Marah Saat Memberi Nasehat
Agama
adalah nasihat. Begitu sabda Rasul dalam salah satu haditsnya. Seornag yang
menyatakan diri sebagai pemeluk agama harus berani dan mau memberikan nasehat
kepada orang lain yang melakukan kesalahan. Tidak dibenarkan bagi seseorang
yang menyaksikan saudaranya berada dalam kesesatan, mendiamkannya sehingga
saudaranya tetap terjerumus pada kesesatan, apalagi membantunya mengerjakan
kesesatan. Sungguh hal itu bukan sikap seorang yang beragama.
Seorang
beragama, -dalam hal ini muslim, dituntut untuk menjadi penebar kebenaran
dimanapun dan kapanpun dia berada. Ia adalah sumber kebenaran yang ada di bumi.
Ia juga menjadi juru selamat, yang menyelamatkan semua orang dari kesalahan.
Keberaniannya menegur seorang yang melakukan kesalahan sangat dibutuhkan agar
tidak terjadi kesalahan beruntun yang berujung pada kehancuran.
Saat
memberikan nasehat kepada orang lain yang melakukan kesalahan, adakalanya
diperlukan kemarahan. Marah yang dilakukan karena Allah semata dan bertujuan
agar orang yang dimarahi keluar dari kesesatan, akan menjadi bentuk ibadah.
Rasul pun juga pernah melakukan hal itu. Beliau pernah marah saat memberikan
nasihat kepada seseorang yang melakukan kesalahan. Disebutkan dalam satu
riwayat Bukhari:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ قَالَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ ابْنِ أَبِي خَالِدٍ
عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَا أَكَادُ
أُدْرِكُ الصَّلَاةَ مِمَّا يُطَوِّلُ بِنَا فُلَانٌ فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوْعِظَةٍ أَشَدَّ غَضَبًا مِنْ
يَوْمِئِذٍ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ مُنَفِّرُونَ فَمَنْ صَلَّى
بِالنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْمَرِيضَ وَالضَّعِيفَ وَذَا
الْحَاجَةِ
Artinya:
(BUKHARI - 88) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir berkata,
telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Ibnu Abu Khalid dari Qais bin Abu
Hazim dari Abu Al Mas'ud Al Anshari berkata, seorang sahabat bertanya:
"Wahai Rasulullah, aku hampir tidak sanggup shalat yang dipimpin seseorang
dengan bacaannya yang panjang." Maka aku belum pernah melihat Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam memberi peringatan dengan lebih marah dari yang
disampaikannya hari itu seraya bersabda: "Wahai manusia, kalian membuat orang
lari menjauh. Maka barangsiapa shalat mengimami orang-orang ringankanlah.
Karena diantara mereka ada orang sakit, orang lemah dan orang yang punya
keperluan". (H.R. Bukhari)
Hadits di atas
menunjukkan betapa Rasul sangat memperhatikan kondisi umatnya. Beliau adalah
orang yang paling peduli kepada orang lain. Beliau tidak menginginkan seseorang
merasa berat dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Karenanya bila
seseorang ditunjuk sebagai seorang pemimpin, hendaknya ia bersikap bijak dalam
kepemimpinannya. Janganlah ia berlaku egois sehingga tidak memperhatikan
bagaimana kondisi orang yang dipimpinnya.
Saat
seorang sahabat mengadu kepada Rasul tentang seorang yang menjadi imam dan
memanjangkan bacaannya, sehingga seorang jamaahnya merasa berat dan hampir –
hampir tidak kuat. Rasul memberian nasihat dengan nada marah. Bahkan menurut
riwayat di atas, Rasul marah dengan sangat, kemarahan itu tidak dijumpai
sahabat tersebut melebihi yang lain. Ini menandakan bahwa meski dalam urusan
ubudiyah, seseorang tidak dibenarkan melakukan hal yang bisa memberatkan orang
lain. Berlama – lama dalam hal ibadah boleh – boleh saja dilakukan, tetapi
harus melihat situasi dan kondisi. Saat sendiri silahkan berlama – lama dalam
ibadah, tetapi bila sedang menjadi seorang imam yang memimpin jamaah ibadah,
sebaiknya justru meringankan bacaan.
Meringankan
bacaan dimaksudkan agar tidak menyebabkan jamaah merasa berat. Jamaah yang
merasa berat boleh jadi justru akan lari dan meninggalkan ubudiyah yang sedang
dilakukan. Akibatnya, bukannya ia berdakwah mengajak kepada kebaikan,
sebaliknya ia membuat jamaah menjauh dan lari dari kebenaran yang didakwahkan.
Kiranya
kandungan isi hadits di atas perlu diperhatikan oleh para pemuka agama.
Janganlah membuat jamaahnya merasa tidak nyaman dan tidak betah dengan apa yang
dilakukannya. Berlama – lama saat menjadi imam, boleh jadi menyebabkan orang
lain yang ingin ibadah justru merasa terbebani. Akibatnya mereka justru lari
meninggalkannya. Memang materi itu penting, tetapi metode, bagaimana cara kita
menyampaikan justru lebih penting dari materi itu.
Marah
saat memberi nasehat boleh – boleh saja, bahkan dianjurkan agar yang dinasehati
menerima nasihat itu. Terkadang untuk menyampaikan nasehat memang harus
menggunakan marah. Tetapi yang perlu diperhatikan, jangan sampai kemarahan saat
menyampaikan nasehat itu berbalut emosi. Mengapa?
Hampir
bisa dipastikan emosi itu bagian dari perilaku syaithon. Kemarahan yang
bercampur dengan jeratan emosi bukannya menjadikan seseorang sadar kepada Allah.
Alih – alih sadar, justru timbul kebencian dalam hatinya. Akhirnya selain
mereka tidak sadar hal itu justru akan menimbulkan permusuhan antara yang
mengingatkan dan diingatkan. Maka yang harus dilakukan adalah marah karena
Allah. Dengan demikian, akan menjadikan seseorang terbuka mata hatinya dan
sadar akan kesalahannya.
Semoga Bermanfaat...
Allahu A'lam...
Komentar
Posting Komentar