Sudut Pandang

 

Sudut Pandang



“Perhelatan MotoGP Mandalika telah usai. Ingat Mandalika ingat pawing hujan. Ya, pawang hujan yang bikin geger dunia medsos. Pawang dalam pengertian “kemampuan istimewa seseorang mengendalikan sesuatu (alam, hewan, manusia dan lain-lain” telah ada sejak manusia ada, dengan istilah yang berbeda-beda tentu saja. Bahkan para nabi juga memiliki daya kendali seperti itu. Sebut saja Nabi Dawud As. yang memiliki kemampuan mengendalikan angina, atau Nabi Sulaiman As. yang dapat mengendalikan hewan dan jin, bahkan Nabi Adam As. disebut sebagai khalifah fi al-ardl karena punya kemampuan mengatur dan mengendalikan alam (di bumi). Hal demikian menjadi bagian terpenting dalam sejarah umat manusia. Hanya ketika perkembangan ilmu pengetahuan ilmiah (yang positivistic), hal metafisik yang wajar dan biasa, kemudian disebut sebagai klenik. Maka klenik atau ilmiah terletak pada cara dan dari mana kita memandang. (Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag.)

Aspek “sudut pandang” memiliki peran penting bagi sejarah kehidupan manusia. Dengan “sudut pandang” satu bentuk “objek” bisa memiliki nilai berbeda antara orang satu dengan orang lainnya. Aspek ini juga yang pada akhirnya membentuk satu “keyakinan” yang mengakar dan menghunjam kuat dalam diri seseorang sehingga mayoritas kehidupannya secara otomatis akan terdampak oleh keyakinan ini.

Tentu, setiap orang memiliki “sudut pandang” tersendiri dalam menghadapi berbagai hal yang ditemukannya dalam hidup. Seorang yang melihat dan mengukur sesuatu dari aspek estetika fisik, tentu akan melihat segala persoalan dari aspek fisiknya. Objek yang dianggapnya menarik dan bagus selalu dikaitkan dengan bentuk, rupa, dan keadaan fisik semata, tanpa melihat aspek substansinya.

Banyak orang melihat “sampah” sebagai sesuatu yang tidak berharga dan karenanya dibuang atau bahkan dimusnahkan. Ini karena “sudut pandang” kebanyakan orang adalah menganggap “sampah” adalah benda yang tidak lagi memiliki nilai. Beda halnya, dengan mereka yang memandangnya melalui sudut pandang “ekonomis” bahwa sampah pun masih bisa dijadikan uang. Nyatanya, banyak orang yang menjadi “kaya”, secara ekonomis dengan menjual “sampah”. Jamak kita jumpai di desa-desa yang hari ini telah memahaminya sebagai aset yang memiliki nilai ekonomis, dengan mengumpulkan sampah kemudian menjualnya untuk kepentingan sosial seperti membangun fasilitas sosial dengan uang yang diperoleh melalui “bank sampah” desa. Caranya sederhana, tinggal membentuk panitia “bank sampah” kemudian keliling tiap seminggu atau dua minggu sekali ke desa-desa untuk mengambil sampah secara gratis. Agaknya hal ini, cukup membantu juga proses pembangunan “fasilitas sosial” dari pada meminta-minta di tengah jalan untuk renovasi fasilitas sosial. Sekali lagi, ini soal “sudut pandang.”

Berdasar “sudut pandang” pula, seorang seniman, mengubah “sampah” menjadi barang bernilai “ekonomi tinggi” dengan daya imajinasi dan kreatifitas yang dimilikinya. Sudut pandang yang digabungkan dengan “skill” yang dimiliki pada akhirnya menjadikan hal-hal yang pada awalnya dinilai kurang memiliki “nilai” menjadi “sarat nilai.”

Memang “sudut pandang” menjadi persoalan yang begitu penting bagi kehidupan manusia. Dengan sudut pandang inilah seseorag akan mengambil sikap dan melakukan aktifitas dan kesibukannya dalam menjalani dan mempertahankan “hidup”nya. Dari “sudut pandang” ini pula, mereka lebih bisa dinilai seberapa tingkat “kualitas” dirinya.

Namun, sekali lagi makhluk bernama “sudut pandang” ini hanyalah bagian terkecil dari anugerah Tuhan yang bisa saja menjadikan seseorang mulia, pun pula sebaliknya, terpuruk seburuk-buruknya. Yang terpenting, bagaimana kita menjadikan “sudut pandang” ini sebagai sesuatu yang berharga yang bisa membawa kepada kehidupan yang lebih baik di dunia, dan tentunya membawa kebahagiaan “hakiki” saat perjumpaan dengan-Nya, kelak di hari kiamat.

 

Komentar