Kemarin,
Selasa 02 Mei 2017, menjadi satu moment berharga bagi saya. Pasalnya nyali saya
diuji untuk berbagi pengetahuan bersama dengan para warga binaan di Lapas kelas
II Tulungagung. Saya berangkat kesana bersama ustadz Wikan Galuh Widyarto,
M.Pd. seorang dosen muda berbakat yang kebetulan ditempatkan sekantor dengan
saya di Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung.
Kami
berangkat pukul 13.00 WIB dari kantor Ma’had al-Jami’ah. Sesampai di Lapas kami
langsung disambut oleh para petugas dan disilahkan langsung menuju ke Masjid,
tempat di mana kegiatan akan di adakan.
Tentu
hati dan pikiran berkecamuk, antara berani dan tidak. Maklum, masih kali
pertama. Meski demikian tetap saja harus dijalani. Kapan lagi saya bisa menempa
diri bila kesempatan ini tidak dimanfaatkan dengan sebaik – baiknya.
Pengalaman
pertama tentu tidak seperti pengalaman – pengalaman yang lain. Pasti pengalaman
pertama akan memberikan kesan yang mendalam, meski harus diakui bahwa
pengalaman pertama selalu saja kurang atau bahkan tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Begitulah
perjalanan kehidupan. Seringkali kita berangan – angan tentang sesuatu, namun
sesering itu pula kita akan dihadapkan pada persoalan yang sama, yakni ketidak
sesuaian antara apa yang kita inginkan dengan kenyataan yang kita terima.
Tetapi
di sinilah sesungguhnya letak dari proses pembelajaran itu. Dengan langsung
terjun pada lapangan yang menantang sesungguhnya proses pembelajaran itu
semakin akan mencapai titik maksimal. Sebaliknya jika proses pembelaran
hanyalah sebatas teori tanpa ada proses terjun secara langsung di lapangan,
maka sesungguhnya yang ada hanyalah sebatas angan – angan belaka.
Meski
menurut saya masih banyak hal yang perlu saya perbaiki, tetapi setidaknya saya
beryukur mendapat kesempatan ini. Kesempatan yang mungkin bagi sebagian orang
langka.
Pada
kesempatan itu saya menyampaikan tentang pentingnya menanamkan rasa optimis
dalam diri. Jujur saya sampaikan, tidak ada di antara manusia yang ada di dunia
ini tahu nasibnya di masa yang akan datang. Bahkan seorang yang bertitel kyai,
ustadz, ulama, menteri, presiden dan sebagainya pun mereka tidak tau dan tidak
berani menjamin apakah mereka kelak akan menjadi penghuni surga atau tidak.
Boleh
jadi selama di dunia seseorang dikenal sebagai ahli ibadah yang taat kepada
Allah SWT. Bahkan tidak jarang banyak orang yang menyebutnya sebagai seorang
“wali Allah”, tetapi sekali lagi itu adalah pandangan manusia. Lantas bagaimana
dalam pandangan Allah?
Bisa
jadi Allah memandang ia sebagai wali-Nya, sebaliknya boleh jadi juga justru ia
adalah orang yang paling dibenci Allah. Oleh karena itu maka tidak ada orang
yang berhak untuk memproklamirkan dirinya sebagai orang baik, apalagi penghuni
surga.
Bahkan
kalau kita mau jujur, sesungguhnya umur yang diberikan Allah SWT kepada kita
ini, lebih banyak digunakan untuk berbuat maksiat dan dosa kepada Allah. mungkin
saja Allah menjatah hidup kita selama 80 tahun, tetapi sesungguhnya dari 80
tahun usia kita yang kita gunakan untuk mengabdi kepada Allah tidak lebih dari
30 tahun. Belum lagi bila kita lihat dalam ibadah kita, seberapa detik dalam
shalat kita, yang benar - benar ingat kepada Allah SWT. Lantas apa yang mau
kita banggakan dari amal perbuatan kita.
Sehubungan
dengan bulan Rajab yang baru saja berlalu, saya juga menyampaikan kepada mereka
agar senantiasa meningkatkan kualitas shalatnya. Shalat adalah amal ibadah yang
pertama kali akan ditanyakan Allah SWT besuk di yaumil qiyamah. Bila shalatnya
baik, maka semua ibadahnya dianggap baik. Sebaliknya, jika shalatnya jelek,
maka semua ibadah lain diluar shalat dianggap jelek.
Selain
itu juga saat ini sudah memasuki bulan Sya’ban. Betapa banyak di antara
saudara, sahabat, handai tolan ataupun orang – orang yang kita kenal, mereka
tidak mendapat kesempatan yang sama sebagaimana yang kita dapatkan. Oleh
karenanya sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Allah SWT dengan menggunakan
semua nikmat yang diberikan Allah SWT sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah.
Di
bulan Sya’ban ada malam nisfu Sya’ban, di mana para ulama salaf al-shalih
menganjurkan kepada kita untuk memperbanyak ibadah kepada Allah. Biasanya di
desa –desa digelar acara malam nisfu Sya’ban dengan membaca Surat Yasin tiga
kali. Pertama, niat memohon kepada Allah SWT agar diberikan panjang umur, dalam
arti barakah umurnya. Umur yang diberikan Allah menjadi umur yang bisa
bermanfaat. Kedua, niat memohon rizki halal. Dengan masuknya makanan halal ke
dalam tubuh, maka anggota tubuh akan tergerak untuk ibadah dan taat kepada
perintah Allah. Ketiga, niat memohon kepada Allah diberikan husnul khatimah.
Seberapa banyak amal yang kita lakukan, namun bila akhirnya kita mati dengan
su’ul khatimah maka tempat kembali kita adalah neraka. Sebaliknya meski banyak
dosa dan maksiat yang dilakukan tetapi bila kembali kepada Allah dengan husnul
khatimah, Insya Allah surga telah menantikan.
Kegiatan
di akhiri dengan do’a dan shalat Ashar berjamaah. Sungguh satu kesempatan yang
istimewa. Semoga ini bisa menjadi pembelajaran bagi saya dan bisa memperbaiki
kualitas diri ke depannya.
Semoga
bermanfaat…
Allahu
A’lam…
Komentar
Posting Komentar