Pondok Ramadhan dan Temu Kangen Alumni
Catatan Mengunjungi Pondok Ramadhan
Salah satu kegiatan yang marak dilakukan di bulan Ramadhan adalah
buka bersama. Kegiatan ini hampir-hampir tidak boleh “tidak ada” setiap
Ramadhan tiba. Motivnya pun beragam. Adakalanya sambil temu kangen bersama
dengan teman yang sudah lama tidak bertemu, ada juga sebagai bentuk “ritual”
yang tidak boleh ditinggalkan oleh satu lembaga maupun satuan kerja, boleh juga
sebagai bukti bahwa ada “rasa sosial dan kebersamaan” dalam kehidupan. Apapun motivnya,
yang jelas namanya tetap saja, “Bukber”, buka bersama.
Selain itu, kegiatan yang juga kerap dilakukan oleh beberapa orang adalah bagi-bagi ta’jil di jalan, atau tempat-tempat yang dirasa strategis dan dikunjungi oleh banyak orang. Motivnya pun juga relative tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Apapun motivnya, semoga semuanya dilandasi dengan rasa ikhlas untuk “syiar dan dakwah” di tengah bulan mulia, bulan suci Ramadhan.
Di lembaga-lembaga sekolah, biasanya mulai jenjang sekolah dasar,
menengah dan atas, kegiatan yang hampir bisa dikatakan wajib adalah “Pondok
Ramadhan”. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memupuk jiwa religius siswa-siswi
yang belajar di lembaga sekolah tersebut agar semakin berkembang dan mantap
dalam memegang nilai-nilai agama yang menjadi ruh keyakinannya. Pada kegiatan
ini, biasanya disajikan materi-materi “khusus” yang erat kaitannya dengan
materi-materi kegamaan, baik seputar fiqih, aqidah, maupun hal-hal lain yang
dirasa penting dan dibutuhkan oleh para siswa di kemudian hari.
Menariknya, hampir semua lembaga pendidikan, -termasuk di dalamnya
sekolah umum semisal SD, SMP, SMA dsb., umumnya menggunakan istilah yang sama,
yakni “pondok Ramadhan”, meskipun ada juga yang menggunakan istilah berbeda, “asrama
Ramadhan” misalnya atau istilah lainnya. Penggunaan istilah ini pada dasarnya
merupakan satu pengakuan sekaligus “stigma” bagi “pondok” sebagai pusat
pendidikan keagamaan Islam. Pengakuan yang menunjukkan stigma “elit” bagi
mereka yang “nyantri” di pondok.
Foto Bersama Beberapa Alumni |
Selain untuk memupuk jiwa religius pada diri siswa, sebagian
lembaga juga memanfaatkan moment tersebut sebagai arena “temu kangen alumni”
yang telah lulus dari lembaga tersebut. Kesempatan ini menjadi sangat bernilai
dan bermanfaat bukan saja karena bisa melepas kangen bersama alumni, sesama teman
yang lama tidak berjumpa, syiar lembaga, tetapi juga sebagai arena dimana para
siswa bisa menimba ilmu kepada kakak tingkatnya sebagai gambaran untuk “melanjutkan
ke lembaga atau pesantren mana” untuk studi lanjutnya. Selain itu, moment
semacam ini juga sangat bermanfaat bagi lembaga untuk “syiar kelembagaan”
sekaligus membangun “jejaring koneksi” dengan para alumni yang telah memiliki “karier
maupun sukses” dalam membangun potensi alamiah bawaannya. Disamping hal yang
paling penting tentunya adalah membangun ikatan “silaturahim” agar tetap
terjalin, dimana manfaat utamanya adalah dipanjangkan umurnya dan dilapangkan
rizqinya.
Tahun ini, lembaga formal dimana saya pertama kali belajar untuk
menjadi “pendidik” dalam arti “professional”, LPI Qurrata A’yun, mengadakan
kegiatan “Pondok Ramadhan” sekaligus “Temu Kangen Alumni”. Setelah sebelumnya
selama kurang lebih 3 kali Ramadhan, kegiatan ini harus ditiadakan karena
alasan pandemic. Sebagaimana biasa, kegiatan ini dilaksanakan pada hari-hari
akhir di bulan Ramadhan. Sebagai ketua pelaksana adalah Bapak Imam Syafi’i,
S.Or. yang lebih akrab disapa dengan Pak Imsya.
Alhamdulillah, beberapa waktu yang lalu ketua pelaksana menghubungi
saya untuk bisa hadir menyapa anak-anak dan para alumni. Saya pun langsung meng
–iya-kan, karena kebetulan juga jadwal kegiatannya bisa diatur.
Saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi tausiyah menjelang berbuka,
shalat maghrib, isya’ sekaligus tarawihnya. Setelah itu, barulah kegiatan “talkshow”
bersama para alumni. Para alumni yang hadir terdiri dari berbagai tingkatan,
mulai ada yang masih di jenjang sekolah menengah bawah, atas, perguruan tinggi,
hingga mereka yang sudah menapaki jenjang karier. Tentu satu kebahagiaan dan
kebanggaan, meskipun telah menapaki jenjang “karier” namun masih menyempatkan
diri hadir melihat sekolah yang puluhan tahun mungkin telah mereka tinggalkan.
Saya sempat berpikir, ternyata usia sudah tidak lagi “muda”
meskipun ya “masih muda”. Hehehe, ternyata sudah lama juga mulai belajar
menjadi pendidik, mulai dari 2006 dan sekarang sudah tahun 2022. Waktu yang
terasa sangat singkat.
“Pangling”, itu bisa dipastikan. Melihat anak-anak yang dulu masih “ingusan”,
sering rewel, bandel, riuh ramai dikelas dan disetiap kegiatan, ingatan itu
muncul saat melihat mereka. Karena fisiknya telah mengalami banyak perubahan
ditambah barangkali “daya ingat” sudah tak sekuat “masa itu”, wajar jika saya
dan para asatidz lain, “pangling” dengan mayoritas para alumni. Tetapi, Alhamdulillah,
mereka masih tetap ingat dengan para guru yang dulu menemaninya belajar sewaktu
di sekolah dasar.
Dari sini pula, banyak pelajaran bahwa anak-anak tidak selamanya “tumbuh
kembang” sebagaimana bayangan para guru dulu. Banyak yang tak terduga. Mereka yang
dulu “kurang berprestasi” karena persaingan yang cukup ketat dimasanya,
ternyata banyak yang menorehkan prestasi di tempat mereka berada saat ini. Semua
dengan “passion” masing-masing yang dimiliki. Hal ini tentu menjadikan saya
khususnya semakin menyadari bahwa “kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk
sama dengan kemauan kita, karena semua hadir di dunia dengan potensi berbeda
yang dianugerahkan Allah kepada mereka”.
‘Ala kulli hal, semoga semua
raihan dan capaian mereka semua tetap dilandasi dengan semangat keimanan, tetap
dalam naungan taufiq dan hidayah-Nya. Dan tentunya mereka menjadi orang-orang
yang mampu memberi manfaat kepada sekelilingnya, dan tetap teguh dalam iman,
islam dan ihsannya. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar