Orang yang Paling Bahagia dengan Syafaat Rasul
Setiap mukmin pastinya berharap akan syafaat Rasulullah SAW.
Siapapun dia dan apapun statusnya. Berhenti mengharap syafaat Rasul sama
artinya ingin masuk ke dalam neraka. Tanpa syafaat Rasulullah sepertinya tidak
ada di antara umat manusia yang patut untuk memasuki surga. Surga adalah tempat
yang penuh dengan kenikmatan, yang dijanjikan Allah untuk mereka yang beriman
dan beramal shaleh.
Sungguhpun setiap manusia mengharap akan syafaat Rasulullah, akan
tetapi belum tentu syafaat Rasulullah SAW akan diberikan kepadanya. Oleh karenanya
sudah suatu keharusan bagi setiap orang yang berharap akan syafaatnya untuk
senantiasa berhubungan secara ruhani dengannya. Caranya adalah dengan
memperbanyak shalawat kepadanya dalam setiap waktu dan kesempatan.
Membaca shalawat termasuk ibadah yang sangat dianjurkan oleh
syariat agama. Bahkan para ulama menganggap bahwa shalawat adalah amal yang
utama. Bagaimana tidak, satu – satunya perintah Allah yang Ia juga melakukannya
beserta seluruh malaikat adalah shalawat. Coba saja telaah ayat al-Qur’an yang
terdapat dalam Surat al-Ahzab (33); 56:
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (56)
Artinya: Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat
atas Nabi, Wahai orang – orang yang beriman bacalah shalawat kepadanya dan
sampaikanlah salam (kepadanya). (Q.S. al-Ahzab (33); 56)
Shalawat adalah satu – satunya amal ibadah yang diperintahkan Allah
dan Dia sendiri juga memberikan contoh. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
shalawat sebagai salah satu ibadah bagi umat Islam. Jika Allah saja bershalawat
atas Nabi Muhammad SAW, lantas apa yang menghalangi kita untuk membaca shalawat
kepadanya? Sungguh celaka orang yang tidak mau bershalawat kepadanya, apalagi
orang yang tidak senang dengan orang yang bershalawat.
Semakin banyak kuantitas shalawat yang kit abaca, maka semakin
terbuka lebar pintu syafaat Rasulullah SAW untuk kita. Maka, jangan ragu – ragu
untuk memperbanyak membaca shalawat kepadanya. Shalawat apa saja, semuanya
baik, yang tidak baik adalah yang tidak mau dan membenci shalawat. Namun,
memang harus diingat bahwa setiap shalawat memiliki manfaat yang berbeda. Kenapa
berbeda? Semua itu tergantung pada rangkain do’a yang tersusun dalam shalawat
tersebut.
Setiap orang beriman dan yang mau bershalawat kepada Rasulullah
akan mendapatkan syafaatnya. Syafaat Rasulullah SAW atas umatnya, tentu tidak
akan sama antara yang satu dengan lainnya. Semua bergantung pada tingkat
kualitas dan kuantitas seseorang dalam bershalawat kepadanya. Semakin banyak
shalawat yang dibaca dan semakin baik kualitasnya, tentu akan mendapatkan
prioritas utama di sisinya. Ibarat orang yang bekerja pada sebuah perusahaan,
pasti manajernya akan mengevaluasi bagaimana kinerja bawahannya. Jika baik,
maka semakin naik posisinya dan semakin besar upah yang diterimanya. Demikian halnya
dengan shalawat seorang mukmin kepada Rasulullah SAW.
Lantas siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaat Rasulullah
SAW kelak di yaumul kiyamah? Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
disebutkan:
عن أبي
هريرة رضي الله عنه أنه سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم: من أسعد الناس بشفاعتك
يوم القيامة؟ فقال: أسعد الناس بشفاعتي
يوم القيامة من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه (رواه البخاري)
Artinya: Dari Abu Hurairah R.A. Sesungguhnya beliau bertanya
kepada Rasulullah SAW.: “Siapa yang paling berbahagia mendapatkan syafaatmu di
hari kiyamat?”. Rasulullah SAW. menjawab: “Manusia yang paling berbahagia
mendapatkan syafaatku di hari kiyamat ialah orang yang membaca, Laa ilaaha illa
Allah dengan ikhlas dari dalam hatinya.” (H.R. Bukhari)
Orang yang paling bahagia dengan syafaat Rasulullah SAW di hari
kiyamat adalah orang yang membaca “Laa ilaaha Illa Allah” dengan ikhlas dari
dalam hatinya. Tentunya bukan hanya sekedar membaca, tetapi ia mampu
memantapkan kalimat tauhid itu di dalam hatinya dan mengimplementasikannya
dalam kehidupan sehari – hari.
