Teori Penerjemahan
Sebuah Pengantar dalam Mata Kuliah Terjemah
Indonesia Arab
Penerjemahan merupakan kegiatan untuk
mengalihkan makna dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Kegiatan ini dilakukan
untuk memudahkan para penuntut ilmu yang memiliki kendala dalam memahami bahasa
tertentu ke dalam bahasa yang lebih dipahaminya.
Dalam mata kuliah terjemah Indonesia-Arab,
maka penerjemahan dilakukan sebagai upaya untuk memindahkan/mengalihkan makna
dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab. Pada kasus ini, bahasa Indonesia berlaku
sebagai bahasa sumber, sedang bahasa Arab sebagai bahasa sasaran.
Bahasa sumber merupakan bahasa asal dimana
kita ingin mengalihkan bahasa tersebut ke bahasa lain, sedang bahasa sasaran
adalah bahasa yang kita tuju. Bahasa Indonesia adalah bahasa asal yang ingin
kita alihkan ke bahasa Arab sebagai bahasa sasaran/tujuan.
Sebagian orang menganggap bahwa untuk melakukan proses terjemah tidak diperlukan teori secara khusus. Mereka beranggapan bahwa yang terpenting dalam proses penterjemahan adalah memperbanyak latihan dalam menerjemahkan teks bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pendapat semacam ini, tentu bisa benar namun tidak sepenuhnya benar.
Para pakar menganggap penting untuk memahami
teori penterjemahan, disamping tentunya tetap memperbanyak latihan dalam
menterjemahkan secara langsung. Mereka berargumentasi bahwa di dalam proses
penterjemahan, banyak sekai hal yang mesti dipahami oleh penterjemah. Perbedaan
model leksikon, struktur gramatikal, budaya dan konteks kebahasaan tentu sangat
berperan dalam proses penterjemahan. Karena itu, jika tidak ada teori
penterjemahan yang dikuasai dan dipelajari, ada kemungkinan bahwa alih
bahasa/penerjemahan tersebut tidak bisa dipahami dengan baik, atau bahkan salah
dalam pemaknaannya.
Untuk lebih memahami tentang teori penerjemahan, saya akan
menyampaikan dua teori yang diajukan masing2 oleh Larson (1988) dan Nida dan
Taber (1964). Selain itu sebenarnya ada teori lain yaitu teori pergeseran dalam
penerjemahan yang diajukan oleh Clafford (1965) dan teori pergeseran makna
menurut Simatupang (1999).
Larson mengatakan bahwa penerjemahan adalah pengalihan makna dari
sumber ke bahasa sasaran. Dalam hal ini ada penggantian bentuk bahasa dari
bahasa sumber ke bahasa sasaran, hanya saja makna dalam bahasa sumber tersebut
tetap dipertahankan.
Lebih lanjut, Larson mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu
dipahami dan dimengerti oleh para penterjemah sebelum mereka melakukan kegiatan
menterjemah. Dia mengatakan bahwa menerjemah itu artinya seorang penterjemah
harus:
1.
Mempelajari
leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi dan konteks budaya dari teks
bahasa sumber
2.
Menganalisis
teks bahasa sumber dalam rangka menemukan maknanya
3.
Mengungkapkan
kembali makna yang sama bahasa sumber dengan menggunakan leksikon dan struktur
gramatikal yang sesuai dengan bahasa sasaran dan konteks budayanya.
Mengacu pada
penjelasan dari Larson, maka dalam proses penerjemahan terdapat tiga tahapan
penting yang mesti dilakukan oleh seorang penterjemah. Pertama adalah
mempelajari dan memahami teks bahasa sumber yang hendak diterjemahkan. Kedua adalah
proses penafsiran yang akan menghasilkan makna yang hendak diterjemahkan. Ketiga
adalah pengungkapan kembali makna tersebut dengan menggunakan struktur
gramatikan yang sesuai dengan bahasa sasaran dan konteks budayanya.
Berbeda dengan
Larson, Nida dan Taber (1964) memberi makna penerjemahan agak lebih luas. Penerjemahan
dimaknainya sebagai upaya untuk mengungkapkan kembali pesan dari bahasa sumber
ke bahasa sasaran dengan padanan yang wajar dalam bentuk terdekat.
Kewajaran dan
keterdekatan yang dimaksud di sini adalah dalam hal makna dan gaya bahasa. Dengan
begitu seorang pemnterjemah harus mampu mengungkapkan kembali pesan yang ada
pada bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran secara gramatikal maupun leksikel
dengan wajar. Dalam hal ini kedekatan dan kesepadanan makna anatar bahasa
sumber dan bahasa sasaran menjadi tujuan utama bagi penterjemah.
Terjemahan yang
baik adalah terjemahan yang tidak terlihat sebagai terjemahan, melainkan nampak
sebagai bahasa sasaran yang sesungguhnya. Hal ini hanya mungkin dicapai apabila
terdapat kedekatan dan kesepadanan antara bahasa sasaran dengan hasil
terjemahan yang dilakukan.
Dalam teori
Nida dan Taber, ada tiga tahapan penting dalam proses penerjemahan, yaitu analysis,
transfer dan restructuring. Pada tahap analisis penerjemah harus
melakukan analisa isi pesan bahasas sumber berdasarkan bentuk gramatikal dan
makna. Proses ini menuntut adanya pemecahan kalimat-kalimat tersebut menjadi
satuan gramatikal, kalimat dasar, frasa dan kata.
Tahapan selanjutnya
adalah transfer yaitu proses pengalihan materi-materi yang telah
dianalisa oleh penerjemah dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Yang terakhir
adalah tahap restructuring dimana seorang penterjemah melakukan
penyusunan materi-materi yang telah diterjemahkan tersebut dengan tujuan
utamanya membuat pesan dalam bahasa sasaran. Penerjemah berusaha semaksimal
mungkin agar hasil terjemahan tersebut bisa diterima oleh penutur bahasa
sasaran tersebut.
Dewi larasati binari BSA5a ikut hadirr menyimak tadz🖐️😂
BalasHapusHimmatul Azizah hadir ustadz☺️
BalasHapussiti munawaroh - BSA 5A
BalasHapusMoh. Nuril Faizin - BSA 5A
BalasHapusNabila Mutiara Cahyani BSA 5A
BalasHapusNaja Alwi Mawardy (12304183022) (BSA 5 A)
BalasHapusSabila Nailun Naja BSA 5A
BalasHapusKrisdianti Nurayu Wulandari BSA 5A
BalasHapusDiah Ayu Nur Azizah (BSA-5A)
BalasHapusPuput Saputri BSA 5A
BalasHapusNur Asroriyah (BSA 5A)
BalasHapusFina Shiddiqoh BSA-5A
BalasHapusKarina Yuwana BSA-5A
BalasHapusAisyah Maimunah BSA-5A hadir..✋✋
BalasHapusnyimak
BalasHapussun auliya chusna (BSA-5B)
BalasHapusArinal Haqqoh BSA 5b hadiroh
BalasHapusAida Asya C.C (BSA 5B)
BalasHapusIlmi Halimah (BSA 5B)
BalasHapusSulis alfaini kamala BSA 5B
BalasHapustasyania litausa al arzaq 12304183058 BSA 5B
BalasHapusNeneng Khoirun Nisa' BSA 5B
BalasHapus