Haji
(Seri Khutbah Jum’at)
Tema
khutbah jum’at kali ini adalah haji. Pilihan tema ini disesuaikan dengan akan
berangkatnya jamaah haji tahun ini ke tanah suci Makkah dan Madinah untuk
memenuhi panggilan Allah menunaikan ibadah haji.
Sebagaimana
biasa, khatib di awal khutbahnya mengajak kepada seluruh jamaah untuk
senantiasa meningkat rasa iman dan taqwa kepada Allah SWT. Bertindak sebagai
khatib kali ini (Masjid al-Khidmah), Dr. KH. Muhammad Teguh Ridlwan, M.Ag.,
dosen IAIN Tulungagung.
Ibadah
haji adalah salah satu rukun Islam yang lima. Perintah haji terdapa dalam
al-Qur’an Surat Ali Imran (3); 97:
وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ
فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (97)
Artinya:
Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S. Ali Imran (3); 97)
Betapa
bahagianya orang yang mendapat panggilan dari Allah untuk menunaikan ibadah
haji. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang diwajibkan khusus bagi mereka
yang mampu. Mampu dari sisi biaya, waktu, kesehatan dan jalannya. Banyak orang
yang memiliki harta berlimpah, namun tidak semuanya mendapatkan panggilan
menunaikan ibadah haji ke Baitullah.
Ibadah
haji yang dilaksanakan secara ikhlas semata karena Allah, maka ia akan kembali
dengan keadaan bersih tanpa dosa sebagaimana saat dilahirkan dari ibunya. Dalam
hadits riwayat Imam Bukhari disebutkan:
حَدَّثَنَا
آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا سَيَّارٌ أَبُو الْحَكَمِ قَالَ سَمِعْتُ
أَبَا حَازِمٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ
كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Artinya:
(BUKHARI - 1424) : Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan
kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami Sayyar Abu Al Hakam berkata;
aku mendengar Abu Hazim berkata; aku mendengar Abu Hurairah radliallahu 'anhu
berkata; Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa melaksanakan hajji lalu dia tidak berkata, -kata kotor dn
tidak berbuat fasik maka dia kembali seperti hari saat dilahirkan oleh ibunya".
Saat
menunaikan ibadah haji, umat Islam mengenakan pakaian ihram. Pakaian ihram
adalah pakaian putih tanpa jahitan sama sekali. Semua umat Islam, dari mamapun
dan apapun jabatannya, baik seorang guru, petani, dosen, TNI, kyai dan
sebagainya memakai pakaian yang sama. Tidak ada beda di antara mereka. Ini
menandakan bahwa saat ibadah haji, maka seluruh hal yang bersifat duniawi harus
dihilangkan dari diri manusia. Tidak ada yang bisa dibanggakan sama sekali.
Pakaian
yang tidak dijahit berupa pakaian ihram yang dikenakan, menandakan bahwa tidak
ada yang bisa dibanggakan dari diri manusia. Umumnya manusia seringkali
membanggakan pakaian yang dikenakannya. Baik pakaian dalam arti sesungguhnya
ataupun pakaian yang berupa pangkat dan jabatan yang disandangnya. Pentingnya
pakaian sebagai sebuah kebanggaan bagi seseorang seiring dengan pepatah jawa
yang mengatakan, “Ajining sarira sangka
busana”.
Saat haji semua pakaian sama, tanpa ada yang
dijahit. Ini juga menandakan bahwa manusia tidak patut membanggakan dirinya. Ia
mesti ingat, bahwa saat ia baru dilahirkan dari perut ibunya, ia tidak
mengenakan apa – apa. Baru kemudian orang tuanya memberinya popok tanpa
jahitan, menandakan bahwa ia tidak memiliki apa – apa untuk dibanggakan.
Pakaian ihram juga perlambang dari kain kafan.
Seperti apapun tingginya jabatan dan kedudukan kita di mata manusia. Seberapa
banyak harta yang kita tumpuk dalam kehidupan ini. Toh, semua itu akan kita
tinggalkan. Yang kita kenakan saat menghadap, untuk memenuhi panggilan-Nya,
hanyalah kain kafan putih tanpa jahitan sama sekali. Harta yang selama ini kita
kumpulkan, hanya akan menjadi tinggalan untuk anak cucu. Beruntung bila mereka
menjadi orang shalih, tidak memperebutkannya di dunia. Bila sebaliknya,
alangkah lebih celakanya.
Tidak ada yang bisa dibanggakan dari diri manusia
dihadapan Allah SWT. Pakaian apapun itu, sebagus apapun tidak akan menjadikan
diri kita semakin mulia dihadapan-Nya, selain pakain taqwa. Allah berfirman
dalam Surat al-Baqarah (2); 197:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ
فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ
خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ (197)
Artinya: (Musim)
haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik
dan berbantah – bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu
kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik – baik bekal adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku hai
orang – orang yang berakal.
(Q.S. al-Baqarah (2); 197)
Bekal terbaik bagi seorang yang berangkat
menunaikan ibadah haji, hanyalah taqwa kepada Allah. Ketaqwaan ini akan
menjadikan seseorang mulia dihadapan-Nya. semua memiliki kedudukan sama di
sisi-Nya. Yang membedakan hanyalah seberapa besar derajat taqwanya.
Orang yang menunaikan ibadah haji dan pulang dengan
predikat haji mabrur, maka baginya adalah surga. Rasulullah SAW bersabda:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا
مَالِكٌ عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي
صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا
وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Artinya: (BUKHARI - 1650) : Telah menceritakan kepada
kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Sumayya,
maulana Abu Bakar bin 'Abdurrahman dari Abu Shalih As-Samman dari Abu Hurairah
radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Umrah
demi 'umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara keduanya dan haji mabrur
tidak ada balasannya kecuali surga".
Haji mabrur tidak ada balasan baginya selain surga.
Tanda bahwa haji seseorang itu mabrur adalah adanya perubahan dalam diri
seseorang setelah menunaikan ibadah haji. Jika dulu shalatnya jarang berjamaah,
maka setelah pulang haji ia menjadi rajin shalat berjamaah. Bila sebelum haji
ia adalah orang bakhil, sepulang haji ia menjadi seorang yang dermawan. Bila
sebelum haji tutur katanya seringkali menyakiti orang lain, maka sepulang
menunaikan ibadah haji ia berubah menjadi seorang yang sopan.
Itulah diantara tanda – tanda bahwa haji seseorang
mabrur. Ada perubahan dalam diri orang tersebut ke arah positif. Semakin hari,
ia semakin meningkat ibadahnya kepada Allah dan semakin ia mendekatkan diri
kepadanya. Bagi orang – orang seperti ini, maka Allah menjanjikan kepada mereka
melalui lisan kekasih-Nya, Rasulullah SAW, surga yang di dalamnya penuh dengan
kenikmatan. Semoga jamaah haji tahun ini, dijadikan oleh Allah sebagai haji
yang mabrur. Amin…
Semoga Bermanfaat...
Allahu A'lam...
Komentar
Posting Komentar