Problematika Kehidupan Rumah Tangga



Problematika Kehidupan Rumah Tangga

Banyak remaja beranggapan menikah itu gampang dan enak. Mereka mengira kehidupan rumah tangga nyaris tanpa problem yang harus diselesaikan. Barangkali ini disebabkan karena mereka menyangka kehidupan rumah tangga hanyalah sarana untuk memenuhi hasrat belaka. Selainnya tidak ada.
Nah, inilah yang mesti diluruskan. Nikah itu nikmat, tetapi juga memiliki seni di dalamnya. Seni kehidupan yang acapkali dibungkus oleh Allah dalam bentuk problematika di dalamnya. Menikah bukan hanya menyatukan dua hati, seorang suami dan istri. Tetapi lebih dari itu, menyatukan dua keluarga, dua kebiasaan yang berbeda dan lingkungan yang berbeda.

Di awal pernikahan kehidupan terasa indah. Namun, beberapa saat kemudian mulai muncul beberapa masalah. Tentu masalah itu bukanlah pokok permasalahannya. Pokok masalahnya adalah bisa ndak sepasang suami istri itu menyelesaikan masalah tersebut? Bagaimana cara mensikapinya sehingga solusi yang diperoleh adalah win win solusion, bukan benar dan salah.
Perbedaan itu sangat wajar, karena memang kodrat manusia tercipta dengan berbagai perbedaan. Tidak ada yang sama di dunia. Bahkan mereka yang terlahir kembar identikpun memiliki perbedaan. Di sinilah letak persoalan sesungguhnya yang harus bisa diselesaikan dengan arif dan bijak. Jangan lantas memperbesar “ego diri” sehingga semua hanya diukur dari kebenaran diri sendiri, sementara kebenaran yang lain tidak dipertimbangkan.
Persoalan yang pertama kali muncul biasanya adalah persoalan adaptasi di lingkungan baru. Suami menghendaki tinggal dirumahnya, pun pula sebaliknya. Lelaki berpikir tentang pekerjaannya, sementara di sisi lain istri berpikir tentang kenyamanannya. Maklum, wanita mempunyai perasaan yang lembut dan mudah “merasa”. Dia akan merasa tidak enak diri saat melihat sesuatu atau sedikit sentuhan humor yang kurang biasa ditelinganya. Begitulah keadaannya. Siapa yang disalahkan? Tidak perlu ada yang disalahkan. Semua adalah jalan kehidupan yang mesti dilalui. Hanya dibutuhkan kesadaran dari masing – masing pihak saja.
Problem berikutnya adalah ekonomi. Di  masa awal pernikahan, hampir semua pasangan hidup akan diuji dengan persoalan ekonomi. Tidak jarang persoalan ekonomi menjadi alasan bagi pasangan suami istri retak atau bahkan mengambil jalan perceraian dalam hubungannya. Memang semua orang ditakdirkan ingin hidup dalam kemapanan dan kenyamanan. Tetapi yang perlu diingat untuk mencapai kemapanan itu diperlukan sebuah upaya dan perjuangan. Tidak cukup hanya waktu setahun dua tahun usia pernikahan.
Persoalan berikutnya yang kerap terjadi adalah campur tangan orang tua. Saat menjalani kehidupan rumah tangga yang perlu diingat adalah anda telah memulai babak baru dalam kehidupan. Kuncinya ada pada diri anda dan pasangan. Orang tua, saudara, sahabat dan lainnya adalah orang luar. Boleh saja anda mendengar pendapat mereka, tetapi ingat yang utama dan paling utama adalah apa yang anda sepakati berdua. Banyak orang tua yang salah dalam memaknai rasa sayang mereka kepada anak disaat anaknya telah membina rumah tangga. Diantaranya ada yang menyibukkan diri untuk ikut campur dalam mengatur rumah baru anak – anaknya. Jika demikian, bisa berbahaya. Karenanya perlu kesadaran