Taubat Nasuha
(Oleh: Muhamad Fatoni, M.Pd.I)
Tiada
manusia yang luput dari kesalahan. Setiap anak cucu Adam pernah melakukan
kesalahan. Siapapun dan apapun jabatannya, semua pernah berbuat salah.
Karenanya tidak perlu merasa lebih dari yang lain. Merasa lebih baik, lebih
hebat, lebih suci dan perasaan – perasaan lebih yang lain. Nampaknya kelebihan
yang ada pada diri dikarenakan Allah masih menutup aibnya dari orang lain.
Begitu Allah membukanya, semua akan nampak buruk, bahkan nyaris tanpa kebaikan
sama sekali. Rasul SAW bersabda:
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
مَسْعَدَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ
وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ (رواه ابن ماجة)
Artinya:
(IBNUMAJAH - 4241) : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani' telah
menceritakan kepada kami Zaid bin Hubab telah menceritakan kepada kami Ali bin
Mas'adah dari Qatadah dari Anas dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Semua bani Adam pernah melakukan kesalahan, dan
sebaik-baik orang yang salah adalah yang segera bertaubat." (H.R. Ibnu Majah)
Semua
anak cucu Adam pernah melakukan kesalahan, baik kesalahan besar maupun kecil.
Sebaik – baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat
kepada Allah SWT. Berbuat salah itu wajar, namun jangan sampai perbuatan salah
menjadikan seseorang menjadi berlarut – larut dalam keterpurukan. Merasa
dirinya hina, rendah dan tidak berguna. Tetapi jangan pula sebaliknya, karena
menganggap kesalahan adalah kewajaran, lantas selalu berbuat salah dengan dalih
sifat manusiawinya.
Segala
bentuk berlebih – lebihan tidak dibenarkan oleh agama. Berlebihan dalam
makanan, minuman, berpakaian, perbuatan dan sebagainya. Berlebihan – lebihan
dalam hal apapun sesungguhnya adalah jebakan dari syaitan. Karenanya setiap
perilaku harus senantiasa di teliti, jangan sampai masuk dalam perangkap
syaitan. Berlebihan dalam penyesalan bisa jadi menyebabkan seseorang berputus asa
dari rahmat Allah SWT. Akibatnya, bukannya dia berusaha untuk bangkit dan
memperbaiki diri, sebaliknya justru terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan yang
lebih dalam, bahkan ada juga yang mencoba mengakhiri hidupnya dengan menenggak
racun, melukai diri dan sebagainya. Semua itu akibat dari tipu daya syaitan
yang selalu menggoda hati manusia.
Betapapun
banyak kesalahan yang dilakukan seseorang, rahmat dan ampuan Allah SWT lebih besar dan luas
dari semua kesalahan tersebut. Oleh sebab itu tidak ada suatu alasan apapun
yang bisa dibenarkan untuk berputus asa dari rahmat dan ampunan-Nya. Sebaik –
baik orang yang berbuat salah adalah yang mau bertaubat memohon ampunan
kepada-Nya atas semua dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan di masa lalu.
Apa
sesungguhnya taubat itu? Secara harfiyah taubat itu adalah bentuk masdar dari
kata kerja taaba – yatuubu – taubatan, yang artinya adalah kembali.
Orang yang berbuat kesalahan ibaratnya adalah orang yang salah jalan. Ibarat
kereta api, ia keluar dari jalur rel yang telah ditetapkan. Karenanya setelah
menyadari akan jalurnya yang salah, ia harus kembali pada jalur yang telah
ditentukan agar tidak berlarut – larut dalam kesalahan.
Secara
sederhana taubat bisa diartikan sebagai rasa penyesalah atas semua kesalahan
yang telah dilakukan, berusaha untuk memperbaikinya dan berjanji untuk tidak
mengulangi. Taubat nasuha adalah taubat yang dilakukan secara sungguh –
sungguh, bukan hanya sekedar dilisan saja, namun juga diwujudkan dalam bentuk
perbuatan nyata. Setidaknya dalam taubat itu terdapat tiga aspek yang mesti
ada, pertama adalah penyesalan, kedua memperbaiki kesalahan yang lalu, dan
ketiga berjanji untuk tidak mengulangi.
Orang
yang bertaubat dengan taubat nasuha, akan diampuni dosanya yang telah lalu.
Allah mencintai orang – orang yang bertaubat dan akan memberikan ampunan kepada
mereka. Taubat akan tetap diterima selama nyawa belum sampai di tenggorokan.
Sebaliknya, taubat tidak akan diterima saat nyawa telah sampai di tenggorakan.
Sebagai contoh adalah taubatnya Fir’aun.
Fir’aun
adalah musuh Nabi Musa A.S. Ia ingkar akan kenabian dan kerasulannya. Kelebihan
yang diberikan Allah kepadanya, ternyata bukannya menjadikan dia sebagai orang
yang bersyukur. Alih – alih bersyukur atas nikmat tersebut, Fir’aun justru
memproklamirkan dirinya sebagai tuhan. Semua rakyatnya diwajibkan untuk
menyembahnya. Siapa saja yang menolak mengakuinya sebagai tuhan, maka akan
mendapatkan siksanya yang pedih atau bahkan dibunuh. Bahkan, kekhawatiran
Fir’aun atas ramalan ahli nujum, bahwa kelak akan lahir seorang anak lelaki
dari Bani Israil yang akan mengakhiri kekuasaanya, menyebabkan dia mengeluarkan
kebijakan untuk membunuh setiap bayi lelaki dari Bani Israil.
