Tampilkan postingan dengan label Akademik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akademik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Januari 2018

Penutupan Daurat al-Tahfidz al-Qur’an

Penutupan Daurat al-Tahfidz al-Qur’an


Pagi ini, Kamis, 18 Januari 2018, Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung mengadakan penutupan program Daurat al-Tahfidz al-Qur’an Angkatan III di Pondok Pesantren Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an di Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung. Acara di mulai pukul 08.30 WIB dan berakhir pada pukul 11.15 WIB.

Senin, 15 Januari 2018

Kalimanis Nan Asri

Kalimanis Nan Asri
Catatan DPL Kalimanis 2


Kamis, 11 Januari 2018, untuk kedua kalinya kaki saya menginjak bumi Kalimanis di bawah kaki Gunung Kawi. Kesan mendalam kembali saya rasakan saat menginjakkan kaki di desa nan asri ini. Sepanjang perjalanan mata saya dimanjakan oleh panorama indah yang menakjubkan. Pesonanya menenangkan hati setiap orang yang memandangnya.

Selasa, 12 September 2017

Dasar dan Tujuan Filsafat Pendidikan Islam


Setiap bangunan kuat memiliki dasar dan pondasi yang kuat. Kualitas pondasi menentukan kokoh dan tidaknya bangunan yang dibangun. Bangunan tidak hanya berbentuk bangunan fisik belaka. Tetapi pengetahuan sesungguhnya juga merupakan bangunan. Kuatnya bangunan ilmu dan pengetahuan yang terejawantahkan dalam bentuk pendidikan sangat bergantung pada dasar dan asas yang menopangnya.

Dasar atau asas pendidikan merupakan landasan berpijak dalam menyusun strategi pendidikan. Asas inilah yang nantinya akan menjadi dasar pijakan pengambilan setiap kebijakan yang ditetapkan untuk meraih tujuan yang diharapkan. 

Dalam al-Qur’an Surat Ibrahim (14); 24-25 disebutkan:

Kamis, 07 September 2017

Kajian Tafsir Tarbawi



Kajian Tafsir Tarbawi

Salah satu dari bukti autentik (i’jaz) al-Qur’an adalah nilai – nilai keuniversalannya, baik dari segi isi, redaksi, maupun pesan sucinya. Al-Qur’an selalu mampu menjadi memberikan jawaban atas berbagai persoalan yang mengemuka di tengah umat manusia. Hanya saja jawaban yang diberikan al-Qur’an tidak serta merta dipahami semua orang. Sebagian orang yang tidak beriman dan tidak percaya akan kemukjizatannya justru semakin ingkar akan kebenaran al-Qur’an.

Semakin al-Qur’an ditentang, semakin ia akan menunjukkan kebenarannya. Begitulah kiranya ungkapan yang tepat untuk menunjukkan keagungan al-Qur’an al-Karim. Kitab suci yang menjadi pedoman bagi umat Islam, khususnya mereka yang muttaqin, bertaqwa kepada Allah SWT. Al-Qur’an hanya akan menjadi petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah (2); 2:

Rabu, 06 September 2017

Sejarah Perkembangan Hadits



Sejarah Perkembangan Hadits

Keberadaaan hadits sebagai salah satu sumber pokok hukum Islam sudah tidak lagi diperdebatkan. Ia adalah sumber kedua setelah al-Qur’an. Umat Islam sanagat menaruh perhatian terhadap hadits. Lantas bagaimana sejarah perkembangan hadits sejak awal kemunculannya hingga saat ini?

Sebelum memasuki pembahasan tersebut lebih jauh ada baiknya dijelaskan pengertian sejarah lebih dahulu. Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lampau yang bisa dibuktikan kebenarannya. Sejarah perkembangan hadits dapat diartikan sebagai masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengalaman umat dari generasi ke generasi. Mulai dari masa kemunculannya, yakni pada masa Rasulullah Muhammad SAW masih hidup sampai saat ini.