dari masing – masih pihak untuk tidak membuka celah bagi kedua orang tua masing – masing untuk turut serta dalam urusan rumah tangganya. Caranya adalah dengan menyimpan rapat – rapat masalah dalam rumah tangganya. Saat menemukan masalah sebisa mungkin untuk menyelesaikan sendiri tanpa menceritakan dan melibatkan kedua orang tua. Biarlah mereka mengetahui yang positif saja, sementara yang negative, simpan rapat – rapat dan jadikan sebagai rahasia yang tak seorangpun boleh mengetahui. Ingat, suami adalah pakaian istri, pun pula sebaliknya, istri pakaian suami. Keduanya harus saling menutupi aib masing – masing. Sebisa mungkin!
Permasalahan berikutnya juga muncul dari seorang menantu dan mertua, terutama antara menantu perempuan dan mertua perempuan. Memang, sekali lagi perempuan memiliki hati yang lembut. Karenanya mereka mudah “merasa”. Menantu kurang memahami mertua, sebaliknya mertua putri juga belum begitu paham menantunya. Hal ini kerap ditemukan dalam kehidupan rumah tangga yang menyebabkan sedikit renggangnya hubungan menantu dan mertua.
Bagi anda kaum hawa, ingatlah! Bahwa saat engkau menerima pinangan dari seorang lelaki, itu artinya engkau juga harus siap untuk meninggalkan rumah orang tuamu, lebih mendengar suamimu daripada mereka, dan siap menerima keluarganya sebagai keluargamu. Ingatlah bahwa dalam darah suamimu terdapat darah keduanya. Jasa mereka besar baginya. Karena itu tidak ada alasan apapun yang dibenarkan untuk menolak kehadiran mereka di tengah kehidupanmu.
Sebaliknya, kaum Adam juga demikian. Saat engkau memutuskan untuk meminang seorang gadis, maka engkau harus menyadari sepenuhnya, bahwa ia akan menjadi bagian tak terpisahkan dari dirimu. Begitu halnya dengan keluarganya, ayahnya, ibunya, dan saudaranya. Karena itu menerima mereka dengan segenap perasaan adalah kewajibanmu. Jangan mentang – mentang sebagai kepala rumah tangga, merasa kuasa atas istrimu. Ingat, benar engkau kuasa, tetapi istrimu juga berhak untuk engkau pahami. Pun pula segala hal yang berkaitan dengan dirinya dan keluarganya. Sebagai kepala keluarga, hendaknya bersikap arif dan bijak, berusaha untuk menjaga keharmonisan dua keluarga yang baru dipersatukan dalam perjanjian “akad pernikahan”.
Persoalan berikutnya yang kerap kali mewarnai hubungan antara suami istri yang menjalin rumah tangga adalah kesiapan menerima segala bentuk perbedaan yang ada antara dirinya dan pasangannya. Seorang lelaki cenderung santai dalam mensikapi banyak persoalan, sementara kaum hawa lebih peka dan cenderung mudah terpengaruh dengan berbagai persoalan yang muncul. Tidak jarang istri menganggap bahwa suami tidak memiliki kepedulian, di sisi lain suami menganggap istri terlalu khawatir dan gugup dalam menghadapi masalah. Situasi ini biasa terjadi karena memang ada perbedaan karakter mendasar dalam diri seorang pria dan wanita. 
Kesulitan menerima kebiasaan di lingkungan baru juga turut mewarnai. Menerima saudara dan keluarga pasangan dengan berbagai variasinya tentu bukan persoalan mudah. Acapkali terjadi kesalahpahaman antar saudara yang kerap berujung pada renggangnya hubungan antar mereka. Toleransi, saling menghargai dan menghormati menjadi hal yang perlu untuk diperjuangkan. Jangan mudah ikut campur urusan mereka selama anda tidak diminta. Tetapi jika anda sudah dimintai bantuan dan pendapat, semaksimal mungkin anda mesti berusaha membantunya. Jangan cuek dan acuh. Mereka sekarang adalah bagian dari hidup anda.
