Kambing Hitam
Apa pentingnya menulis tentang kambing hitam? Mungkin pertanyaan
itu akan terbesit dalam hati anda saat pertama melihat artikel sederhana ini. Beragam
hipotesis akan anda ajukan untuk sekedar menjawab pertanyaan sederhana yang
saya ajukan di atas.
Ya, kambing hitam. Demikian nama kambing yang banyak digemari oleh
hampir semua orang yang ingin mencari pembenaran terhadap apa yang sedang
dialami atau dikerjakannya. Memang sudah menjadi kecenderungan mayoritas orang
lebih suka berada pada titik aman. Titik dimana ia merasa nyaman, mapan dan
tidak ingin lagi untuk beranjak meninggalkan tempat yang telah didiaminya.
Kambing hitam bukanlah nama hewan sungguhan. Akan tetapi kata
istilah ini lebih banyak digunakan untuk menunjuk pada sesuatu hal yang patut
dipersoalkan untuk sekedar mencari pembenaran terhadap tindakan atau situasi
yang sedang atau sudah terjadi. Saya tidak tahu secara pasti, kapan untuk
pertama kalinya istilah “kambing hitam” digunakan. Pun pula saya juga tidak
mengetahui secara pasti siapa pencetusnya. Apa alasannya menggunakan istilah
kambing hitam, bukan kambing putih, kelinci, kambing tampan dan semisalnya. Ah,
saya rasa juga kurang begitu penting membahas asal muasalnya. Yang terpenting,
bahwa istilah “kambing hitam” saat ini telah populer di masyarakat kita. Bukan
begitu?
Sekilas sebagai gambaran tentang kambing hitam, bolehlah anda
perhatikan ilustrasi berikut ini:
“Saat
seorang guru mengajar di kelas, Andi bersenda gurau dengan kawan sebangkunya. Akibatnya,
suasana menjadi gaduh. Guru yang sedang menjelaskan merasa kurang nyaman. Akhirnya,
Ia menegur Andi. Akan tetapi rupa-rupanya Andi tidak mau disalahkan. Alih-alih
ia mengakui kesalahannya. Ia justru menuduh Si Tono lah yang menyebabkan dirinya
membuat gaduh.”
Ilustrasi di atas menggambarkan seorang siswa yang tidak mau
mengakui kesalahan yang diperbuatnya. Ia justru menunjuk pada temannya untuk
mendapatkan rasa aman. Berkilah dari kesalahan dan menuduh orang lain yang
menyebabkan kegaduhan. Si Tono menjadi kambing hitam. Padahal dia kan manusia?
Nah, apa pesan yang ingin penulis sampaikan dari artikel sederhana
ini? Jangan terlalu mudah mengkambing hitamkan seseorang. Mengkambing hitamkan seseorang
sesungguhnya adalah satu perbuatan tercela dan tidak terpuji. Bahkan suatu saat
boleh jadi perbuatan yang anda lakukan itu akan mengenai diri kalian di saat
yang berbeda.
Boleh jadi anda merasa aman saat mengkambing hitamkan seseorang. Akan
tetapi, rasa sakit hati yang ada dalam diri seseorang yang anda sakiti akan
berontak. Ia merasa terdzalimi. Saat emosinya sedang meluap, bisa jadi terbesit
do’a jelek untuk anda. Nah, ini berbahaya. Do’anya seorang yang terdzalimi itu
ijabah.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa terjadi perselisihan antara
Nabi Adam dan Nabi Musa As. Hadits itu bersumber dari sahabat Abi Hurairah yang
diriwayatkan oleh Malik, bahwasannya;
و حَدَّثَنِي
عَنْ مَالِك عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَاجَّ آدَمُ وَمُوسَى
فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى قَالَ لَهُ مُوسَى أَنْتَ آدَمُ الَّذِي أَغْوَيْتَ النَّاسَ
وَأَخْرَجْتَهُمْ مِنْ الْجَنَّةِ فَقَالَ لَهُ آدَمُ أَنْتَ مُوسَى الَّذِي أَعْطَاهُ
اللَّهُ عِلْمَ كُلِّ شَيْءٍ وَاصْطَفَاهُ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالَتِهِ قَالَ نَعَمْ
قَالَ أَفَتَلُومُنِي عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِّرَ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُخْلَقَ
Artinya: (MALIK
- 1394) : Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Abu Az Zinad dari Al
A'raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Adam dan Musa saling beradu argumen, lalu Adam mengalahkan Musa. Musa
berkata kepadanya; "Engkau adalah Adam, orang yang telah menyesatkan
manusia dan mengeluarkan mereka dari surga! ' Lalu Adam bertanya kepada Musa;
'Engkau adalah Musa, orang yang Allah telah memberinya ilmu tentang segala
sesuatu, dan seorang manusia yang dipilih atas manusia dengan risalah-Nya? '
Musa menjawab; "Benar." Adam lalu berkata; 'Apakah engkau akan
mencelaku atas perkara yang telah ditakdirkan kepadaku, sebelum aku
diciptakan'." (H.R. Imam Malik)
Mencermati riwayat
di atas, seolah Nabi Musa ingin menjadikan Nabi Adam sebagai seorang yang
dipersalahkan karena kesalahannya, ia dan para keturunannya harus keluar dari
surga. Seolah memang Nabi Adam lah yang menjadi penyebab dikeluarkannya manusia
dari surga dan diturunkannya ke bumi. Kesalahan Nabi Adam yang memakan buah
khuldi seoalah menjadi alasan dikeluarkannya ia dari surga. Tetapi apa ya
memang itu murni kesalahan Nabi Adam?
Bagi seorang
yang berpikir mendalam tentu tidak akan menyalahkan Nabi Adam. Mengapa? Karena sebelum
proses penciptaannya, ia sudah ditakdirkan untuk tinggal di bumi. Bukankah Surat
al-Baqarah (2); 30, telah menjelaskan tentang hal itu? Jika demikian halnya,
bukankah sesungguhnya keluarnya Nabi Adam As. dari surga telah diskenariokan?
Nah, disinilah
yang perlu kita renungkan. Banyak di antaraumat manusia yang seringkali
mengkambinghitamkan persoalan takdir dalam kehidupan. Hal ini tidaklah
dibenarkan. Memang segala sesuatu yang terjadi di dunia tidak akan keluar dari
ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Akan tetapi menyalahkan takdir sebagai
biang keladi kesalahan yang kita lakukan adalah hal yang tidak bisa dibenarkan.
Karenanya, berusahalah dengan sekuat tenaga. Bila baik, sadari dan sandarkan
semuanya itu kepada-Nya. Sebaliknya, bila keburukan yang menimpa, kembalikan
semua itu pada diri kita. Jangan disandarkan kepada-Nya. Karena Dia Maha
Sempurna dan kita penuh dengan kekurangan.
Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam....
Komentar
Posting Komentar