Ikhlas tidak hanya sebatas ungkapan secara lisan. Tetapi ikhlas itu
berasal dari lubuk hati yang paling dalam. Berapa banyak orang yang mengatakan
ikhlas, akan tetapi nyatanya masih sering menyebut – nyebut apa yang ia
lakukan. Seringkali membanggakan apa yang dikerjakannya sekedar ingin
mendapatkan pujian. Ikhlas menjadi unsur yang penting dalam setiap amal ibadah
yang dilakukan.
Seorang ulama sufi mengatakan dalam fatwanya:
الناس
كلهم هلكى إلا العالمون والعالمون كلهم هلكى إلا العاملون والعاملون كلهم هلكى إلا
المخلصون والمحلصون على خطار عظيم
Artinya: Setiap manusia itu rusak (amalnya) kecuali orang –
orang yang pandai. Orang yang pandai itu rusak (amalnya) kecuali orang yang mau
mengamalkan ilmunya. Orang yang mengamalkan ilmunya itu rusak (amalnya) kecuali
orang yang ikhlas dalam amalnya. Dan orang yang ikhlas itu masih dalam tanda
tanya besar.
Keikhlasan seseorang dalam amal perbuatan yang sesuai dengan
ilmunya masih berada dalam tanda tanya besar. Apakah keikhlasannya itu benar –
benar murni, ataukah masih bercampur dengan yang lain.
Para ulama membagi tingkatan ikhlas itu menjadi tiga tingkatan,
yaitu ikhlasul abidin, zahidin dan arifin. Ikhlasul abiding adalah keikhlasan
seorang hamba dalam ibadah yang masih memiliki orientasi baik dunia maupun
akhirat. Kalaupun ia berdoa, maka ia masih berharap untuk mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Ikhlasul zahidin adalah
ikhlasnya orang yang ahli zuhud kepada Allah. Dalam ibadah, tidak ada lagi
orientasi untuk kehidupan dunia, yang ada hanya untuk kepentingan akhirat. Dunia
bagi ahli zuhud hanyalah kehidupan fana yang hina, yang kekal hanyalah akhirat.
Adapun ikhlasul arifin adalah ikhlasnya orang yang sudah ma’rifah. Mereka tidak
lagi memandang dunia dan akhirat yang ada baginya hanyalah Allah. Mereka beribadah bukan karena ingin dunia,
ingin surga dan jauh dari neraka, tidak untuk itu semua. Mereka ibadah hanya
karena Allah semata. Di manapun tempat mereka dikembalikan, bukanlah persoalan
bagi mereka asalkan Allah selalu meridlai mereka.
Bagi seorang arifin, yang terpenting bukan urusan masuk surga atau
neraka. Ridla Allahlah yang diharapkan. Mereka ibadah semata ingin mendapat
Ridla Allah. Kunci dari segalanya adalah ridla-Nya. Meskipun di neraka asalkan
mendapat ridla-Nya, seseorang tidak akan merasakan panasnya api neraka. Buktinya,
malaikat Malik penjaga neraka, tidak pernah mengeluh meski ia ditempatkan
sebagai penjaga neraka.
Orang yang ikhlas dalam amalnya masih berada dalam tanda tanya
besar. Termasuk dalam kategori yang manakah keikhlasan yang ada dalam hatinya. Jika
ikhlasnya masih bercampur dengan cinta dunia, artinya ikhlasnya belumlah murni
seratus persen karena Allah. Jika demikian halnya, tentu masih sangat berbahaya
dan belum ada jaminan bagi seseorang masuk surga apalagi mendapat ridla-Nya.
Keikhlasan seseorang dalam mengucapkan “Laa ilaaha illa Allah”
secara totalitas, akan menbawanya kepada kebahagiaan di hari kiyamat. Kebahagiaan
saat ia mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW. Persaksian bahwa tidak ada
tuhan yang berhak di sembah selain Allah, pastilah menumbuhkan konsekuensi pada
pengakuan bahwa Nabi Muhammad SAW. itu utusan Allah. Kesungguhan pengakuan itu
akan menjadikannya sebagai orang yang taat kepada semua perintah dan
larangan-Nya. Termasuk di dalamnya adalah meneladani Nabi Muhammad SAW. sebagai
panutan hidup.
Orang yang secara sungguh – sungguh meneladani Nabi Muhammad SAW
sebagai panutannya, pasti akan memperbanyak hubungan dengannya dengan
memperbanyak shalawat. Shalawat adalah wasilah baginya untuk sampai pada hadlrah
qudsiyah-Nya Allah SWT. Tanpa syafaat
Rasulullah semua amal akan sia – sia dan tidak ada diantara kita yang pantas
untuk memasuki surga.
Semoga Bermanfaat...
Allahu A'lam...
Komentar
Posting Komentar