Modal Yakin
Salah satu keputusan terpenting dalam hidup adalah menikah. Banyak orang
mudah menjatuhkan pilihan dalam berpacaran, namun tidak dengan menikah. Menikah
merupakan satu tahapan sakral dalam perjalanan hidup manusia untuk mengarungi
babak baru dari perjalanan hidunya. Babak baru yang akan menjadikannya tetap
hidup setelah kematiannya dengan melahirkan generasi penerus yang melanjutkan
nasabnya.
Bapak menikah di usianya yang menurut cerita beliau berkisar di
usia 25 tahun. Sebagaimana saya tulis di artikel sebelumnya, beliau dijodohkan
oleh KH. Bishri. Menurut cerita beliau, ada empat nama yang disodorkan oleh
Abah Bishri waktu itu untuk bapak pilih. Akan tetapi, sebagai seorang santri,
bapak tidak berani memilih. Beliau hanya memasrahkan kepada Abah Kyai untuk
memilihkan mana yang sekiranya tepat bagi beliau. Dan pilihan beliau (Abah
Bishri) jatuh pada ibu, (Syamsiyah) putri dari Mbah Misdi dengan almarhumah
Mbah Siti Romelah.
Ibu piatu sejak masih kecil. Mbah putri meninggal setelah melahirkan ibu. Saudara ibu sebenarnya banyak, hanya saja yang saya jumpai hanya satu, yaitu Bude Kastulin yang telah meninggal di saat saya masih sekolah di Madrasah Tsanawiyah. Beliau sempat beberapa kali menikah, namun Allah tidak memberikannya keturunan.
Menjalani hidup sebagai seorang piatu tentu hal berat. Ibu merasakan kurangnya figure seorang ibu
yang menyayanginya, meskipun peran itu telah diambil alih oleh Mbah Sarah, Mbah
buyut putri saya. Tetap saja, kasih sayang ibu tidak akan tergantikan.
Bapak yang masih di pondok sebagai seorang santri tentu belum memiliki
pekerjaan tetap. Selama ini beliau ngenger untuk makan tanpa mendapatkan gaji. Modal
bapak waktu itu hanya yakin. Beliau pernah bilang, “Wong uler ora nyambut
gawe wae iso urip, moso menungso sing diwei akal wae ora iso”.
Keyakinan itulah yang nampaknya benar-benar terpatri dalam diri
bapak untuk tetap “sendiko dawuh” dengan dawuh Kyai untuk menikah dan
menerima pilihan-nya. Pilihan yang diterima beliau karena huszudzan
dengan apa yang dipilihkannya.
Setelah mendapat keputusan dari kyai tentang siapa yang akan
dinikahkan dengannya, bapak juga berinisiatif untuk menemui ibu. Tujuannya adalah
menyampaikan ihwal apa yang didawuhkan kyai, meskipun Mbah Misdi saat itu telah
menyetujui. Tetapi, bapak ingin mendengar bagaimana pendapat ibu mengenai hal
itu, dan tentunya dengan segala keterbatasan yang dimiliki bapak. Ternyata, ibu
pun sama, nderek dawuh Abah Kyai. Akhirnya Bapak dan Ibu Menikah.
MashaAllah pasangan yang penuh berkah ust.. semoga saget nular, aamiiin
BalasHapusTerima kasih. Aamiin yaa Rabb....
HapusSilahkan ikuti blog saya ya. Jangan lupa komentar untuk saling berbagi informasi dan pengetahuan