Muhasabah



Muhasabah

Waktu bergulir begitu cepatnya. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Tanpa terasa kita sudah meninggalkan tahun 1438 H dan menapaki hari pertama di tahun 1439 H. 1438 H menjadi tahun lalu sementara 1439 H menjadi kenyataan kita dimulai saat tenggelamnya matahari sore ini.

Beragam cara orang memperingati pergantian tahun.  Bila pada pergantian tahun masehi, kita lebih banyak disuguhkan dengan perayaan yang serba glamor, mulai dari tiupan terompet, pesta kembang api sampai pesta konser musik di tiap pelosok negeri yang secara langsung disiarkan secara live oleh semua stasiun Televisi, lantas bagaimana dengan pergantian tahun hijriyyah ini? Adakah kita akan merayakan dengan cara yang sama, menggelar berbagai pesta rakyat dan hiburan, atau kita akan menggunakannya sebagai momentum untuk bertafakkur, berpikir akan apa yang selama ini telah kita jalani dan apa yang hendak kita lakukan diesok hari?

Perhitungan kalender masehi didasarkan pada kelahiran Isa al-Masih a.s. seorang diantara Rasul Allah SWT yang diutus sebagai penyelamat umat manusia. Ia adalah putra Maryam yang terlahir atas kehendak Allah, tanpa seorang ayah. Diistimewakan dengan kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit, mampu berbicara saat usianya masih beberapa hari, dan mampu menghidupkan seorang yang mati atas izin-Nya. Umat Islam wajib iman kepadanya sebagaimana mereka mengimani Rasulullah, Muhammad SAW.

Adapun perhitungan kalender hijriyyah didasarkan atas peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah menuju Madinah. Umar bin Khaththab, khalifah ke dua dari khulafa al-Rasyidin lah yang menetapkan peristiwa hijriyyah sebagai awal mula perhitungan kalender Islam. Bukan tanpa alasan tentunya, melainkan peristiwa hijrah memang menjadi momentum titik balik dari perjuangan Islam yang pada awalnya tersisihkan menjadi gerakan yang massif dan progress hingga mampu menciptakan perubahan besar di dunia kala itu.

Karena pergantian tahun Islam didasarkan pada peristiwa hijrah Nabi dari Makkah menuju Madinah, maka selayaknya momentum pergantian tahun bagi umat Islam bukan hanya sebagai sarana seremonial untuk menunjukkan sensasi dan eksistensi keberadaan agama belaka. Lebih dari itu seyogyanya umat Islam menggunakannya sebagai sarana untuk muhasabah, koreksi diri atas apa yang selama ini telah dijalani. Adakah waktu yang terlewatkan dalam kehidupan sudah menjadi hal yang diridlai Allah, ataukah sebaliknya, justru hal yang dikecam-Nya. Sudahkah sebagai seorang yang mendapatkan kepercayaan sebagai khalifah fi al-ardli, pengganti Allah di bumi, telah mampu menjadi pengganti dalam arti yang sesungguhnya. Menjadikan segala sumber daya yang ada di dalamnya menjadi bermanfaat bagi semua makhluk, mampu menjaga keseimbangan ekosistem alam atau justru sebaliknya membuat berbagai kerusakan yang berujung pada hancurnya ekosistem.

Menurut hemat saya, muhasabah semacam ini penting bagi umat Islam untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih positif di masa depan. Perubahan yang membawa dunia menjadi lebih baik, barakah sehingga mampu menjadi media dan sarana bagi manusia untuk menjadi seorang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya.

Memang harus diakui tidak ada manusia yang sempurna di bumi ini. Semua orang memiliki kesalahan, cacat dan aib dalam kehidupannya. Karenanya bila ada seseorang melakukan kesalahan jangan lantas menvonisnya sebagai seorang yang buruk atau ahli neraka, tetapi sebaliknya cobalah untuk mengajaknya kembali kepada jalan yang benar dengan cara yang benar, bukan mengajak kepada yang benar tetapi dengan cara yang salah. Dakwah itu ibarat seorang yang mengambil ikan dari kolam, tetapi sebisa mungkin jangan menjadikan kolam itu keruh karenanya.

Karena moment pergantian tahun baru Islam didasarkan pada peristiwa hijrah, sebaiknya sebagai seorang muslim menggunakannya sebagai momentum untuk berhijrah. Berhijrah dari mana? Bukan lagi pindah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saat itu. Tetapi berhijrah dari hal – hal buruk yang pernah kita lakukan di masa lalu menuju hal – hal baik di masa yang akan datang. Ok, bolehlah sejenak kita bergembira menyambut kedatangannya, tetapi jangan lupa bahwa usia bukan lagi bertambah. Sebaliknya, ibarat seorang yang mengontrak rumah, kian hari kian dekat pada habisnya masa kontrak. Begitu halnya dengan usia kita, kian hari semakin dekat dengan kematian. Selanjutnya akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dilakukan selama hidupnya di dunia ini. Bila amal baik lebih banyak, tentu surga telah menanti. Sebaliknya, bila keburukan lebih banyak, neraka siap untuk menjadi tempat kembali.

Pergantian tahun baru harus mampu memberikan semangat baru dalam diri setiap muslim. Semangat untuk berhijrah dari yang kurang rajin menjadi rajin, dan dari kurang baik menjadi baik. Seorang yang hari ini sama dengan kemarin, ia adalah orang yang merugi, sementara seorang yang hari ini lebih baik dari kemarin, dialah orang yang beruntung, adapun jika hari ini lebih buruk dari kemarin, maka ia adalah seorang yang terlaknat dan kematian lebih baik baginya. 

Selayaknya sebagai umat Islam, menjadikan momentum pergantian tahun sebagai momentum perubahan ke arah positif. Hijrah dari hal yang kurang tepat kepada hal yang lebih tepat. Memanfaatkan setiap waktu dan kesempatan untuk senatiasa berusaha menggunakan semua karunia yang diberikan-Nya untuk hal – hal yang diridlai-Nya.

Selamat Tahun Baru 1439 H. Semoga Yang Akan Datang Lebih Baik Dari Sebelumnya. Amin.


Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam...

Komentar