Ojo “Gupuh”
“Setiap
perubahan mesti terjadi kegoncangan (turbulensi). Setiap kegoncangan
menyebabkan kegelisahan, ketidakmenentuan, kebingungan, dan perasaan kegusaran
lain. Seseorang yang tidak memiliki kesiapan menghadapi perubahan itu
seringkali terheran-heran dan gampang kaget. Meskipun ada juga yang biasa saja
dalam merespon perubahan itu. Agar tidak gampang kagetan, maka diperlukan
pengetahuan yang cukup, dan pengalaman yang luas. Kesadaran, memahami,
menyelarakan, dan beradaptasi dengan perubahan itu menjadi kunci sukses menghadapi
perubahan. (Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Prof. Dr. Maftukhin,
M.Ag.)
Dunia panggung sandiwara, mungkin itu ungkapan yang paling tepat
untuk mewakili kisah kehidupan ini. Semua alur cerita, berjalan sesuai dengan scenario
besar yang telah ditentukan-Nya, jauh sebelum makhluk bernama manusia
ditakdirkan untuk menghuni bumi ini. Semua telah tercatat di “Mega Server”
bernama “Lauh Mahfudz”.
Manusia pada dasarnya hanya sebatas menjalani peran yang telah
ditetapkan baginya, baik, maupun buruk semua sudah ada catatannya, meskipun
dikabarkan juga kepada mereka bahwa ada sebagian peran yang bisa dilakukan
sesuai kehendaknya, karena konsekuensi dari “hurriyah al-iradah” yang
ada dalam diri mereka.
Hidup itu dinamis, tidak statis. Karena “dinamis”, maka dalam kehidupan ini banyak kita jumpai berbagai perubahan di tengah masyarakat. Perubahan itu, adakalanya ke arah positif, adakalanya juga mengarah pada hal yang negative. Perubahan ke arah positif tentunya akan membawa dampak yang baik bagi kehidupan manusia, sebaliknya perubahan ke arah negative, akan membawa dampak buruk bagi kehidupan mereka.
Nah, dalam menyikapi berbagai perubahan, ada beragam sikap yang
diambil oleh masing-masing orang. Ada yang menghadapi perubahan itu dengan
tenang, santai dan biasa-biasa saja. Ada pula yang “kaget” untuk kemudian
secara terburu-buru memberi komentar dan segera mengambil keputusan, baik
mendukung maupun menentang. Ada pula yang mengambil sikap “bijak” berupaya
untuk lebih memahami setiap perubahan dengan baik, untuk selanjutnya mengambil
langkah yang “tepat” untuk menyikapinya.
Mereka yang “kaget” dan “baper” menghadapi perubahan, kemudian
secara terburu-buru mengambil keputusan, baik menerima maupun menolak, acapkali
menemukan kekecewaan di akhir keberpihakannya. Ini disebabkan karena mereka
tidak melibatkan kerja akal, dan hatinya untuk mengambil keputusan yang tepat. Kagetan
dan baperan sebenarnya merupakan cara “syaithon” menjebak manusia agar mereka
terjerumus pada hal yang salah dalam hidupnya. Itulah mengapa ungkapan yang menyebutkan bahwa “al-‘ajalatu min al-syaithon” terburu-buru itu berasal dari syaithon.
Orang-orang yang dengan tenang menyikapi
perubahan, mereka itulah calon pemenang dalam kehidupan. Mereka lebih
mengedepankan akal pikiran dan hatinya untuk mencerna setiap persoalan yang
dihadapinya. Mereka tidak mudah mengambil kesimpulan. Jika memang merasa sudah
paham dengan persoalan yang dihadapi, mereka baru mengambil “sikap” untuk
menerima ataupun meolaknya.
Inilah sikap orang-orang besar dalam
kehidupan. Mereka bisa menghadapi berbagai persoalan dengan bijak, serta tidak
mudah baper, kagetan dan gupuh. Setiap persoalan selalu dicerna dengan baik,
dicarikan solusi yang tepat. Dengan sikap ini, maka ia mampu menjadi pemenang
dalam setiap “pertarungan”.
Komentar
Posting Komentar