Idul Fitrikah Kita???



Idul Fitrikah Kita?

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar
Laa Ilaaha Illallaahu Allahu Akbar
Allahu Akbar wa Lillahilhamdu

Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar
Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, Allah Maha Besar
Allah Maha Besar dan Bagi Allah segala bentuk pujian


Gemuruh suara takbir membahana di malam itu, menandakan berakhirnya bulan Ramadlan dan dimulainya bulan Syawwal. Tamu Allah yang mulia telah meninggalkan umat Islam, setelah sebulan lamanya ia menemani umat Islam, memberikan berkah dan ampunan, melipatgandakan pahala semua amal perbuatan yang ikhlas karena-Nya semata. Seluruh penduduk langit berurai air mata, merasakan kesedihan yang mendalam karena berpulangnya Ramadlan yang mulia kesisi-Nya. Andai saja umat Islam tahu apa yang ada di bulan Ramadlan, pasti mereka berharap sepanjang tahun adalah Ramadlan. Namun sayang, kebanyakan tidak menyadari keagungan Ramadlan.

Lain halnya dengan penduduk langit, umat manusia menghantar kepergian Ramadlan dan menyambut kedatangan Syawwal dengan luapan kegembiraan. Setelah sebulan lamanya mereka menahan lapar dan dahaga, kini tiba saatnya mereka mencurahkan segala bentuk kegembiraan, menyantap nikmatnya kopi di pagi hari, lezatnya makanan di siang hari. Tanda bahwa semua larangan dan pantangan selama Ramadlan, kini telah kembali diperbolehkan.

Beragam cara yang ditempuh anak Adam untuk meluapkan segala bentuk kegembiraan. Menghias tiap ruas jalan, rumah, dengan pernak – pernik yang serba indah. Tidak peduli berapa rupiah yang mereka keluarkan demi dan untuk meluapkan rasa kegembiraan. Tak terkecuali pakaian dan aneka ragam aksesoris yang ikut serta menambah marak dan indahnya suasana lebaran. Bunyi petasan di sana sini, balon udara dinaikkan untuk menandai datangnya Idul Fitri.

Setiap rumah menyiapkan aneka ragam makanan dan minuman. Dari makanan ringan sampai hidangan yang lezat dan mahal, -asal goceknya ada, disiapkan untuk menghormat siapa saja yang datang. Boleh jadi handai tolan, karib kerabat, tetangga, sahabat dan siapa saja yang datang hendak menyambung tali silaturrahim. Sungguh suasana yang hanya bisa dijumpai sekali dalam setahun. Suasana yang penuh keakraban, kehangatan pertanda datangnya hari Idul Fitri.

Ya, hari itu adalah hari Idul Fitri, hari raya umat Islam. Idul Fitri sendiri sesungguhnya berasal dari bahasa Arab, عيد dan الفطر . عاد يعود عيد  artinya kembali, sementara kataالفطر  artinya suci. Idul Fitri secara bahasa mengandung arti kembali suci. 

Setelah selama kurang lebih sebulan lamanya umat Islam menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadlan, umat Islam akan berjumpa dengan Idul Fitri di tanggal 1 Syawwal. Umat Islam akan mendapatkan kemenangan setelah sebelumnya berjuang menahan nafsunya sebulan lamanya. Kemenangan itu akan menjadikannya kembali suci, tanpa dosa, sebagaimana ia dilahirkan dari rahim ibunya untuk pertama kali, karena semua dosanya telah di ampuni oleh Allah. Rasulullah SAW bersabda:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري)

Artinya: (BUKHARI - 37) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salam berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Fudlail berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Abu Salamah dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". (H.R. Bukhari)

Siapa saja yang melaksanakan puasa Ramadlan semata karena iman dan mengharap ridla Allah, maka Allah akan mengampuni semua dosa yang telah diperbuatnya di masa lalu. Curahan ampunan Allah akan diberikan kepada mereka yang mau melaksanakan ibadah puasa Ramadlan dengan penuh keikhlasan. Pada akhirnya, begitu mereka keluar dari bulan suci Ramadlan, mereka suci kembali, tanpa dosa, sebagaimana pertama kali dilahirkan dari rahim ibunya.

Akan tetapi apakah semua orang yang berpuasa dan merayakan Idul Fitri benar – benar kembali suci sebagaimana dilahirkan dari rahim ibunya? Coba sekarang kita koreksi bersama.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال رب صائم ليس له من صيامه إلا الجوع ورب قائم ليس له من قيامه إلا السهر (3250) (رواه النسائي)

Artinya: Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW beliau bersabda: “Berapa banyak orang yang puasa, yang tiada ia peroleh dari puasanya itu, melainkan rasa lapar, dan berapa banyak orang yang qiyam lail (beribadah di waktu malam), yang tiada ia peroleh dari qiyamnya, melainkan bergadang”. (H.R. al-Nasai)

Ternyata ada di antara umat Islam yang berpuasa di bulan Ramadlan, melaksanakan qiyam lail dan berbagai ibadah lain, namun mereka tidak mendapatkan apa – apa melainkan rasa lapar dan dahaga. Itu artinya Idul Fitri yang mereka rayakan pun ternyata tidak menunjukkan bahwa mereka kembali suci sebagaimana bayi yang baru lahir, tanpa dosa. Mereka hanya mendapatkan hingar bingar perayaan Idul Fitri, namun kefitrian, sama sekali tidak menghampirinya.

