Tebusan Dosa yang Telah Lalu
Masih tentang puasa Ramadhan, puasa yang wajib
dikerjakan oleh setiap muslim sebulan lamanya, sekali dalam setahun. Yakni pada
bulan yang dirindukan oleh mereka yang beriman dan dibenci oleh mereka yang
kehilangan imannya.
Oleh karenanya al-Qur’an menyebut khitab dalam
perintah puasa ini dengan kata “Yaa Ayyuhalladziina Aamanuu”, yang
berarti wahai orang-orang yang beriman. Khitab ayat yang berisi perintah puasa
diperuntukkan bagi orang beriman, bukan yang lain, termasuk tidak menyebut
khitab orang muslim. Maknanya, perintah ini dikhususkan kepada mereka yang
beriman. Mengapa?
Alasannya karena yang mau tunduk dan patuh
pada perintah ini, tentunya hanya orang yang beriman. Beriman kepada Allah,
Malaikat, kitab-kitab, rasul, datangnya kiamat, dan takdir baik dan buruk semua
berasal dari-Nya semata.
Betapapun seorang menngaku sebagai seorang
muslim, dengan mengucap dua kalimat syahadat tentunya, belum menjadi jaminan
bahwa ia seorang mukmin. Al-Qur’an dalam hal ini menyindir orang-orang Arab
Badui yang menyatakan diri masuk Islam dan mengatakan beriman dengan
mengatakan:
قَالَتِ
الأعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا
يَدْخُلِ الإيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لا
يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah
beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi
katakanlah: "Kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam
hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi
sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang". (Qs. Al-Hujurat (49); 6)
Al-Maturidi di dalam tafsirnya
menyatakan bahwa ayat ini meskipun sifatnya umum, namun sesungguhnya ia
menunjuk kepada kekhususan, yakni ahlu al-nifaq. Karena tidak semua orang Arab Badui bisa dijadikan
sasaran dari ayat ini. Menurutnya ayat ini turun berkenaan dengan sekelompok
orang-orang Badui yang menyatakan keimanannya. Namun, mereka hanya menyatakan
keimanan itu sebatas pada ucapan lisannya. Mereka memeluk Islam, tunduk kepada
orang-orang yang beriman sebatas agar mereka selamat dari tajamnya pedang kaum
muslimin, serta mendapatkan bantuan makanan dari mereka. Karena itulah, ayat
ini menegaskan bahwa mereka belum beriman, sebaliknya ayat ini memerintahkan
supaya mereka mengatakan “kami telah tunduk”. “Telah tunduk” merupakan arti
dari islam.
Puasa khitabnya dikhususkan kepada mereka yang beriman
kepada Allah Swt. dengan sebenarnya iman. Puasa merupakan ujian keimanan yang
dengan-Nya, Allah Swt. menguji seberapa kualitas iman hamba-hamba-Nya. Karena itu,
puasa adalah milik-Nya.
Puasa juga bisa menjadi tebusan bagi semua dosa yang telah
dilakukan oleh seorang mukmin di masa lalunya. Ini sebagaimana dikabarkan oleh
Rasulullah Saw. Dalam satu haditsnya:
سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ
الْخُدْرِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: " مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، وَعَرَفَ (2) حُدُودَهُ، وَتَحَفَّظَ مِمَّا
كَانَ يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَتَحَفَّظَ فِيهِ، كَفَّرَ مَا قَبْلَهُ " (3)
(رواه أحمد)
Artinya: Abu Sa’id al-Khudzriy berkata: “Saya
mendengar Rasulullah Saw bersabda: ‘Barangsiapa puasa Ramadhan, mengetahui
batas-batasnya dan menjaga hal-hal yang semestinya ia jaga (saat berpuasa),
maka ia telah menebus apa (dosa) yang sebelumnya (ia perbuat).’” (HR. Ahmad)
Seorang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh
semata mengharapkan ridha-Nya, serta mengetahui batas-batasnya. Mengetahui ilmu
tentang puasa, kapan ia mesti dijalankan, apa saja yang wajib dilakukan saat
puasa serta hal-hal yang berkenaan dengannya. Menjaga
hal-hal yang semestinya dijaga, seperti niat, perbuatan dan sebagainya. Ini penting
agar semua itu tidak mengurangi nilai puasa yang dilakukannya. Jangan sampai
lapar, dahaga yang ditahan seharian hanya menyisakan kepayahan tanpa ada
keutamaan, berkah dan fadhilah.
Komentar
Posting Komentar