Prasangka Baik
Prasangkan baik dalam istilah agama disebut dengan husnudzan. Husnudzan
adalah hal penting yang harus diupayakan oleh setiap orang. Memang dalam
kehidupan sehari – hari kita seringkali dihadapkan pada berbagai persoalan yang
kerap kali melibatkan orang lain. Sudah menjadi kodrat manusia bahwa dalam
kehidupannya selalu membutuhkan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang
akan terus bersinggungan antara satu dengan yang lainnya.
Dalam proses komunikasi itulah seringkali terjadi hal – hal yang mungkin
sebelumnya tidak terpikirkan dan tidak diinginkan. Hal ini sangat wajar karena
beda kepala, beda pemikiran. Lain orang lain pula perangainya. Inilah yang
biasanya sering menimbulkan rasa tidak enak hati, berujung pada pikiran kotor
yang mengarah pada su’udzan, buruk sangka. Buruk sangka muncul sebagai akibat
dari ketidak percayaan seorang kepada yang lain sehingga menimbulkan kecurigaan
yang berlebihan. Kecurigaan berlebihan itulah yang menimbulkan jeleknya
prasangka.
Sebagai seorang mukmin, maka sudah sepatutnya kita berusaha
menjauhkan diri dari sifat buruk sangka. Sifat buruk sangka kita buang, diganti
dengan baik sangka. Berkaitan dengan keutamaan sifat baik sangka, Rasulullah
SAW bersabda:
خصلتان
ليس فوقهما شيئ من الخير حسن الظن بالله وحسن الظن بالمسلمين
Artinya: Dua hal, tidak ada satu pun dari kebaikan yang lebih
baik dari padanya, berprasangka baik kepada Allah, dan berprasangka baik kepada
orang – orang Islam.
Prasangka baik sangat dianjurkan, terutama prasangka baik kepada
Allah dan umat Islam. Terkadang sebagian di antara kita berprasangka buruk
kepada Allah, manakala Allah tidak kunjung memberikan ijabah atas do’a yang
dipanjatkan. Akibatnya seringkali mengeluh dan protes terhadap ketentuan yang
telah digariskan oleh Allah. tidak jarang karena saking tidak terimanya atas
keputusan Allah, ia meninggalkan semua perintah-Nya dan justru mengerjakan
larangan – larangan-Nya. Orang semacam ini telah keblinger dan keluar dari
jalan yang diridlai Allah SWT. Bagi mereka laknat Allah dan adzab yang pedih.
Bagi orang beriman, ketentuan Allah adalah yang terbaik baginya. Mereka
kan berprasangka baik kepada Allah. Meyakini bahwa di balik semua peristiwa
yang telah ditentukannya terdapat hikmah dan kebaikan bagi dirinya. Jika Allah
memberikan ijabah atas do’a yang dipanjatkannya, maka ia akan bersyukur dan
memuji kemaha besaran Allah. Sebaliknya, bila ternyata do’a mereka tidak
diijabahi, mereka akan sabar dan khusnudzan kepada Allah bahwa apa yang
diberikan Allah adalah yang terbaik bagi dirinya.
Seorang mukmin akan selalu menyandarkan hatinya kepada Allah.
Baginya, Allah adalah segala – galanya. Dunia beserta isinya hanyalah makhluk. Yang
memberikan baik dan buruk adalah Allah. Karenanya, orientasi hidup yang hakiki
bagi mereka adalah mendapatkan ridla-Nya, bukan ijabahnya do’a yang mereka
panjatkan. Do’a bagi mereka hanya sekedar menjalankan kewajiban sebagai seorang
hamba kepada Tuhannya. Urusan ijabah dan tidaknya terserah kehendak-Nya. Sebab
itulah mereka selalu khusnudzan terhadap semua ketentuan Allah.
Tidak hanya kepada Allah seorang mukmin husnudzan. Seorang mukmin
akan husnudzan kepada siapa saja terlebih kepada sesama muslim. Sesama muslim adalah saudara. Rasulullah mengibaratkan
mereka bagaikan bangunan yang kokoh yang satu sama lain saling menguatkan. Mereka
juga laksana satu tubuh. Bila satu anggota tubuh sakit, maka sebagian yang lain
juga turut merasakan sakit dengan demam dan berjaga (tidak tidur). Itulah gambaran
mukmin satu dengan lainnya. Mereka saling menjaga, menguatkan dan bersinergi
satu sama lain.
