Ramadlan Bulan Penuh Ampunan
Suasana Pesantren Kilat Ramadlan
Di antara istilah yang kerap kali melekat pada bulan Ramadlan
adalah bulan penuh ampunan. Bulan di mana Allah membuka semua pintu taubat
seluas – luasnya. Siapa yang berkenan memasukinya, maka pastilah Allah akan
mengampuni dosa – dosa yang selama ini telah diperbuatnya. Bulan di mana
seluruh setan dibelenggu sehingga tidak ada lagi kesempatan baginya untuk
menggoda manusia berbuat maksiat dan durhaka kepada Tuhannya, Allah SWT.
Tetapi nyatanya, mengapa masih ada orang yang berbuat maksiat? Perlu
dietahui bahwa perbuatan manusia menurut Imam al-Ghazali di dorong oleh empat
hal, yaitu dorongan yang berasal dari Allah, malaikat, syaitan dan nafsu. Dorongan yang berasal dari Allah sangatlah
lembut. Ia hadir sebagai suara hati nurani manusia yang terdalam. Siapa saja
yang mengikutinya, maka bisa dipastikan ia adalah orang yang menjadi pilihan Allah
SWT.
Dorongan berikutnya berasal dari malaikat. Sifatnya lembut dan
menjadi penguat dari bisikan nurani yang berasal dari Allah. Bila seseorang
lebih banyak berbuat kebaikan selama kehidupan yang telah dijalaninya, suara
nurani dan malaikat ini akan menguat sehingga mampu mengalahkan suara dan
bisikan yang mengajak kepada kemungkaran dan kemaksiatan.
Selanjutnya adalah dorongan yang berasal dari syaitan. Syaitan adalah
musuh yang nyata bagi umat manusia. Siapapun orangnya pasti ia tidak
menginginkan dirinya menjadi sekutu syaitan. Buktinya, banyak orang bejat, saat
mereka mengumpat sering juga mengumpat si syaitan. Jadi sesungguhnya setiap
manusia sadar dan tahu bahwa syaitan adalah musuhnya, tetapi tidak semua orang
bisa mengalahkan bisikan setan.
Sifat dorongan syaitan adalah selalu mengajak kepada perbuatan yang
dibenci dan tidak diridlai Allah. Syaitan bahkan telah mengambil sumpah, bahwa
sampai kapanpun ia akan berusaha menyesatkan anak cucu Adam a.s. Firman Allah SWT
dalam Surat al-Hijr (15); 36 – 40:
قَالَ
رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (36) قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ
الْمُنْظَرِينَ (37) إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ (38) قَالَ رَبِّ بِمَا
أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ
أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40)
Artinya: Ia (Iblis) berkata, “Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka
berilah penangguhan kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan.” Allah
berfirman, “(Baiklah) maka sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan. Sampai
hari yang telah ditentukan (kiamat).” Ia (Iblis) berkata, “Tuhanku, oleh karena
Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan)
terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya,
kecuali hamba – hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.” (Q.S. al-Hijr
(15); 36 – 40)
Dialog antara Allah dan Iblis yang merupakan nenek moyang syaitan
menunjukkan akan sumpahnya untuk senantiasa menggoda manusia. Mereka membisikkan
rayuan dan tipuan agar manusia terpedaya hingga mereka berbuat hal yang tidak
diridlai Allah SWT. Perbuatan yang merupakan wujud dari penentangan terhadap
ke-Maha Agungan Allah SWT. Sumpah Iblis ini juga diabadikan lagi dalam al-Qur’an
Surat Shad (38); 79 – 83:
قَالَ
رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (79) قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ
الْمُنْظَرِينَ (80) إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ (81) قَالَ
فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
(83)
Artinya: (Iblis) berkata, “Ya Tuhanku, tangguhkanlah aku sampai
pada hari mereka dibangkitkan.” (Allah) berfirman, “Maka sesungguhnya kamu
termasuk golongan yang diberi penangguhan. Sampai pada hari yang telah
ditentukan waktunya (hari Kiamat)”. (Iblis) menjawab, “Demi kemulian-Mu, pasti
aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba – hamba-Mu yang terpilih di
antara mereka.” (Q.S. Shad (38); 79 – 83)
Nah, itulah janji Iblis yang merupakan cikal bakal syaitan yang
tersebar di bumi ini. Maka bisikan syaitan selalu mengajak manusia menjauhi
perintah Allah dan mendekati perbuatan durhaka kepada-Nya. Semua hal yang
bertentangan dengan apa yang ditetapkan Allah, dibuatnya menjadi sesuatu yang
menarik, sehingga tidak jarang atau bahkan banyak di antara manusia yang
terpedaya dan pada akhirnya terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan.