Boleh jadi pakaian yang dikenakan serba baru, kalau perlu sepeda motor dan mobilnya pun juga baru. Tetapi nuansa fitri sebagaimana yang disebutkan dalam syariat Islam sama sekali tidak mereka raih. Idul Fitri hanya sebatas perayaan lahiriyah yang jauh dari ampunan Allah SWT.

Orang semacam ini sesungguhnya adalah orang yang sangat merugi, namun mereka tidak menyadari. Kegembiraan yang mereka rasakan telah berlebih hingga menutup segala bentuk hidayah Allah. Pintu hati mereka telah terkunci rapat, telinga mereka tuli, mata merekapun buta. Allah berfirman:

خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (7)

Artinya: Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup da mereka akan mendapat adzab yang berat. (Q.S. al-Baqarah (2); 7)

Orang – orang yang bersua dengan Ramadlan, namun mereka tidak mendapatkan keutamaannya sesungguhnya sangat merugi. Merugi karena penglihatan mereka telah tertutup, tidak mampu melihat mana yang benar dan mana yang salah. Pendengaran mereka terkunci hingga tidak mampu mendengar suara kebenaran. Hati mereka juga terkunci rapat sehingga hidayah yang seharusnya didapat tidak masuk ke dalam hatinya. Na’udzu Billah.

Idul Fitri tidak mereka dapatkan, namun yang didapat hanyalah idul futhur, kembali sarapan. Jika sebelumnya di bulan suci Ramadlan mereka tidak diperkenankan untuk menyantap makanan dan minuman pada waktu siang hari, maka setelah Ramadlan berakhir, mereka kembali melakukan aktifitas yang sebelumnya menjadi kebiasaan mereka, sarapan, menikmati kopi dan sebagainya. Jika sebelumnya setan – setan dibelenggu, mereka bersedih karena tidak lagi bisa menggoda anak cucu Adam berbuat maksiat, maka mereka kembali dilepaskan dan menggodanya untuk berbuat maksiat dan kemungkaran. 

Coba saja sekarang kita koreksi diri, benarkah kita kembali kepada fitrah atau hanya sekedar sarapan lagi. Ingat, selama Ramadlan masjid, surau dan tempat – tempat lain riuh ramai dengan suara mereka yang sedang tadarus, berbagi ta’jil, pengajian dan sebagainya. Lantas bagaimana saat selesai shalat Id? Adakah tetap ramai atau shaf barisan shalat, nyaris tak ada satu baris?

Saat Ramadlan, kita terbiasa membaca al-Qur’an berjuz – juz dalam sehari semalam, lantas bagaimana saat Idul Fitri tiba? Adakah kebiasaan itu tetap melekat dalam diri kita atau sebaliknya, selembar pun berat rasanya? Bangun di tengah malam untuk menunaikan sahur, kemudian shalat tahajud, mujahadah, wiridan sampai menjelang subuh, kerap kita lakukan saat Ramadlan. Lantas, apakah kebiasaan itu tetap bertahan setelah Idul Fitri? Hal ini lah yang seharusnya menjadi perhatian kita saat Idul Fitri tiba. Muhasabah dan mengoreksi setiap perubahan yang ada dalam diri kita.

Syawwal artinya peningkatan. Idul Fitri yang merupakan salah satu di antara momen istimewa yang ada di bulan Syawwal sesungguhnya adalah tempat bagi kita untuk selalu mawas diri. Berusaha untuk senantiasa membenahi diri agar menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Bila sebelumnya shalat kita kurang baik, maka Idul Fitri, bulan Syawwal adalah momen yang baik untuk meningkatkan kualitas shalat kita. Bila sebelumnya ibadah kita seringkali kurang tepat, maka Syawwal adalah tempat bagi kita untuk memperbaikinya.

Idul Fitri bukan sekedar kita berpakain serba baru, makan makanan yang lezat dan sebagainya, tetapi Idul Fitri adalah bagi mereka yang imannya semakin bertambah di hadapan Allah SWT. Para guru agama sering mengatakan:

ليس العيد لمن لبس الجديد وطعمه لذيذ ولكن العيد لمن طاعته تزيد

Artinya: Bukanlah hari raya itu milik seseorang yang memakai pakaian baru, makanannya lezat, tetapi hari raya itu milik mereka yang taatnya semakin bertambah.

Hari raya adalah milik orang yang berpuasa dan menjalankan ibadah kepada Allah dengan penuh ketaatan kepada-Nya hingga saat Idul Fitri tiba, ketaatan mereka semakin bertambah kepada-Nya. Idul Fitri bukan sekedar bagi mereka yang merayakannya dengan mengenakan pakain serba baru, makanan lezat dan semacamnya, namun hati mereka jauh dari Allah SWT. Idul Fitri adalah kembali suci, tanpa dosa sebagaimana kita dilahirkan dari rahim ibu untuk pertama kalinya, bukan milik mereka yang sekedar kembali menyantap sarapan dan menikmati lezatnya kopi di pagi hari ataupun menghisab rokok di siang hari. Semoga kita kembali fitri…

Semoga Bermanfaat
Allahu A'lam

Komentar