Seorang yang husnudzan kepada Allah, maka Allah akan memberikan
kepadanya kebaikan sebagaimana yang disangkanya. Dalam suatu riwayat Rasulullah
SAW bersabda:
أنا عند
ظن عبدي بي إن خيرا فخير وإن شرا فشر
(رواه أبو نعيم والطبراني عن وائلة)
Artinya: Saya tergantung pada prasangka hamba-Ku kepada-Ku, jika
ia berprasangka baik, maka (Aku) akan membalas kebaikan, dan jika (prasangka
hamba) jelek, maka (Aku) akan membalas kejelekan. ( H.R. Abu Nu'aim dan Thabrani dari Wailah)
Baiknya prasangka kepada Allah akan berakibat pada baiknya balasan yang
diberikan Allah kepadanya. Sebaliknya, buruknya prasangka seorang hamba kepada
Allah akan berbuah pada buruknya balasan Allah kepadanya. Menata hati untuk
selalu husnudzan terhadap segala ketentuan yang telah digariskan Allah,
bukanlah perkara mudah. Perlu dilatih dan diupayakan secara terus – menerus hingga
tercapainya kondisi hati yang terus husnudzan kepada-Nya. Tanpa upaya secara
kontinyu tentu semua itu mustahil akan terwujud dalam diri manusia.
Hambatan dan tantangan akan terus ada. Tetapi hambatan dan
tantangan itu bukanlah hal yang harus ditakuti, melainkan harus dihadapi dan
diatasi. Ketidak beranian menghadapi sebuah tantangan akan berujung pada
buruknya kegagalan. Keberanian menghadapi masalah dan kemampuan mengatasinya
akan semakin menambah wawasan dan kebijakan diri yang akan mengantarkan
seseorang pada kematangan dan kedewasaan dalam menghadapi hidup. Keberanian menghadapi
semua tantangan itu sesungguhnya muncul dari adanya rasa percaya diri dan
husnudzan terhadap semua ketentuan yang digariskan Allah.
Husnudzan juga memberikan manfaat positif bagi seseorang, yakni
dengan kematian yang husnul khatimah. Disebutkan dalam sebuah riwayat:
وعن
الإمام الشافعي: من أحب أن يختم بخير فليحسن الظن بالناس
Artinya: Dari Imam Syafi’i; Barangsiapa senang apabila ia
berakhir dengan baik (husnul khatimah) , maka hendaknya ia berprasangka baik
kepada manusia.
Husnudzan akan mengantarkan seseorang pada akhir yang baik. Baik akhir
di dunia maupun di akhirat. Di dunia seorang yang selalu husnudzan akan hidup
dengan bahagia tanpa beban, sementara mereka yang dipenuhi oleh kecurigaan dan
su’udzan akan dipenuhi dengan kekhawatiran, kecemasan dan ketidak tenangan
selama hidup. Akibatnya akan muncul berbagai penyakit yang menghampirinya,
hidupnya akan penuh dengan masalah. Dunia seolah menjadi penjara yang
menyebabkannya terbelenggu dan terjerumus pada kehancuran.
Hasil apa yang ingin kita dapatkan dalam hidup ini, sesungguhnya
semua kembali kepada diri kita sendiri. Bila kita ingin kebaikan dalam hidup,
kebahagiaan dan ketenangan, kembali kepada-Nya dengan husnul khatimah, maka
tempatkan husnudzan dalam hati. Penuhi hati dengan prasangka baik, maka semua
itu akan bisa diraih. Sebaliknya bila kita menginginkan kehidupan yang penuh
dengan kesusahan, ketidak bahagiaan, kembali kepada-Nya dengan su’ul khatimah,
maka tanamkan dalam hati sikap su’udzan. Su’udzan akan mengantarkan pemiliknya
ke dalam api neraka yang manyala.
Sungguhpun sikap khusnudzan sulit untuk didapatkan, tetapi tidak
dibenarkan bila kita tidak berupaya untuk mendapatkannya. Perjuangan untuk
mendapatkannya harus dilakukan agar hati diselamatkan dari berbagai penyakit
hati yang menyebabkan semua ibadah tak berarti. Dengan terus – menerus berjuang
untuk meraih sikap husnudzan, maka semua itu akan diijabahi oleh Allah
SWT. Allah berfirman dalam Surat
al-Ankabut (29); 69:
وَالَّذِينَ
جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ
الْمُحْسِنِينَ (69)
Artinya: Dan orang – orang yang bersungguh – sungguh dalam
menuju jalan Kami, pasti Kami akan menunjukkan jalan – jalan Kami. Sesungguhnya
Allah benar – benar bersama orang – orang yang berbuat kebaikan. (Q.S.
al-Ankabut (29); 69)
Semoga Bermanfaat...
Allahu A'lam
Komentar
Posting Komentar