Mengagungkan Allah
Allah tiada Tuhan yang berhak disembah selain-Nya. Yang menciptakan
langit dan bumi. Tiada kuasa di dunia melebihi kuasa-Nya. Dialah Yang Maha
Segala – galanya.
Sudah menjadi kewajiban bagi seluruh umat manusia untuk selalu mengagungkan
dan memuliakan-Nya. Memuliakan dalam arti sesungguhnya. Tidak hanya ucapan
secara lisan, tetapi juga terejawantahkan dalam bentuk perbuatan.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda:
إن من
إجلال الله إكرام ذي الشيبة المسلم وحامل القرأن غير الغالي فيه والجافي عنه
وإكرام ذي السلطان المقسط (رواه أبو
داود)
Artinya: Sesungguhnya termasuk di antara bentuk pengagungan
kepada Allah adalah memuliakan orang tua yang muslim, penghafal al-Qur’an, yang tidak
berlebihan padanya dan tidak berpaling darinya, dan memuliakan penguasa yang
adil. (H.R. Abu Dawud)
Sebagian di antara cara mengagungkan Allah adalah memuliakan orang
tua yang muslim, hamil al-Qur’an dan penguasa yang adil. Orang tua yang muslim,
yang dimaksud dalam hadis ini bukan hanya orang tua kandung saja. Akan tetapi
semua orang yang usianya di atas kita, terlebih mereka yang telah beruban.
Kata Syaibah dalam hadits di atas artinya adalah uban, sedang dzi
adalah adalah asmaul khamsah yang artinya mempunyai. Jadi dzi syaibah
sesungguhnya memiliki arti orang yang beruban. Uban memang identik dengan tua. Orang
yang telah memasuki usia senja biasanya rambutnya mulai memutih. Rambut yang
berwarna putih inilah yang disebut dengan uban.
Orang jawa, khususnya orang – orang sepuh seringkali mengatakan
kalau rambut mulai memutih itu “tandane wis arep mulih”. Orang yang ubannya sudah banyak menandakan
bahwa sebentar lagi ia akan kembali. Kembali kepada siapa? Ya, tentunya
kembalii kepada ‘Sang Pemilik kehidupan, Allah SWT’. Falasafah Jawa mengatakan
bahwa pada hakikatnya orang hidup di dunia ini hanya sebentar saja. Selama di
dunia ini tugas kita sesungguhnya hanyalah mencari ilmu “Sangkan Paraning
Dumadi”. Ilmu mencari kesejatian hidup, darimana kita berasal, untuk apa
kita hidup dan hendak kemana. Inilah yang harus dijawab oleh setiap orang yang
hidup sehingga saat kembali kepada-Nya, maka kita tidak akan tersesat.
Untuk mengagungkan Allah salah satuu di antaranya adalah
mengagungkan atauu memuliakan mereka yang telah beruban. Orang yang usianya
lebih tua daripada kita. Durhaka kepada mereka sama artinya dengan mendurhakai
Allah. Karenanya Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya agar senantiasa
memuliakan mereka yang tua, terlebih mereka yang telah beruban.
Selanjutnya adalah dengan mengagungkan hamil a-Qur’an. Hamil a-Qur’an
adalah mereka yang diberi keistimewaan oleh Allah untuk menghafalkan al-Qur’an.
Selain hafal mereka juga berusaha untuk melaksanakan semua isi al-Qur’an. Perilaku
mereka mencerminkan al-Qur’an. Kepada mereka, Allah memerintahkan umat Islam
untuk senantiasa memuliakan.
Lain halnya dengan mereka yang menghafal al-Qur’an, namun perilakunya
jauh dari al-Qur’an. Allah tidak memerintahkan kepada umat Islam untuk
memuliakan orang semacam ini. Orang yang hanya menghafal al-Qur’an, namun jauh
dari nilai – nilai yang diajarkan al-Qur’an sesungguhnya orang tersebut adalah
orang yang menghina al-Qur’an. Kemulian sesungguhnya hanyalah bagi mereka yang
mau menjalankan tuntunan al-Qur’an dalam kehidupannya. Apalah arti seseorang
menghafal a-Qur’an, namun perilakunya jauh dari al-Qur’an. Sungguh orang
semacam ini besok akan dilempar ke dalam api neraka.
Selanjutnya adalah memuliakan penguasa yang adil. Penguasa atau
disebut juga dengan istilah ulil amri adalah orang yang menjadi pemimpin di
tengah – tengah masyarakat. Kepada mereka kita harus taat dan memuliakan
asalkan mereka tidak memerintahkan kepada hal yang dilarang oleh ajaran agama, dan
adil dalam kepemimpinannya. Kewajiban untuk menaati pemimpin disebutkan dalam
al-Qur’an Surat al-Nisa’ (4); 59:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي
الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59)
Artinya: Wahai orang – orang yang beriman! Taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Muhammad SAW), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara
kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (Q.S. al-Nisa’ (4); 59)
Sebagai seornag muslim, sudah menjadi kewajiban baginya untuk taat
dan memuliakan pemimpin. Memuliakan dan mentaati pemimpin adalah bagian dari
proses mengagungkan Allah SWT. Selama mereka tetap dalam keadilannya dan
menjadi pemimpin yang bisa amanah dalam menjalankan roda kepemerintahannya,
maka tidak ada alasan bagi umat Islam untuk menolak dan bughat kepadanya.
Semoga bermanfaat
Allahu A'lam
Komentar
Posting Komentar