Pemberi Peringatan
Manusia
diciptakan di dunia sebagai khalifah yang padanya segala tanggung jawab
dibebankan. Kebaikan dan kehancuran dunia beserta isinya sesungguhnya berada di
tangan manusia. Saat manusia konsisten dengan tugasnya sebagai khlaifah yang menjaga
dan merawat dunia beserta apa yang ada didalamnya, maka kehancuran dunia jauh
dari kenyataan. Sebaliknya bila manusia telah lalai akan tugasnya, Allah akan
datangkan kepada mereka pemberi peringatan yang mengingatkan mereka untuk
kembali kepada jalan yang diridlai-Nya. Jalan yang disebut al-Qur’an sebagai
shirath al-mustaqim, jalan lurus.
Dalam
setiap kurun waktu, Allah selalu mengutus orang – orang yang dicintai-Nya
sebagai pemberi peringatan kepada umat manusia yang telah lalai dalam
menjalankan tugasnya. Para pemberi peringatan itu datang kepada kaum yang telah
melampaui batas. Mengingatkan kepada mereka agar tidak lagi melakukan hal yang
bertentangan dengan apa yang diridlai penciptanya.
Diantara
pemberi peringatan itu adalah para rasul. Rasul di utus di dunia sesungguhnya
adalah dalam kerangka untuk mengingatkan umat manusia agar kembali mengabdikan
diri kepada-Nya. Mengenai peranan rasul sebagai pemberi peringatan, kiranya
dapat kita lihat dalam firman Allah SWT, al-Qur’an Surat al-Hajj (22); 49:
قُلْ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ (49)
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Wahai
manusia! Sesungguhnya aku (diutus) kepadamu sebagai pemberi peringatan yang
nyata.” (Q.S. al-Hajj (22); 49)
Saat semua bangsa Arab tenggelam dalam
kehidupan jahiliyyah yang ditandai dengan penyembahan berhala, budaya mabuk –
mabukan, berjudi, saling membunuh antara yang satu dengan lainnya, membunuh
bayi perempuan yang baru lahir, datanglah seorang pemberi peringatan kepada
mereka yang menyeru untuk kembali kepada Allah SWT. Mengajaknya agar
meninggalkan kebiasaan buruk yang bisa menyebabkan mereka hancur karena adzab
yang akan diturunkan padanya. Penyelamatan yang dilakukan kepada bangsa yang
hampir tenggelam dalam kehancuran ini diabadikan oleh al-Qur’an dalam Surat Ali
Imran (3); 103:
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ
مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
(103)
Artinya: Dan berpegangteguhlah kamu semua
pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah
mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara,
sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat – ayat-Nya
kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S. Ali Imran (3); 103)
Masa jahiliyah adalah masa kelam dari sejarah
peradaban manusia. Orang – orang jahiliyah terlena dengan kehidupan duniawi
yang serba fana. Mereka saling bermusuhan antara satu dengan yang lain. Siapa kuat
dialah yang menang dan berkuasa. Wanita tidak dihargai. Ia hanya sebagai pusat
pelampiasan nafsu bejat lelaki hidung belang. Bila keluarga mereka meninggal,
tidak sedikitpun warisan diberikan kepadanya. Saat bayi laki – laki lahir,
pesta digelar dengan meriahh menyambut kehadirannya. Mereka merasa bangga
karena akan memiliki generasi kuat yang dengannya kekuasaan dan kehormatan akan
diraih. Sebaliknya, bila bayi itu lahir perempuan, mereka merasa malu sehingga
perlu menyingkirkannya atau bahkan membunuhnya dengan mengubur hidup – hidup. Itulah
gambaran kelam dari masa jahiliyah yang menyebabkan bangsa Arab khususnya kala
itu berada di ambang neraka kehancuran.
Datanglah seorang yang menyelamatkan, Nabi
Muhammad SAW yang datang sebagai pemberi peringatan. Mengajak mereka untuk
kembali kepada nilai – nilai luhur kehidupan. Mengembalikan sisi – sisi manusiawi
yang hampir saja punah ditelah sisi kebinatangan. Untuk kepentingan itulah
Allah sertakan bersamanya kitab al-Qur’an sebagai pedoman. Siapa saja yang
berpegang padanya, Allah selamatkan ia dari ketersesatan selama hidupnya.
Tidak ada suatu bangsa yang dihancurkan di
dunia ini, melainkan Allah telah mengutus seorang pemberi peringatan kepada
mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an Surat al-Syu’ara’ (26);
208:
وَمَا
أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنْذِرُونَ (208)
Artinya: Dan Kami tidak membinasakan suatu
negeri, kecuali setelah ada orang – orang yang memberi peringatan kepadanya. (Q.S.
al-Syu’ara’ (26); 208)
Lantas bagaimana dengan hari ini? Apakah para
pemberi peringatan itu masih ada diantara umat ini? Dalam sebuah hadits riwayat
Abu Dawud disebutkan:
حَدَّثَنَا
سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ
بْنُ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ شَرَاحِيلَ بْنِ يَزِيدَ الْمُعَافِرِيِّ عَنْ أَبِي عَلْقَمَةَ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فِيمَا أَعْلَمُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ
مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا قَالَ أَبُو دَاوُد رَوَاهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ
بْنُ شُرَيْحٍ الْإِسْكَنْدَرَانِيُّ لَمْ يَجُزْ بِهِ شَرَاحِيلَ
Artinya:
(ABUDAUD - 3740) : Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud Al Mahri
berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb berkata, telah mengabarkan
kepadaku Sa'id bin Abu Ayyub dari Syarahil bin Yazid Al Mu'arifi dari Abu
Alqamah dari Abu Hurairah yang aku tahu hadits itu dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Setiap seratus tahun Allah mengutus
kepada umat ini seseorang yang akan memperbaharui agama ini (dari
penyimpangan)." Abu Dawud berkata, "'Abdurrahman bin Syuraih Al
Iskandarani meriwayatkan hadits ini, namun tidak menyebutkan Syarahil." (H.R.
Abu Dawud)
Hadits
ini setidaknya menjelaskan, bahwa memang pintu kenabian dan kerasulan telah
tertutup pasca wafatnya, Rasulullah, Muhammad SAW. Namun, tetap saja Allah mengutus
seseorang yang dengannya ia akan memberi peringatan kepada umat manusia dari
berbagai penyimpangan. Memperbaharui agama ini (dari penyimpangan) adalah
bentuk pemberian peringatan kepada siapa saja yang melakukan upaya untuk
mereduksi ajaran agama yang benar. Jika umat mau menerima peringatan itu,
selamatlah dunia dari kehancuran. Sebaliknya, bila mereka menolak, kehancuran
yang dijanjikan pasti akan datang.
Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam....
Komentar
Posting Komentar