Yaumun Nahr dan Tasyrik
Setelah Nabi Ibrahim as. merasa yakin bahwa perintah menyembelih
Ismail benar berasal dari wahyu yang diperintahkan Allah kepadanya, ia lantas
menyampaikan hal tersebut kepada putranya Ismail as. Saat itu ia masih berusaha
belia, sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’an:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى
فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ
افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar". (Qs. Al-Shaffat (37); 102)
Kata al-sa’ya, sebagian mufassir mengartikannya dengan usia
mulai bisa berusaha, sebagian lagi menyebut mulai bisa berlari-lari kecil. Penjelasan
mengenai hal tersebut menunjuk pada usianya yang masih belia. Ismail seorang
putra yang sholih dan memiliki kualitas iman yang tinggi, tidak berpikir
panjang untuk mengiyakan apa yang disampaikan oleh Ibrahim, ayahnya.
Keyakinan keduanya pada perintah Allah, lantas mendorong mereka untuk
menjalankan perintah tersebut dihari yang disepakati keduanya, yakni tanggal 10
Dzulhijjah. Pada tanggal itulah Ibrahim as. melaksankan perintah Allah untuk
menyembelih putranya Ismail. Tanggal tersebut sampai hari ini dikenal dengan
hari raya kurban. Al-Qur’an menyebut kurban tersebut dengan istilah nahr.
Oleh sebab itulah tanggal 10 Dzulhijjah menjadi momentum bersejarah bagi
manusia yang dikenal dengan yaum al-nahr.
Perintah tersebut merupakan ujian keimanan
atas diri Ibrahim as. dan Ismail as. pengakuan iman tidak cukup sekedar
diucapkan secara lisan, lebih dari itu, mesti dibuktikan dengan perbuatan. Mengorbankan
sesuatu yang dicintainya atas perintah Allah, menjadi ujian terberat atas
pengakuan iman.
Ujian tersebut lulus dijalani oleh Ibrahim as.
dan Ismail as. yang lantas melaksanakannya di hari nahr. Namun, Allah mengganti
Ismail dengan binatang kurban dari surga. Allah telah menerima pembuktian
keimanan mereka yang ikhlas tersebut. Karena itu, umat Islam diperintahkan
untuk mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam
al-Qur’an:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ
حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad):
"Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." dan bukanlah dia
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (Qs. Al-Nahl (16); 123)
Ayat ini memerintahkan kepada Nabi
Muhammad saw. agar mengikuti agama Ibrahim, termasuk di dalamnya adalah dalam
hal berkurban. Kurban merupakan upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk
mendekatkan dirinya kepada Allah Swt. dengan menyembelih binatang tertentu pada
hari nahr.
Selain di hari nahr, ada
lagi hari yang masih bisa digunakan untuk menyembelih binarang kurban, yakni
hari tasyrik. Hari tasyrik merupakan hari yang mengiringi nahr
sejumlah tiga hari, yaitu tanggal 11, 12, dan 13. Jika karena sesuatu dan lain
hal, seseorang yang hendak berkurban belum bisa melaksanakan penyembelihan
kurban di hari nahr, maka dia bisa melaksanakannya di hari tasyrik
tersebut.
Kurban bukan sekedar menyembelih
binatang tertentu untuk dimakan semata, melainkan ada simbol hikmah di dalamnya.
Simbol dimana seorang muslim mesti memerangi nafsunya yang lebih banyak
mengajak pada keburukan. Simbol dimana seorang muslim mesti siap untuk
mengorbankan harta yang dicintainya untuk Allah Swt. Simbol dimana seorang
muslim mesti bisa mengalahkan rasa cintanya pada dunia untuk meraih ridlo Allah
Swt. Simbol dimana seorang muslim tidak semestinya kikir dan pelit untuk
berbagai dengan saudaranya. Simbol dimana seorang muslim semestinya bisa
berbagi dan turut merasakan sebagian nasib orang-orang faqir dan miskin yang mungkin
untuk merasakan makan daging, hanya menunggu pemberian di hari kurban. Dan masih
banyak yang lainnya.
Karena itu semestinya setiap
muslim tidak sekedar mengalirkan darah binatang kurban, namun lebih mendalam
lagi dia bisa mengambil hikmah dari syariat kurban. Menjadikannya sebagai
momentum untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. sedekat-dekatnya agar sewaktu
kembali kepada-Nya, mereka kembali dalam keadaan husnul khatimah.
Komentar
Posting Komentar