Selasa, 29 Agustus 2017

Terminologi Tafsir Tarbawi



Al-Qur’an adalah kitab suci yang diyakini keotentikannya. Keotentikannya telah terbukti dan teruji. Sampai saat ini belum ada seorangpun yang mampu menandinginya. Al-Qur’an sendiri juga melakukan penantangan kepada para pengingkarnya untuk membuat yang semisal dengannya. Menantangnya agar membuat satu surat saja dengan mengajak sesiapapun untuk membantunya selain Allah. Nyatanya sampai saat ini belum ada seorangpun yang mampu melakukannya meski sudah sekian tahun lamanya tantangan itu diberlakukan.

Senin, 28 Agustus 2017

Pengertian dan Bentuk – bentuk Hadits



Pembahasan mengenai hadits selalu saja menarik perhatian, terutama bagi mereka yang ingin mendapatkan pemahaman yang benar tentang ajaran agama yang dianutnya. Ya, hadits diakui sebagai salah satu sumber ajaran islam kedua setelah al-Qur’an. Ia memiliki kedudukan penting bagi umat Islam. Siapa yang tetap berpegang teguh padanya, dijamin tidak akan tersesat selama – lamanya. Demikian sabda Rasul, Muhammad SAW.


Keyakinan umat Islam akan pentingnya hadits Nabi Muhammad SAW sebagai sumber ajaran agama, tentu tidak sembarangan. Paling tidak ada alasan kuat yang mendukung keyakinan itu. Al-Qur’an dalam Surat al-Hasyr (59); 7 menyebutkan:

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (7)

Artinya: Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Q.S. al-Hasyr (59); 7)

Konsep Filsafat Pendidikan Islam

Saat mendengar kata filsafat, sebagian orang akan mengernyitkan dahinya. Merasa berat, atau bahkan takut dengan istilah tersebut. Seolah ia adalah momok yang menakutkan sehingga mesti di jauhi atau bahkan diasingkan dari pergumulan. Tidak salah bila sebagian orang, karena alasan tertentu, melarang atau bahkan mengharamkan belajar filsafat. Lantas, apa sebenarnya filsafat itu?

Jumat, 04 Agustus 2017

KKN: Dari Teoritis ke Praktis



KKN: Dari Teoritis ke Praktis
Oleh: Muhamad Fatoni, M.Pd.I

Salah satu mata kuliah yang harus diselesaikan mahasiswa sebelum memulai mengerjakan skripsi sebagai tugas akhir kuliah adalah Kuliah Kerja Nyata. Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa secara interdisipliner, institusional, dan kemitraan sebagai salah satu wujud dari tridharma perguruan tinggi. Hampir semua perguruan tinggi menyelenggarakan mata kuliah ini, termasuk di dalamnya adalah IAIN Tulungagung, sebagai salah satu PTAIN yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.

Selasa, 23 Mei 2017

Tugas Akhir (Ulumul Qur'an)



Tugas Akhir


Mata Kuliah                : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu        : Muhamad Fatoni, M.Pd.I
Bobot                          : 2 SKS
Fakultas                       : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan                        : PBA II (A, B, C)

Tugas akhir mata kuliah Ulumul Qur’an adalah sebagai berikut:

1.      Mahasiswa melakukan revisi makalah yang telah dipresentasikan sesuai dengan masukan peserta dislusi, instruksi dan saran yang diberikan oleh dosen pengampu saat menyajikan makalah
2.      Revisi makalah dibendel satu kelas diurutkan mulai kelompok satu sampai terakhir
3.      Revisi makalah dikumpulkan berupa soft file dan hard copy yang dibendel dengan menggunakan sampul soft cover
4.      Setiap mahasiswa membuat tugas individu berupa resensi buku tentang Ulumul Qur’an
5.      Tidak dianjurkan meresensi buku dengan judul yang sama dengan mahasiswa lain
6.      Resensi buku berjumlah setidaknya 3 halaman dan maksimal 5 halaman
7.      Resensi diketik dengan menggunakan font time new roman ukuran 12 spasi 1,5 cm
8.      Resensi dikumpulkan bersamaan dengan revisi makalah berupa soft file dan hard copy yang dibendel berdasarkan urutan absen dengan sampul soft cover
9.      Keterlambatan dalam pengumpulan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama tidak akan ditolelir

Hal – hal penting yang harus ada dan diperhatikan dalam membuat resensi:

