Jalan Keluar
(Seri Khutbah Jum’at)
Setiap
kali memulai khutbah, khatib tiada bosan – bosannya mengingatkan kepada seluruh
jama’ah jum’at untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT. Keimanan dan ketaqwaan penting artinya agar seorang muslim bisa
meraih keuntungan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Selamat di dunia dan di
akhirat. Selamat dari laknat dan siksa Allah.
Dalam
al-Qur’an Surat al-Thalaq (65); 2-3, Allah SWT berfirman:
وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا
يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ
بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)
Artinya:
Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar
baginya. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka – sangkanya.
Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah
telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (Q.S. al-Thalaq (65); 2-3)
Pada
ayat di atas terdapat keterangan bahwa barangsiapa bertaqwa kepada Allah
niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Setiap manusia pasti pernah
mengalami masa – masa sulit dalam hidupnya. Antara kemudahan dan sulit silih
berganti. Kesemuanya itu adalah ketentuan yang telah ditetapkan-Nya sebagai
bagian dari Sunnatullah yang tak terbantahkan.
Saat
masa – masa mudah itu menghampiri tentu semua akan menyambut dengan penuh
kegembiraan. Rizki dibuka oleh-Nya lebar – lebar. Apa yang menjadi keinginan
dan harapannya semua mudah diraih oleh karena memang sedang dibukakan oleh-Nya.
Banyak sahabat, kerabat dan handai tolan yang mendekat untuk ikut bersama
merasakan kegembiraan yang dirasakannya. Semua akan terasa indah, seolah dialah
orang yang paling beruntung dan paling bahagia di dunia ini. Tidak jarang
mereka yang diuji dengan kemudahan tidak kuat menjalani hingga terjerumus pada
kehidupan ‘israf’ yang merupakan kepanjangan tangan dari tipu daya syaithan
la’natullah ‘alaih. Sementara orang yang mendapat hidayah, meski bergelimang
harta, namun hatinya tidak dipenuhi harta. Sebaliknya hatinya diliputi oleh
rasa syukur dan semakin menambah keimanannya kepada Allah. Harta yang dimiliki
dimanfaatkan sesuai dengan kehendak Allah, berjuang di jalan-Nya. Ia semakin
tertunduk malu dihadapan Allah, menyadari bahwa semua itu hanyalah titipan-Nya
yang sewaktu – waktu bisa diambil-Nya secara paksa.
Sebaliknya
disaat masa – masa sulit tiba, seringkali seseorang merasa sedih. Apalagi
mereka yang semasa kemudahan ada di dekatnya, satu – persatu mulai menjauh
meninggalkannya. Teman, sahabat dan handai tolan mulai berhamburan pergi oleh
karena khawatir terkena dampak dari keterpurukan yang sedang dihadapi.
Begitulah tabiat kebanyakan manusia yang cenderung mencari keuntungan pribadi,
namun sulit berbagi saat yang lain sedang ditimpa kesulitan. Tidak jarang,
karena rendahnya keimanan dan ketaqwaan yang dimiliki seseorang memutuskan untuk
mencari solusi sementara yang sesungguhnya hal itu justru menimbulkan
serentetan masalah di kemudian hari. Atau bahkan ada yang nekat mengakhiri
kehidupannya dengan percobaan bunuh diri. Na’udzu billah..
Bagi
seorang muttaqin silih bergantinya kondisi yang dialami bukanlah problem besar.
Mereka yakin seyakin – yakinnya bahwa semua itu adalah scenario Allah untuk
menjadikannya sebagai sosok yang lebih baik dari sebelumnya. Ujian yang
menghampiri sesungguhnya adalah wujud dari kasih sayang Allah kepadanya agar
semakin memperbaiki kualitas diri. Karenanya, seorang muttaqin tidak akan
berputus asa dari rahmat-Nya, sebaliknya dia akan semakin menyandarkan nasibnya
(tawakkal) kepada Allah semata. Dia yakin akan kuasa dan pertolongan-Nya hingga
Allah pun menurunkan ijabah atas keyakinan itu.