Berbagai persoalan tersebut harus disikapi dengan cara yang dewasa dan dicarikan jalan penyelesaian yang tepat. Jangan sampai penyelesaian yang diambil salah , dan berakibat pada perceraian, lebih parah lagi, kedua keluarga saling bermusuhan antar satu dengan lainnya. Masing – masing pihak hendaknya saling memberi ruang antar satu dengan yang lain untuk saling mengutarakan isi hatinya. Berusaha mendengar keluh kesahnya, dan mendengar penjelasan dari pihak lainnya. Sebisa mungkin untuk menekan “ego pribadi” sehingga tidak terjebak pada penyelesaian yang bersifat emosional.
Problematika dalam kehidupan keluarga akan tetap ada sampai kapanpun. Keberadaan problem itu menunjukkan kasih sayang Allah SWT kepada umat-Nya, menjadikannya lebih baik dari sebelumnya. Ibarat anak sekolah, ada ujian yang dengan ujian tersebut ia akan naik ke kelas berikutnya. Semakin banyak masalah yang muncul dan kedua pasangan mampu melaluinya sengan baik, berarti semakin tinggi tingkat keharmonisan dalam keluarga tersebut. Ingat, “Urip iku sawang sinawang”, kehidupan ini hanya saling melihat antara satu dengan yang lain. Mereka yang melihat, tentu akan merasakan bahwa kehidupan yang lain lebih baik dan mudah dari dirinya. Mengapa? Karena dia melihat dari tempat yang jauh. Tidak dari jarak dekat. Coba saja anda melihat gunung, dari jauh tampak indah, namun bila di dekati? Ada bebatuan, tebing, jurang dan sebagainya. 
Orang tua yang lain bilang, “Bila dekat, yang tercium adalah bau comberan, bila jauh yang tercium adalah bau minyak wangi”. Itulah hukum alam yang tidak bisa diingkari siapapun. Karena itu sebisa mungkin untuk selalu menyadari kekurangan diri masing – masing dan selalu melihat kelebihan yang lain. Jangan sebaliknya, melihat kelebihan diri dan kekurangan yang lain. Bisa berbahaya.
Saat anda memutuskan untuk menikah dengan seseorang, maka yang mesti anda pahami, anda wajib menerima pasangan dan semua keluarganya sebagai keluarga anda. Tidak ada keluarga suami atau keluarga istri. Yang ada adalah keluarga bersama. Titik. Mau tidak mau dan suka tidak suka. Ini adalah hukum yang harus diterima setiap pasangan yang memutuskan untuk membina rumah tangga. Bila salah satu tidak mau menerima yang lain, artinya sama juga menolak yang lainnya. Jadi saat anda menikah anda harus mau menerima suami/istri apa adanya lengkap dengan keluarganya.
Bagi anda yang masing membujang, jangan salah. Artikel ini dibuat bukan untuk menakut - nakuti anda yang hendak membangun rumah tangga, atau mengejek anda yang belum menentukan pilihan pasangan hidup. Tetapi artikel ini ditulis untuk sekedar memberikan informasi yang mungkin bermanfaat bagi anda yang hendak menikah atau berkeinginan menikah. Bila menurut anda iya bermanfaat, silahkan diambil hikmah dan manfaatnya. Sebaliknya bila menurut anda tidak terlalu penting dan kurang bermanfaat, ya abaikan saja. YANG PALING PENTING, "DALAM PERNIKAHAN ITU LEBIH BANYAK KEBAIKANNYA DARIPADA MEMBUJANG". So, bagi yang cukup persyaratan serta merasa ingin dan siap menikah, segera saja menikah. hehehe....

Semoga Bermanfaat...
Allahu A'lam...


Komentar