinya.
Mereka itu bagaikan lentera-lentera yang menerangi sisi-sisi gelap dalam belahan bumi kehidupan. Karenanya, para murid tertuntun dan terbimbing di jalan yang benar. Para sufi mengatakan, “Hatinya al-Arif adalah hadhratullah dan panca inderanya adalah pintu-pintu hadhrah, maka barangsiapa mendekat dengan pendekatan yang sesuai dengan pangkat kedudukannya, terbukalah baginya pintu-pintu hadhrah itu.”
Komentar
Posting Komentar