Bapak Menaruh Perhatian Besar pada Anak-Anak
Salah satu sifat yang menonjo pada diri bapak adalah memiliki
perhatian besar pada anak-anak. Anak-anak yang saya maksud di sini, bukan
sekedar anaknya melainkan semua yang usianya masih anak-anak dan remaja. Lebih tepatnya
beliau sangat memperhatikan generasi penerus.
Bapak aktif untuk membina kanak-kanak di lingkungan kami. Beliau terlibat di jam’iyyah yasinan yang pesertanya umumnya masih anak-anak dan remaja di lingkungan kami, Desa Slemanan Barat.
Bapak pernah menyampaikan ke saya, bahwa masa depan itu tergantung
pada generasinya. Dawuh bapak, “Lek generasine apik, insya Allah masa depane
yo apik”. Itulah kuncinya. Sebaliknya jika generasinya buruk, maka masa
depan lingkungan, desa, Negara, bangsa dan agama tentu juga akan suram.
Perhatian bapak ke generasi penerus sangat saya rasakan. Yang paling
berkesan dan merubah kepribadian saya pada waktu itu adalah saat bapak mengumpulkan
para remaja di rumah. Saat itu saya masih duduk di bangku MTsN. Saat itu saya
cukup bandel, senang memakai kalung, dan merokok, meski sembunyi-sembunyi. Bapak
mengumpulkan mereka di rumah, mengajaknya ngobrol dan mengajak belajar
bersama-sama.
Bapak tidak pernah marah saya memakai kalung dan gelang. Namun,
saya waktu itu merasa malu dengan bapak. Mulai saat itu kalung dan gelang sudah
tidak saya pakai, dan saya mulai meninggalkan kegiatan merokok.
Bapak juga terus memotivasi saat saya belajar. Setiap ada lomba
pidato, ngaji di haflah akhirissanah, beliau selalu mendaftarkan saya. Beliau dawuh,
“Nek dicelok ra munggah, yo tak seret engko”.
Setelah saya sering mengikuti lomba di akhir tahun, beliau mulai
memaksa saya dengan cara yang lain. Caranya adalah dengan memaksa untuk mengisi
acara di jam’iyyah yasinan anak-anak. Biasanya bapak selalu memberikan pengarah
di akhir acara yasinan, beliau juga mendorong pemuda-pemuda yang ikut untuk
sekedar mengisi meski hanya dua atau tiga menit. Namun, agaknya hal itu kurang
berhasil. Nah, inilah yang dipaksakan untuk saya, sehingga saya banyak belajar
di sini.
Bapak menunjuk langsung saat selesai kegiatan yasinan. Namun, beliau
tidak pernah memberi tahu saya agar mempersiapkan diri. Akibatnya ya sekenanya
saja. Tetapi, ini menjadi satu pelajaran berharga bagi saya.
Perhatian bapak kepada generasi penerus dibuktikan dengan merintis
madrasah di wilayah Slemanan Barat, di Masjid al-Muttaqin saat ini, yang
dulunya masih berupa Mushola. Orang-orang biasa menyebutnya dengan “Langgare
Mbah Kalek”.
Kesaksian ini juga disampaikan oleh KH. Abdul Malik. Beliau adalah
sahabat dekat bapak di lingkungan kami. Saat bapak wafat beliau dawuh, “Pak
Supoyo niki termasuk tiang akan pertama kali ngrintis madrasah wonten Masjid
al-Muttaqien mriki. Pak Supoyo rikolo gesang tansah terus aktif wonten
perjuangan. Bahkan sak sumerep kulo, selama piyambakipun taksih saget mlampah,
taksih saget ngayahi, piyambakipun mboten nate nolak rikolo dibetahaken.”
Allahu A’lam, Bapak sering menyampaikan ke saya, “Wis to sing
penting diniyati lillahi ta’ala, ora usah mikir sing piye-piye, yo urip neng
donyo mung koyo mampir ngombe. Nek awake dewe gelem merjuangne anake uwong,
insya Allah keluargane diopeni karo gusti Allah. Mungkin ora dadi wong sugih,
ning ayem atine. Kadang anake enek sing pinter, kadang ora pinter neng mbeneh.”
(Mbrebes mili nek kelingan iki, bahkan saat nulis ini). Allahu Yarhamuka wa Ghafara Dhunubaka Abi.
Aamiin. Al-Fatihah.
Komentar
Posting Komentar