1.      Mencantumkan foto sampul depan dan belakang buku yang diresensi
2.      Menyebutkan judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, cetakan ke, ISBN, tebal, harga (bila ada) dan peresensi
3.      Menyajikan gaya penulisan buku, hal - hal baru yang menarik, yang ada dalam buku tersebut, perbandingan buku tersebut dengan buku sejenis yang dikarang oleh pengarang yang sama bila ada, kekuatan atau kelebihan yang dimiliki oleh buku tersebut berdasarkan analisa yang dilakukan peresensi
4.      Bagian akhir berupa kesimpulan mengenai hal – hal menarik yang ada pada buku yang diresensi, kemungkinan kelemahan yang terdapat di dalamnya dan saran serta masukan kedepannya menurut peresensi



Tugas Akhir (Hadits)



Tugas Akhir


Mata Kuliah                : Hadits
Dosen Pengampu        : Muhamad Fatoni, M.Pd.I
Bobot                          : 3 SKS
Fakultas                       : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan                        : PAI II (J, K, L)

Tugas akhir mata kuliah hadits adalah sebagai berikut:

1.      Mahasiswa melakukan revisi makalah yang telah dipresentasikan sesuai dengan instruksi dan saran yang diberikan oleh dosen pengampu saat menyajikan makalah
2.      Revisi makalah dibendel satu kelas diurutkan mulai kelompok satu sampai terakhir
3.      Revisi makalah dikumpulkan berupa soft file dan hard copy yang dibendel dengan menggunakan sampul soft cover
4.      Setiap mahasiswa membuat tugas individu berupa resensi buku hadits
5.      Tidak dianjurkan meresensi buku dengan judul yang sama dengan mahasiswa lain
6.      Resensi buku berjumlah setidaknya 3 halaman dan maksimal 5 halaman
7.      Resensi diketik dengan menggunakan font time new roman ukuran 12 spasi 1,5 cm
8.      Resensi dikumpulkan bersamaan dengan revisi makalah berupa soft file dan hard copy yang dibendel berdasarkan urutan absen dengan sampul soft cover
9.      Keterlambatan dalam pengumpulan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama tidak akan ditolelir

Hal – hal penting yang harus ada dan diperhatikan dalam membuat resensi:
1.      Mencantumkan foto sampul depan dan belakang buku yang diresensi
2.      Menyebutkan judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, cetakan ke, ISBN, tebal, harga (bila ada) dan peresensi
3.      Menyajikan gaya penulisan buku, hal - hal baru yang menarik, yang ada dalam buku tersebut, perbandingan buku tersebut dengan buku sejenis yang dikarang oleh pengarang yang sama bila ada, kekuatan atau kelebihan yang dimiliki oleh buku tersebut berdasarkan analisa yang dilakukan peresensi
4.      Bagian akhir berupa kesimpulan mengenai hal – hal menarik yang ada pada buku yang diresensi, kemungkinan kelemahan yang terdapat di dalamnya dan saran serta masukan kedepannya menurut peresensi


Sabtu, 13 Mei 2017

Workshop Penelitian Perspektif Gender Jilid II



Workshop Penelitian Perspektif Gender Jilid II
(LP2M IAIN Tulungagung)


 Bersama DR. K.H. Muntahibun Nafis, M.Pd.I

Hari kedua atau hari terakhir workshop penelitian perspektif gender yang diadakan oleh Pusat Studi Gender, LP2M IAIN Tulungagung berlangsung dengan lancar. Hadir sebagai narasumber dalam sesi kedua ini adalah Anis Masykur. Beliau menyampaikan materinya dengan mantab dan luar biasa.

Di awal paparan materinya beliau menyampaikan keresahan tentang berbagai penelitian yang selama ini ditemuinya saat menjadi seorang reviewer maupun sebagai pembaca hasil penelitian. Menurutnya, banyak sekali penelitian yang hanya berkutat pada penelitian itu sendiri. Artinya penelitian yang dilakukan hanya sebatas untuk memuaskan dirinya sendiri. Mereka meneliti, tetapi penelitian mereka hanya sebatas memaparkan data belaka sehingga efek dari penelitian itu hanya kembali pada dirinya sendiri, bukan pada masyarakat yang sedang ditelitinya. Penelitian cenderung berdampak pada kemasyhuran seseorang sebagai seorang peneliti, tetapi nihil dari manfaat untuk masyarakat yang menjadi objek penelitiannya. Secara kasar beliau menyebutnya dengan istilah “Penelitian Masturbasi”.

