Dua Hal yang Membahayakan Tawakkal


Dua Hal yang Membahayakan Tawakkal


Islam menganjurkan umatnya agar senantiasa bertawakkal kepada Allah Swt dalam setiap urusan. Tawakkal adalah menyerahkan semua urusan kepada Allah Swt. Dengan bertawakkal bukan berarti seseorang meninggalkan ikhtiyar dalam upaya mencari karunia-Nya.

Tidak ada satu hal yang menimpa manusia melainkan atas takdir Allah Swt. Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’an Surat al-Taubah (9); 51:

قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Artinya: Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. Al-Taubah (9); 51)


Secara tegas ayat di atas menyatakan bahwa apapun yang menimpa diri manusia pada hakikatnya merupakan bentuk ketetapan yang telah ditentukan Allah Swt kepada manusia. Tidak ada satu kejadian yang terjadi di dunia ini melainkan atas kehendak-Nya. Oleh sebab itu sudah sepatutnya manusia berserah diri kepada-Nya dalam setiap urusan.

Sehubungan dengan hal tawakkal, ada dua hal yang berbahaya apabila hal tersebut ada dalam diri seorang mutawakkil. Dua hal tersebut adalah cinta pada materi/dunia, dan pesimis terhadap masa depan.

Pertama cinta pada materi/dunia. Kecintaan pada materi atau dunia akan menjadikan seseorang berambisi untuk mengejar dunia. Seseorang yang dikuasai oleh rasa cinta pada dunia akan mengukur segala sesuatu dengan materi. Seorang yang terhormat baginya adalah mereka yang memiliki banyak materi, sementara mereka yang tidak memiliki dipandang seorang yang hina.

Kecintaan seseorang pada dunia acapkali menjadikannya bertumpu dan bersandar pada materi. Jika di sisinya banyak terdapat materi, ia akan merasa tenang dan bangga dengan apa yang dimilikinya. Sebaliknya bila tidak ada materi di dekatnya, ia akan merasa resah dan khawatirm untuk menjalani kehidupan di esok hari.

Kecintaan kepada materi menjadikan seseorang seringkali terjerumus pada rasa tidak memiliki harga diri. Menjadi seorang penjilat dihadapan para pejabat dan konglomerat. Mudah menjadi pengkhianat yang siap meninggalkan karib kerabat saat tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari mereka. Mereka betul-betul bagaikan buih di tengah lautan yang terombang-ambing karena ombak badai yang menghantam. Rasulullah Saw bersabda:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا ابْنُ جَابِرٍ حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ السَّلَامِ عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

Artinya: (ABUDAUD - 3745) : Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Ibrahim bin Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Bakr berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Abdus Salam dari Tsauban ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hampir-hampir bangsa-bangsa memperebutkan kalian (umat Islam), layaknya memperebutkan makanan yang berada di mangkuk." Seorang laki-laki berkata, "Apakah kami waktu itu berjumlah sedikit?" beliau menjawab: "Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak, namun kalian seperti buih di genangan air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut kepada kalian, dan akan menanamkan ke dalam hati kalian Al wahn." Seseorang lalu berkata, "Wahai Rasulullah, apa itu Al wahn?" beliau menjawab: "Cinta dunia dan takut mati." (HR. Abu Dawud)

Rasulullah memperingatkan kepada sahabat akan bahaya dari sifat cinta kepada materi/dunia. Kecintaan pada dunia menyebabkan umat Islam bagaikan buih di tengah lautan yang mudah diombang-ambingkan oleh terpaan gelombang. Kecintaan berlebih terhadap materi dan dunia menjadikan diri umat Islam tidak lagi memiliki kualitas tawakkal kepada Allah Swt.

Kedua adalah rasa pesimis, takut pada apa yang akan terjadi di masa mendatang. Kemarin adalah masa lalu, hari ini adalah kenyataan dan esok adalah masa depan. Tidak sepatutnya seorang mukmin yang beriman kepada Allah memiliki rasa takut, pesimis terhadap apa yang akan terjadi di esok hari.

Rasa pesimis hanya akan menjadikan seseorang lemah dalam menghadapi hidup, baik sekarang maupun yang akan datang. Akibatnya, hidupnya hanya dihantui oleh rasa takut dan takut. Tidak berani menatap masa depan dengan pandangan tajam. Padahal seringkali bayangan yang ada dalam imajinasi lebih menakutkan daripada kenyataan.

Sikap pesimis juga seringkali menyebabkan seseorang memiliki rasa khawatir, apa yang akan dimakannya di esok hari. Seringkali kita mendengar ada banyak pemuda yang menunda pernikahannya dengan alasan menunggu “kemapanan”. Banyak juga yang takut memiliki banyak anak dengan alasan susah untuk mencari nafkah. Mereka lupa bahwa Allah Swt telah menjamin setiap makhluk yang diciptakan-Nya dengan firman-Nya:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). (QS. Hud (11); 6)

Allah Swt telah menjamin seluruh makhluk ciptaan-Nya, bahwa Dia telah menyediakan resekinya. Bahkan binatang melata yang tidak mampu menanam pun masih memiliki rezeki dan bisa beranak pinak, apalagi manusia, makhluk ciptaan-Nya yang paling istimewa.

Oleh karena itu sangat disayangkan bila ada seorang muslim yang masih bersikap psimis dalam hidupnya. Mereka akan dirundung rasa takut terhadap bayang-bayang yang pada dasarnya hanya ada dalam alam imajinasinya. Mereka perlu disadarkan agar tidak lagi terpesona dengan dunia maya yang menyebabkan dirinya jatuh dari keterpurukan.

Seorang yang bertawakkal kepada Allah Swt harus berupaya untuk menghindarkan dirinya dari dua penyakit yang sangat membahayakan ini. Ketawakkalan akan hilang dan luntur dengan sendirinya apabila dua sifat ini bercokol dalam hati manusia. sudah saatnya umat Islam untuk bangkit dan menyadari bahwa masih ada Allah Swt yang selalu menemani dan menolongnya di saat ia sedang dalam keterpurukan. Serahkan semua urusan kepada Allah, maka Allah akan mencukupi segala kebutuhan kita. Bukankah Dia telah bersabda:

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Artinya: Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.  (QS. Al-Thalaq (65); 3)

Komentar