Tetapi,
Allah berkehendak lain. Nabi Musa A.S. lahir dan selamat dari pembantaian Fir’aun.
Bahkan, Nabi Musa A.S. justru di asuh dan dibesarkan di istananya setelah
istrinya, Asiyah menemukannya terapung di sungai Nil. Sungguh , betapa Allah
itu sebaik – baik pembuat makar. Makar yang direncanakan oleh Fir’aun,
dihancurkan oleh makar-Nya.
Setelah
pengejaran Fir’aun terhadap Nabi Musa A.S. dan para pengikutnya. Nabi Musa A.S.
dan para pengikutnya yang terlebih dahulu telah sampai di seberang laut,
sementara Fir’aun dan bala tentaranya yang masih berada di tengan lautan itu
ditenggelamkan oleh Allah. Nabi Musa A.S. memukulkan tongkatnya sesampainya di
tepi. Kembalilah jalan yang terbuka itu menjadi tertutup oleh air laut yang
berlimpah. Fir’aun kaget dan tercengang. Saat itulah ia menyatakan keimanannya
kepada Tuhan Musa dan Harun, tetapi semuanya telah terlambat. Kejadian ini
diabadikan oleh al-Qur’an Surat Yunus (10); 90 – 92:
وَجَاوَزْنَا
بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا
وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آَمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا
الَّذِي آَمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ (90)
آَلْآَنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (91) فَالْيَوْمَ
نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آَيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ
النَّاسِ عَنْ آَيَاتِنَا لَغَافِلُونَ (92)
Artinya:
Dan Kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir’aun dan bala
tentaranya mengikuti mereka, untuk mendzalimi dan menindas (mereka). Sehingga
ketika Fir’aun hampir tenggelam dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan
yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang – orang Muslim
(berserah diri).” Mengapa baru sekarang (kamu beriman), padahal sesungguhnya
engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat
kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat menjadi
pelajaran bagi orang – orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengindahkan tanda – tanda (kekuasaan) Kami. (Q.S. Yunus (10); 90 –
92)
Taubat
akan diterima senyampang nyawa belum sampai di tenggorokan. Taubat yang
dilakukan saat ajal sudah menjemput, tidak akan diterima Allah SWT. Karenanya
mumpung masih ada kesempatan, manfaatkanlah kesempatan itu, jangan di sia –
siakan. Kesempatan tidak akan terulang untuk kedua kalinya. Kesempatan yang
datang kemudian sesungguhnya bukanlah kesempatan sebagaimana kesempatan
pertama.
Kesalahan
yang diperbuat seseorang adakalanya langsung berkaitan dengan Allah dan
adakalanya berkaitan dengan manusia. Kesalahan yang berkaitan dengan Allah akan
secara otomatis diampuni saat seseorang melakukan taubat nasuha. Sebaliknya,
kesalahan yang berhubungan dengan hak Adam, harus disertai dengan permohonan
maaf kepada yang bersangkutan. Namun, bila dirasa memohon maaf kepada yang
bersangkutan akan menimbulkan madlarat yang lebih besar, hal itu bisa dilakukan
dengan memohon ampun kepada Allah dan mendo’akan kebaikan bagi yang
bersangkutan. Insya Allah hal itu telah mencukupi dan ampunan Allah telah
diraih.
Taubat
itu memiliki permulaan dan akhir (puncak). Awal dari taubat adalah taubat dari
mensekutukan Allah dan puncaknya adalah taubat dari lupa kepada Allah. Sementara
Imam Abdul Wahab al-Sya’rani dalam kitabnya “Minah al-Saniyyah”
mengkategorikan taubat sebagai berikut;
Pertama,
taubat dari dosa – dosa besar. Yakni taubat seseorang yang dilakukan karena
pernah melakukan dosa besar yang dilarang oleh Allah seperti syirik, membunuh,
berzina dan seterusnya.
Kedua,
taubat dari dosa – dosa kecil. Yakni taubat seseorang dari dosa – dosa kecil
yang pernah dikerjakan, seperti memaki, mendengki dan semisalnya.
Ketiga,
taubat dari hal – hal yang dimakruhkan. Yakni taubatnya seseorang yang
melakukan pekerjaan yang dimakruhkan oleh Allah.
Keempat,
taubat dari lupa akan Allah. Lupa kepada Allah termasuk hal yang harus
ditaubati. Lupa kepada Allah sesungguhnya adalah sumber dari segala bentuk
kesalahan dan kemaksiatan. Sebaliknya ingat kepada Allah adalah sumber dari
kebaikan dunia dan akhirat.
Orang
yang terus – menerus berusaha memperbaiki diri dengan bertaubat kepada Allah,
maka ia akan diangkat derajatnya. Semaikin serius taubatnya, semakin mudah
jalannya menuju kecintaan Allah. Firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surat
al-Baqarah (2); 222:
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (222)
Artinya:
Sesungguhnya Allah mencintai orang – orang yang bertaubat dan orang – orang
yang mensucikan diri. (Q.S. al-Baqarah (2); 222)
Komentar
Posting Komentar