 Foto Bersama Narasumber I Prof. Iwan Abdullah, P.Hd.

Penelitian masturbasi beliau gunakan untuk menyebut penelitian yang hanya dilihat, dinikmati dan dirasakan oleh peneliti sendiri tanpa melibatkan objek yang ditelitinya sebagai penikmat hasil penelitiannya. Masuk dalam kategori penelitian semacam ini –menurut Anis, adalah penelitian yang hanya dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan serdos, kenaikan jabatan dan seterusnya. Penelitian semisal yang manfaat dan dampaknya hanya bisa dirasakan oleh peneliti masuk dalam kategori penelitian masturbasi.

Dalam perspektif gender isu utama yang diangkat adalah upaya penyetaraan posisi dan peran perempuan dan laki – laki. Artinya perbedaan yang disebabkan oleh kodrat ilahi dalam penciptaan, tidak seharusnya dijadikan sebuah alasan untuk melakukan hal – hal yang dirasa tidak adil dan cenderung menjadikan posisi perempuan menjadi kelompok subordinat yang termarginalkan. Tradisi dan budaya yang selama ini telah mengakar kuat ditengah – tengah kehidupan masyarakat kita, baik sebagai imbas dari budaya kolonial, etnisitas, paradigm agama dan seterusnya tidak seharusnya menjadi alasan untuk memandang sebelah mata kaum hawa ini. Sebaliknya semua itu harus didobrak dan dilakukan dekonstruksi sehingga tercipta sebuah tatanan yang ideal dan sarat akan kesetaraan. Oleh karenya –Anis Masykur berpendapat, penelitian gender harus memiliki makna pembelaan terhadap perempuan dan menggunakan perspektif yang berbeda.

Jika penelitian gender tidak memiliki  nilai pendobrakan terhadap system yang salah, namun diyakini kebenarannya mengakar kuat dalam tradisi masyarakat, maka sesungguhnya semua itu tidak ada artinya. Lebih baik peneliti diam dirumah, duduk sambil menikmati seduhan kopi torabika saja. Hmm… rasanya dahsyat. Artinya, penelitian gender mutlak harus mampu memberikan solusi atau setidaknya sebuah tawaran riil yang berbeda dan mampu membawa perubahan yang mengarah pada kesadaran akan adanya kesetaraan peran lelaki dan perempuan.



Foto Bersama Narasumber II Anis Masykur


Namun perlu diingat juga, melakukan hal ini bukanlah pekerjaan mudah semudah kita membalikkan telapak tangan. Perlu adanya kebulatan tekad dalam melakukan upaya ini. Saking beratnya, maka Anis Masykur, menyebutnya sebagai jihad. Artinya, dalam melakukan sebuah penelitian apapun itu, termasuk didalamnya gender, harus ada kesadaran bahwa peneliti tidak sekedar meneliti dan mengamati, namun sesungguhnya ia sedang melakukan jihad. Jihad dalam arti melakukan perlawanan pada kedzaliman dan ketidak adilan. Dengan kesadaran jihad ini, maka peneliti tidak akan melakukan penelitian yang hanya bersifat deskriptif, naratif dan argumentative, namun ia akan melakukan sebuah penelitian yang destruktif, konstruktif dan progressif.

Untuk sampai pada penelitian yang berujung pada perubahan memang bukan perkara mudah. Perlu upaya serius dan usaha yang berulang – ulang. Ketelatenan, keuletan dan kesabaran adalah kuncinya. Tanpa semua itu mustahil penelitian akan mampu memberikan dampak perubahan positif terhadap perilaku, sikap dan karakter masyarakat yang diteliti. Ini lah sesungguhnya arti penting dari sebuah pengembangan dan pembangunan riset yang bermutu dan berkualitas.

Dalam penelitian gender paradigma yang dipakai seharusnya adalah holistic dan inter-disipliner, begitu kata Anis Masykur. Artinya, harus secara utuh dan menyentuh berbagai tinjauan keilmuan. Bayangkan saja sejak dahulu perempuan selalu dalam ketertindasan. Peran perempuan dianggap sebagai sampingan yang hanya “melu – melu”. Pantas saja ada istilah Jawa yang bilang, “Suwargo nunut, neroko katut”, satu ungkapan yang sesungguhnya memandang perempuan sebelah mata, seolah hanya sebagai pelengkap belaka.