Saat Ramadlan tiba, maka mereka semua dibelenggu sehingga mereka
tidak bisa melakukan pekerjaannya untuk menjerumuskan manusia kepada perbuatan
yang menyimpang. Keistimewaan Ramadlan sebagai bulan agung yang diberikan Allah
kepada umat manusia membuat setan merasa sedih, karena untuk sementara waktu
manusia terbebas dari bujuk rayunya.
Dorongan berikutnya berasal dari nafsu. Nafsu adalah hasrat dan
keinginan yang dimiliki oleh manusia. Ia bersifat kodrati sehingga tidak satu
pun di antara manusia yang ada di dunia ini, melainkan pada dirinya terdapat
nafsu. Nafsu selalu mengajak kepada perbuatan buruk. Hal ini dapat diketahui
dari apa yang disampaikan oleh Nabi Yusuf a.s. sebagaimana yang termaktub dalam
al-Qur’an Surat Yusuf (12); 53:
وَمَا
أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ
رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ (53)
Artinya: Dan aku tidak (menyatakan) bahwa diriku bebas (dari
kesalahan), karena sesunguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan. Kecuali
(nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (Q.S. Yusuf (12); 53)
Sifat nafsu selalu mengajak dan mendorong manusia agar melakukan
keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah SWT. Jadi kemaksiatan
yang seringkali kita lihat yang dilakukan oleh banyak orang di bulan Ramadlan
sesungguhnya bukanlah berasal dari godaan syaitan, karena syaitan telah
dibelenggu oleh Allah. Perbuatan maksiat itu sesungguhnya berasal dari nafsu
yang ada dalam diri manusia itu sendiri.
Tidak ada manusia sempurna yang luput dari perbuatan dosa. Semua manusia
pernah melakukan dosa dan maksiat. Oleh karena itu tidak dibenarkan bila
seseorang yang telah terjerumus ke dalam perbuatan dosa, berlarut – larut dalam
penyesalan dan berputus asa dari rahmat-Nya. Justru di saat seseorang melakukan
kesalahan, sesungguhnya Allah telah membuka lebar pintu taubat untuknya. Maka jika
kita berbuat kesalahan segeralah bertaubat dan minta ampunan kepada-Nya.
Ramadlan adalah syahru al-Maghfirah. Bulan yang penuh dengan
ampunan bagi mereka yang mau bertaubat kepada-Nya. Selama ruh belum sampai di
tenggorokan pintu taubat masih terbuka lebar. Allah akan senantiasa membuka
pintu maaf-Nya kepada mereka yang mau bertaubat kepada-Nya. Jangan putus asa,
karena ampunan-Nya lebih luas daripada luasnya samudra kemaksiatan yang kita
lakukan. Tapi ingat, jangan lantas meremehkan. Allah tidak menyukai orang yang
suka meremehkan.
Bagaimana taubat yang kita lakukan bisa diterima Allah? Tentu tidak
semudah yang kita bayangkan. Ada syarat agar taubat itu bisa diterima oleh
Allah. Di antara persyaratan yang harus dipenuhi adalah, merasa menyesal akan
perbuatan dosa yang dilakukan dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Taubat
tidak diterima dari mereka yang hanya sebatas pengakuan, namun nihil dalam
perbuatan. Mengaku taubat, tetapi tetap saja melakukan perbuatan serupa dengan
apa yang pernah dilakukannya.
Lantas bagaimana jika kita sudah bersungguh – sungguh, tetapi suatu
ketika kita terjerumus pada perbuatan dosa yang sama? Itu lain lagi urusannya. Adakalanya
Allah tetap memberikan keistiqamahan kepada umatnya dalam taubat, tetapi ada
juga yang untuk meningkatkan kualitas taubat dan imannya, justru Allah
mengujinya dengan perbuatan maksiat. Nah, di sini lah sesungguhnya keharusan
kita, umat Islam untuk senantiasa tetap menaruh harapan kepada Allah. Tidak
mudah putus asa karena terjadinya sesuatu yang menyebabkan kita terjatuh dalam
kemaksiatan.
Ramadlan adalah bulan yang tepat untuk digunakan memohon ampunan
Allah. Sungguh merugi orang yang menganggap Ramadlan layaknya bulan sebagaimana
bulan lainnya. Ramadlan adalah bulan suci, tamu Allah yang harus dihormati. Seluruh
penduduk langit merasa gembira dengan kedatangannya. Andai umat manusia
mengetahui apa rahasia yang ada di balik Ramadlan, pastilah mereka ingin,
sepanjang tahun adalah bulan Ramadlan.
Semoga kita bisa memanfaatkan momentum Ramadlan dengan sebaik –
baiknya dan mampu menjadikannya sebagai tempat muhasabah. Tempat untuk menempa
diri dan mohon ampunan atas semua dosa yang pernah kita lakukan di masa lalu. Semoga
Allah mengampuni kita dan menerima semua taubat yang kita lakukan. Amin.
Semoga Bermanfaat...
Allahu A'lam...
Komentar
Posting Komentar