Berperang
Melawan Nafsu
Salah
satu diantara makhluk ciptaan Allah yang patut untuk diwaspadai adalah nafsu.
Nafsu adalah bisikan yang ada dalam diri manusia untuk mengerjakan hal – hal
yang seringkali tidak dibenarkan tatanan syariat oleh karena keinginan belaka.
Setiap manusia memiliki nafsu yang harus dikendalikannya agar mengarah pada hal
yang positif.
Nafsu
tidak bisa dihilangkan dari dalam diri manusia. Ia ditakdirkan tetap melekat
pada diri manusia sampai kembali menghadap tuhannya. Pada dasarnya nafsu
memiliki potensi untuk berbuat kebaikan dan keburukan. Mengenai hal ini
al-Qur’an menegaskan dalam Surat al-Syamsi (91); 7:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7)
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8)
Artinya:
Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaan) nya. Maka Dia mengilhamkan kepadanya
(jalan) kejahatan dan ketakwaannya. (Q.S. al-Syamsi (91); 7)
Dalam
diri manusia terdapat potensi untuk berbuat kejahatan dan ketaqwaan. Setiap
manusia memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi seorang muttaqin.
Sebaliknya ia juga memiliki kesempatan yang sama menjadi seorang mulhidin.
Seorang yang mampu mengendalikan nafsu yang ada dalam dirinya akan menjadi
seorang yang muttaqin, sebaliknya mereka yang tidak mampu mengendalikan
dan justru dikuasai nafsunya akan menjadi seorang mulhidin. Seorang yang
ingkar terhadap apa yang menjadi perintah Allah SWT.
Bahkan
nafsu juga turut serta dalam diri seorang Nabi dan Rasul. Nabi Yusuf a.s. saat
digoda oleh Zulaikha juga memiliki hasrat yang sama. Beruntung Allah SWT
menyelamatkannya. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh al-Qur’an
Surat Yusuf (12); 24:
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ
بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ
وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ (24)
Artinya:
Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak
kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami
palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba
Kami yang terpilih. (Q.S. Yusuf (12); 24)
Nafsu
jika dibiarkan akan menjadi – jadi dan menjerumuskan seseorang ke dalam jurang
kemaksiatan dan kedlaliman. Sebagai seorang mukmin hendaknya terus mewaspadai
nafsu yang ada dalam dirinya sehingga ia tidak akan terjerumus ke dalam hal –
hal yang dilarang dan bertentangan dengan syariat agama yang benar. Nabi Yusuf
pun juga tidak membiarkan nafsunya begitu saja. Ia selalu berusaha
mengendalikan nafsunya agar bisa diarahkan kepada hal yang diridlai Allah SWT.
Firman Allah SWT dalam Surat Yusuf (12); 53:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ
النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ
رَحِيمٌ (53)
Artinya:
Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Q.S. Yusuf (12); 53)
Demikianlah,
nafsu selalu mendorong manusia untuk melakukan kejahatan. Karenanya, al-Syaikh
Imam Abdul Wahhab al-Sya’rani mengingatkan dalam kitabnya, Minah al-Saniyyah
mengingatkan agar senantiasa memerangi nafsu agar ia tunduk kepada Allah SWT.
Tanpa memeranginya, mustahil nafsu berlaku taat pada perintah-Nya.
Untuk
memerangii nafsu al-Syaikh Imam Abdul Wahhab al-Sya’rani menganjurkan agar
senantiasa berlapar. Lapar menjadi hal penting bagi seseorang yang menginginkan
untuk bisa menundukkan nafsunya. Nafsu akan menjadi kuat bila perut dipenuhi
dengan makanan, apalagi makanan yang haram dan diperoleh dengan cara yang tidak
benar. Dengan memperbanyak lapar, sedikit demi sedikit, maka nafsu akan mampu
untuk ditundukkan sehingga menjadi nafsu yang muthmainnah. Nafsu yang tenang
dan mudah diarahkan menuju taat kepada-Nya.
Selain
dengan berlapar hal yang juga bisa digunakan untuk memerangi nafsu adalah
dengan menyibukkannya dengan pekerjaan yang berat. Nafsu akan semakin menjadi –
jadi manakala seseorang bermalas – malasan. Seorang yang malas seseungguhnya
dikendalikan oleh nafsunya. Karenanya, sebisa mungkin seseorang mengendalikan
nafsunya dengan menyibukkannya dengan berbagai aktifitas yang bermanfaat.
Aktifitas yang bisa memalingkan nafsu dari hal – hal yang tidak bermanfaat.
Hal
yang juga patut untuk dilakukan oleh seseorang yang menginginkan untuk
memerangi nafsu adalah dengan mensedikitkan tidur. Tidur tidak memiliki manfaat
baik dari sisi duniawi maupun ukhrawi. Tidur itu hampir sama dengan kematian.
Saat seseorang tidur, maka seluruh indranya tidak akan berfungsi sebagaimana
mestinya. Mata tidak akan bisa melihat, telinga tidak akan mendengar, dan
mulutpun tak akan mampu berbicara. Lantas apa bedanya dengan mayat?
Mendahulukan tidur daripada melaksanakan peritah Allah yang bermanfaat sudah
pasti adalah bentuk menuruti keinginan nafsu. Karenanya, seyogyanya seseorang
mengurangi kebiasaan tidurnya dan menggunakan waktunya untuk hal – hal yang
bermanfaat.
Jalan
lain yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan uzlah. Dalam uzlah terdapat dua
kebaikan dunia dan akhirat. Muslim meriwayatkan satu hadits berkaitan dengan
hal ini dari Abi Sa’id al-Khudriy, bahwa seseorang berkata:
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ
اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَجُلٌ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ مُؤْمِنٌ يُجَاهِدُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ
ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ رَجُلٌ مُعْتَزِلٌ فِي شِعْبٍ مِنْ الشِّعَابِ يَعْبُدُ رَبَّهُ
وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ و حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الدَّارِمِيُّ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ ابْنِ
شِهَابٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ فَقَالَ وَرَجُلٌ فِي شِعْبٍ وَلَمْ يَقُلْ ثُمَّ رَجُلٌ
Artinya: (MUSLIM - 3502) : Telah
menceritakan kepada kami Abd bin Humaid telah mengabarkan kepada kami
Abdurrazaq menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari 'Atha bin Yazid
Al Laitsi dari Abu Sa'id dia berkata, "Seorang laki-laki berkata,
"Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling utama?" beliau
menjawab: "Seorang mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan
hartanya." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" beliau menjawab:
"Kemudian seorang laki-laki yang pergi menyendiri ke suatu bukit untuk
beribadah kepada Rabbnya dan meninggalkan dari kejahatan manusia." Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdurrahman Ad Darimi telah mengabarkan
kepada kami Muhammad bin Yusuf dari Al Auza'i dari Ibnu Syihab dengan sanad
ini, dengan mengatakan; lalu ada seorang laki-laki dari suatu kaum tidak hanya
kata seorang laki-laki. (H.R. Muslim)
Memperbanyak diam juga bagian
diantara metode untuk memerangi nafsu. Umumnya seseorang akan berbicara saat
ada hal – hal yang kurang sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya. Ada baiknya
seseorang berusaha untuk tidak menuruti keinginannya berbicara saat memang
tidak benar – benar dibutuhkan. Bicara boleh saja saat dibutuhkan dan
seperlunya. Tetapi jangan berlebihan. Usahakan berbicara seperlunya saja dan
perbanyaklah diam untuk mengendalikan nafsu yang ada dalam hati.
Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam...
Komentar
Posting Komentar