Musabaqah Qira'at al-Kutub



Musabaqah Qira’at al-Kutub

(Ma’had al-Islamiy al-Salafiy “Manba’ul ‘Ulum” Sempu Sukorejo Udanawu Blitar)


Ramah Tamah di Dalem Selesai Musabaqah 

Menjelang “Haflat al-Tasyakkur li al-Ikhtitami Jami’i al-Durus wa Jami’i al-Kutub al-Mu’allamah”,  Ma’had al-Islamiy al-Salafiy “Manba’ul ‘Ulum” mengadakan serangkaian kegiatan musabaqah. Musabaqah itu terbagi dalam dua bentuk, yakni musabaqah jasmaniyah dan ruhaniyah.

Tadi malam musabaqah yang berlangsung adalah musabaqah qira’at al-kutub. Musabaqah ini diikuti oleh semua santri yang ada, baik santri mukim maupun santri laju. Musabaqah dimulai pada sekitar pukul 20.00 WIB dan berakhir pada sekitar pukul 01.30 WIB.

Semalam saya diberi amanat oleh para panitia yang terdiri dari santri senior yang pada tahun ini telah mengkhatamkan al-fiyah ibnu Malik untuk menjadi dewan juri bersama beberapa asatidz yang lain. Sungguh satu kesempatan yang kiranya perlu untuk disyukuri dan dimanfaatkan sekaligus sebagai sarana untuk menempa kualitas diri saya khususnya.

 Bersama Para Asatidz Ma'had

Ada banyak hal yang menarik dalam kegiatan ini. Banyak santri yang menunjukkan kebolehan mereka dalam membaca kitab – kitab turats. Mereka membacanya dengan berbagai logat yang terkadang terkesan lucu.

Perbedaan logat mereka tentu dipengaruhi oleh faktor daerah asal mereka. Perlu diketahui bahwa santri yang mukim di pesantren ini tidak hanya berasal dari daerah blitar, akan tetapi para santri berasal dari berbagai daerah yang tersebar di Jawa, Sumatera dan beberapa daerah lain.

Penampilan Santri




Penampilan Santri
Yang paling lucu adalah ketika para santri yang berasal dari daerah Kebumen, Cilacap dan beberapa daerah sekitarnya. Logat “ngapak” yang kental dan melekat pada diri mereka menjadi satu hal yang menjadi titik menarik sendiri bagi saya.

Selain itu ada juga beberapa santri yang menampilkan penampilan yang dimaksudkan sebagai hiburan, tetapi dikemas dengan cara menarik ala ngaji pesantren. Termasuk di antaranya adalah fenomena tentang “Om Tololet Om” yang diangkat dalam bentuk makna gandul, puisi remaja dan seterusnya. Memang hal ini hanyalah sebagai hiburan agar para semakin larut santri tidak kehilangan gairahnya dalam menunjukkan kebolehan membaca kitab – kitab al-turats.

Kekurangan, tentu juga menjadi hal yang tak terelakkan, apalagi bagi mereka yang masih tahap pemula. Selain mereka dituntut untuk membaca kitab turats dengan makna gandul, mereka juga dituntut untuk membaca muradnya dengan bahasa Jawa.

Penyerahan Hadiah bagi para Juara Pa



Bagi mereka yang terbiasa dengan bahasa Jawa karena daerah asalnya adalah Jawa, tentu bukan hal yang terlalu sulit, tetapi bagi mereka yang belum begitu menguasai bahasa Jawa akan menjadi kendala tersendiri sehingga terkadang memunculkan kelucuan yang tak terduga.

Penyerahan Hadiah bagi Para Juara PI



Apapun yang terjadi itulah kemampuan dari para santri yang masih dalam tahap belajar. Semoga saja apa yang mereka dapatkan di pondok kelak akan menjadi sesuatu yang bermanfaat di kemudian hari, khususnya saat mereka harus terjun berjuang dalam kehidupan masyarakat di daerahnya masing – masing.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Komentar