Nikah: Kebutuhan atau Pilihan?
Apakah
anda seorang perjaka? Atau anda sudah menikah? Pernahkah anda berpikir tentang
hakikat pernikahan? Adakah pernikahan itu sebuah kebutuhan bagi manusia atau ia
adalah sebuah pilihan baginya?
Saat
berada di tengah komunitas masyarakat, kita akan melihat kenyataan bahwa
sebagian besar mereka menikah. Namun, di sisi lain, tidak jarang kita
menyaksikan ada seorang yang betah berlama – lama melajang dan menjomblo. Entah
apa motifnya, hanya dia dan Tuhannya yang kiranya mengetahui.
Pernikahan
adalah sebuah ikatan kuat yang dibangun oleh dua orang yang telah mengambil
komitmen untuk hidup bersama. Menapakai setiap tahapan kehidupan, hingga pada
akhirnya kembali menghadap kepada Allah, Tuhan yang Maha Kuasa sebagai tempat
kembali setiap yang bernyawa. Bukan kembali tanpa sebuah pertanggung jawaban,
namun kembali kepada-Nya untuk mempertanggung jawabkan semua yang telah
dikerjakannya selama di dunia.
Mencari
pasangan hidup tak semudah yang dibayangkan. Butuh keseriusan untuk menemukan
pasangan hidup yang akan mendampingi kehidupan seseorang sampai akhir hayatnya.
Kesalahan memilih pasangan hidup akan berujung pada sebuah penyesalan. Tidak jarang
terjadi perceraian di saat gelombang badai menghampiri bahtera rumah tangga. Kebesaran
hati, kesabaran dan saling mengisi ruang kosong dari masing – masing pribadi
menjadi kunci kesuksesan dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
Menemukan
pasangan hidup tak semudah mencari “pacar”. Banyak orang menemukan gadis atau perjaka
untuk dijadikan “pacar” nya. Namun, tidak semua mereka memiliki kesiapan untuk
menerima yang lain sebagai pendamping hidupnya. Sebaliknya saat diajak pacaran
banyak yang antri, mengapa? Karena ada bumbunya. Apa itu?
Segala
hal yang kurang atau bahkan tidak baik, akan dimanfaatkan setan untuk menipu
umat manusia. Karena itu seseorang akan beranggapan bahwa apa yang dijalaninya
adalah sesuatu yang indah dan patut untuk diperjuangkan. Bukankah Iblis telah
bersumpah saat hendak diusir dari surga:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ
أَجْمَعِينَ (82) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83)
Artinya:
(Iblis) menjawab, “Demi kemulian-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka
semuanya, kecuali hamba – hamba-Mu yang terpilih di antara mereka. (Q.S.
Shad (38); 82-83)
Sumpah
Iblis tetap akan berlaku sampai datangnya waktu yang dijanjikan. Waktu dimana
alam semesta dihancurkan dan seluruh manusia dimintai pertanggung jawaban oleh
Tuhannya. Ia akan tetap berusaha dengan segala tipu dayanya untuk menyesatkan
umat manusia agar mereka terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kehancuran. Termasuk
di dalamnya menyebarkan virus cinta yang terlarang.
Fakta
telah menunjukkan banyaknya remaja yang menjadi korban Iblis. Termakan tipu
dayanya hingga mereka melakukan hal – hal yang sama sekali tidak dibenarkan
oleh aturan agama. Banyak remaja yang terjerumus dalam pergaulan bebas, bahkan ada
juga yang hamil diluar nikah.
Syahwat
dalam diri manusia adalah satu fitrah yang diberikan oleh Allah kepada
umat-Nya. Setiap orang normal memiliki ketertarikan kepada lawan jenis dan
memiliki keinginan untuk menyalurkan hasratnya. Karena itulah Allah kemudian
memberikan jalan keluar dengan mensyariatkan “pernikahan”. Nikah boleh jadi
adalah satu kebutuhan. Kebutuhan manusia untuk menyalurkan hasratnya sekaligus
untuk meneruskan garis keturunannya. Seseorang yang menikah tentu akan
mendambakan seorang anak yang kelak akan meneruskan apa yang menjadi cita –
cita dan perjuangannya di kemudian hari.
Berkenaan
dengan hal itu, al-Qur’an lagi – lagi menegaskan dalam Surat Ali Imran (3); 14:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ
الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ
الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ
ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ (14)
Artinya:
Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa perempuan – perempuan, anak – anak, harta benda yang
bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik. (Q.S. Ali Imran (3): 14)
Memang
ketertarikan dan syahwat kepada lawan jenis adalah satu fitrah yang dititipkan
bagi manusia. Sudah selayaknya seseorang mensyukurinya dengan menjalankan
syariat yang diajarkan kepadanya melalui pernikahan. Lantas mengapa sebagian
orang memilih untuk melajang?
Ada beberapa
kemungkinan untuk menjawab persoalan ini. Yang jelas hukum menikah pada awalnya
adalah sunnah, bukan wajib. Karenanya “pernikahan” bisa jadi menjadi sebuah
pilihan bagi seseorang, pun pula sebaliknya, melajang adalah sebuah pilihan
bagi sebagian yang lain.
Menurut
hemat penulis, seseorang memilih melajang karena beberapa hal. Pertama,
karena mereka merasa belum ada yang cocok untuk dijadikan pasangan hidup. Mengapa
hal ini terjadi? Karena boleh jadi seseorang merasa dirinya memiliki kelebihan
yang semestinya pasangannya juga bisa mengimbanginya. Boleh jadi juga
sebaliknya, ia merasa minder karena merasa dirinya rendah dihadapan seseorang
yang dicintainya.
Kedua,
seorang memilih untuk melajang boleh jadi karena takut mengambil
keputusan yang salah. Perasaan was – was sering meliputi seseorang yang hendak
menjalankan sebuah kebaikan. Was – was itu sesungguhnya adalah bagian dari tipu
daya setan yang menyesatkan. Karenanya sebisa mungkin untuk segera
disingkirkan. Jangan sampai menguasai hati dan menjadikan seseorang menyesal
selama hidupnya.
Ketiga, trauma atau gagal move on. Boleh jadi. Setiap orang memiliki cara
tersendiri untuk menyikapi setiap persoalan yang dihadapi. Ada yang bersikap
cuek terhadap persoalan yang dihadapi. Sebaliknya juga ada seseorang yang lebih
suka berlarut – larut dalam persoalan klasik hingga melupakan masa depannya
yang jauh lebih panjang dan berharga. Orang semacam ini lebih banyak bersikap
statis dan sulit untuk menata masa depan.
Penulis
rasa tidak perlu membuat banyak statemen lagi. Yang jelas menikah itu
membutuhkan keberanian dan komitmen. Keberanian untuk mengambil sebuah keputusan.
Memang harus memilih yang terbaik atau menimal baik. Tetapi yang perlu diingat,
kita adalah manusia yang penuh dengan keterbatasan. Tidak mungkin kita bisa
melihat dan menilai seseorang dari semua sisi. Yang bisa kita lakukan adalah
melihat dari satu sudut pandang yang kita yakini kebenarannya. Sementara masih
banyak sudut lain yang sesungguhnya bisa kita pakai untuk melihatnya.
Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam...
Komentar
Posting Komentar