Banyak para peneliti yang menggunakan perspektif gender tidak sampai pada apa yang diinginkan dari penelitian perspektif ini oleh karena mereka hanya melihat dari satu disiplin keilmuan saja tanpa melibatkan keilmuan yang lain. Taruhlah misalkan hanya menggunakan perspektif agama. Akibatnya, karena penelitian tersebut diawali dengan ketertundukan pada hukum – hukum fiqih yang cenderung condong pada lelaki akibatnya sakralitas dari hukum fiqih tersebut membuat penelian perspektif gender itu menjadi konyol dan gagal menemukan hasilnya. Ini lah yang harus di antisipasi.

 Foto Bersama Ketua P2M dan Peserta Workshop

Beda halnya apabila kajian gender tersebut menggunakan berbagai perspektif, maka semua itu bisa diminimalisir bahkan mungkin akan diperoleh penelitian yang sesuai dengan apa yang sesungguhnya diinginkan. Taruhlah sebagai misal, mengapa dalam hukum akikah itu, bila bayi yang lahir laki – laki, maka kambing yang disembelih adalah dua, bila perempuan, maka satu. Tinjauan fiqih demikian, teks al-Qur’an, dalam hukum waris, menyatakan bagian laki – laki sepadan dengan bagian dua orang perempuan. Apakah hal ini bisa dibilang adil? Bolehkah kita mencoba mendobrak dan memberikan tawaran lain yang lebih mewakili? Ataukah kita hanya akan berhenti pada teks al-Qur’an tersebut? Atau yang sebenarnya diinginkan oleh ayat tersebut, dan bukan sekedar arti tekstualnya saja?

Nah, contoh di atas bisa dilakukan sebagai sebuah upaya untuk melakukan penalaran terhadap berbagai permasalahan yang selama ini muncul dalam bias gender. Anis Masykur memberikan contoh, bahwa dalam kasus sebagaimana di atas sesungguhnya kita juga bisa melibatkan perspektif sejarah, budaya maupun antropologi.

Perlu dicatat, bahwa tradisi Arab ketika mereka menyambut kelahiran seorang bayi, dahulu di masa jahiliyah, sangat berbeda dengan apa yang kita temukan saat ini. Dulu masyarakat Arab akan merasa sangat malu bila mereka memiliki bayi perempuan. Sebaliknya ketika mereka memiliki bayi laki – laki, luapan kegembiraan itu sangat luar biasa, bahkan untuk menyambut kelahirannya, mereka tidak segan – segan membuat pesta besar – besaran sebagai ungkapan kebahagiannya. Lain halnya bila bayi yang lahir perempuan. Jangankan mengadakan pesta, diketahui orang lain saja malu, bahkan tidak jarang mereka membunuh bayi perempuannya dengan menguburnya hidup – hidup. Setelah Rasul di utus maka semua itu dirubah oleh Nabi sehingga keberadaan perempuan semakin dihargai dan diangkat posisinya oleh Nabi beberapa tingkat bila dibandingkan masa jahiliyah. Mereka juga mendapatkan warisan setelah sebelumnya tidak mereka dapatkan di era jahiliyah. Nah, di sinilah nampak peran Nabi dalam membela kaum hawa ini.

Lantas bagaimana kemudian kita sebagai kalangan akademisi menyikapi akan hal ini. Apakah kita akan berhenti pada satu titik, bahwa penelitian itu yang penting bermanfaat bagi saya. Serdos saya dapatkan, urusan mereka berubah atau tidak tergantung hidayah Allah. Kiranya hal ini perlu untuk semakin diperhatikan sehingga diperoleh apa yang semestinya ada.

Isu gender tidak hanya berkutat pada persoalan peran perempuan pada ranah publik, ranah politik, keluarga, materi, kekerasan tetapi juga pada ranah keilmuan. Semua itu sesungguhnya perlu untuk digarap dan diperhatikan. Tidak hanya berhenti pada urusan kuantitatif tetapi juga kualitatif.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…