Seorang
yang bertaqwa dan tawakkal kepada Allah, maka ia akan diberi jalan keluar
oleh-Nya. Bahkan Allah juga menjanjikan baginya rizki dari arah yang tiada
disangka – sangka. Tidak ada makhluk di dunia ini, yang diciptakan oleh-Nya,
lantas dibiarkan begitu saja. Ia telah menentukan segala sesuatu bagi
ciptaan-Nya. Karenanya, sekali – kali jangan berpaling dari-Nya agar Ia juga
tidak melupakan apa yang menjadi urusan-Nya.
Islam
hadir di dunia dengan membawa rasa aman dan kedamaian. Islam tidak membenarkan
penganutnya berlaku sesuai dengan keinginan dirinya dan mengesampingkan urusan
orang lain. Islam menginginkan adanya keadilan dan kebaikan untuk dunia,
bukannya kehancuran penduduk dunia. Firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surat al-Nahl
(16); 90:
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
(90)
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji,
kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran. (Q.S. al-Nahl (16); 90)
Islam
tidak membenarkan umatnya untuk berbuat dlalim kepada yang lain. Dlalim artinya
menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Lawan dari dlalim adalah adil yakni
meletakkan sesuatu pada tempatnya. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
senantiasa berlaku adil kepada siapapun. Memberikan hak kepada mereka yang memiliki
hak. Islam juga mengajarkan umatnya agar senantiasa hidup saling tolong –
menolong antara yang satu dengan yang lain. Terutama kepada orang – orang yang
memiliki hubungan dekat dengan kita seperti halnya kerabat. Kerabat adalah
orang yang masih memiliki pertalian darah dengan kita. Kepada mereka kita
dianjurkan untuk saling membantu apabila sedang dibutuhkan. Jangan sampai
memutuskan tali silaturahim dengan mereka, meski terjadi masalah serius seperti
apapun.
Allah
selalu memerintahkan umatnya untuk berbuat kebajikan. Kebajikan dalam seluruh
aspek kehidupan. Saling tolong menolong, bahu membahu untuk menuju ridla Allah
SWT. Sebaliknya, Allah mengecam mereka yang berbuat dlalim, berbuat keji,
meraup keuntungan pribadi dengan mengorbankan orang lain dan meninggalkan
perilaku utama. Di utusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini sesungguhnya adalah
untuk menyelamatkan umat manusia dari akhlak tercela. Rasul bersabda:
عن أبي
هريرة ، عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال : ' إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
' .
Artinya:
Dari Abi Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda: “Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlaq”.
Islam
agama yang dibawa oleh Rasul SAW disampaikan kepada umat manusia untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak sebagai individu yang bertanggung jawab
kepada Tuhannya dan sebagai makhluk sosial yang bertanggung jawab pada
sesamanya. Ada banyak perilaku yang merupakan akhlak mulia yang atsarnya akan
dirasakan oleh tiap individu tersebut. Sebagai contoh adalah jujur, tekun,
amanah, tsiqatun nafs dan sebagainya. Semua manfaat itu akan kembali pada
individu yang memilikinya.
Selain
itu juga terdapat perilaku mulia yang manfaatnya selain dirasakan oleh individu
tersebut juga akan dirasakan oleh orang lain, seperti shadaqah, infaq, zakat
dan sebagainya. Islam menginginkan keseimbangan antara perilaku yang bersifat
individu dan sosial. Tidak dibenarkan bila seseorang lebih menekankan pada satu
aspek, sementara aspek lain ia tinggalkan. Seharusnya seorang muslim bisa
berperilaku sebagaimana perilaku Rasul yang menyeimbangkan kedua aspek tersebut
dan terus menerus menebarkan kebaikan dalam seluruh aspek kehidupan. Beliaulah
figur pilihan yang menjadi suri tauladan. Sepertia apapun ibadah seseorang,
tidak mungkin bisa menandingi apalagi mengunggulinya.
Semoga Bermanfaat...
Allahu A'lam...
Komentar
Posting Komentar