Al-Rahman Al-Qahhar
Mengapa
kita harus takut kepada Allah Swt? Bukankah Allah Swt adalah Dzat Yang Maha
Rahman, penuh kasih sayang? Begitulah kira-kira pertanyaan yang diajukan pada
saya beberapa saat lalu. Pertanyaan dari seorang yang sedang mencari hakikat
Tuhannya dengan berusaha terus berbenah diri. Menimba ilmu di kampus dakwah dan
peradaban. Kampus yang beberapa waktu terakhir menjadi sorotan banyak mata
karena cepatnya laju perkembangannya. Meski berada di kota terpencil di wilayah
Tulungagung, namun mampu menyedot ribuan mahasiswa dari pelosok nusantara
bahkan dari manca negara untuk belajar di kampus ini.
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kiranya perluu dilakukan telaah terlebih dahulu. Di
dalam al-Qur’an Allah Swt berfirman:
وَلِلَّهِ
الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي
أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya:
Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf (7); 180)
Pada ayat di atas diterangkan bahwa Allah Swt memiliki nama-nama
yang bagus atau yang dikenal dengan asmaul husna. Ayat di atas
menjelaskan bahwa di saat kita hendak memohon kepada Allah Swt hendaknya kita
menggunakan nama-nama Allah Swt tersebut.
Sebagaimana masyhur di tengah umat Islam jumlah asmaul husna
adalah sembilan puluh sembilan. Di antara ayat-ayat tersebut ada yang
menunjukkan sifat Allah Swt Yang Maha Pemurah, Penuh Kasih Sayang, Maha
Pengampun, Maha Pemberi, Maha Penerima Taubat dan sebagainya. Di samping itu
ada juga asmaul husna yang menunjuk pada sifat kuasa Allah Swt., Maha Memaksa,
Maha Perkasa dan seterusnya.
Ayat yang memuat kedua asmaul husna dengan sifat penuh kasih
sayang dan sekaligus menunjukkan kekuasannya adalah al-Qur’an Surat al-Hasyr
(59); 22-24:
هُوَ
اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ
الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ هُوَ
اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ
الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ
الْمُصَوِّرُ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya:
Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang
Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa,
Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka
persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk
Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang
ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hasyr (59); 22-24)
Allah adalah Tuhan yang mengetahui segala yang ghaib dan yang
nyata. Tidak ada sesuatupun di dunia ini yang luput dari pengetahuan-Nya. Semua
diketahui oleh Allah Swt meski sesuatu itu masih tersimpan di dalam hati dan
belum diutarakan oleh seseorang kepada yang lainnya. Demikianlah luasnya ilmu
Allah Swt yang meliputi langit dan bumi.
Allah Swt memiliki sifat rahman dan rahim. Sifat Rahman
Allah meliputi semua makhluk, tanpa membedakan apakan makhluk tersebut taat
kepada-Nya atau sebaliknya durhaka. Semua dikasihi Allah Swt karena memang
beliau bersifat al-Rahman. Karena itu jangan heran bila melihat orang
yang tidak beriman, hartanya melimpah, pekerjaannya enak, dia hidup dalam
kemewahan. Sebaliknya jangan pula kaget saat melihat orang-orang yang rajin dan
taat kepada Allah Swt. namun hidupnya hanya pas-pasan atau bahkan dalam
pandangan banyak orang dianggap sebagai orang miskin.
Orang yang tidak beriman yang dilimpahkan kepadanya berbagai
bentuk kenikmatan duniawi boleh jadi dia sedang di “lulu” oleh Allah Swt
sementara mereka kelak di yaumul qiyamah akan diadzab dengan adzab
yang pedih. Sebaliknya orang yang beriman yang hidup dalam keadaan serba
terbatas, boleh jadi dia sedang diuji oleh Allah Swt dan kelak di hari kiamat
dia akan mendapatkan kenikmatan yang berlimpah.
Sementara sifat al-Rahim Allah Swt terbatas bagi mereka
yang beriman dan taqwa kepada-Nya. Kasih sayang Allah ini hanya diberikan besok
di hari kiamat saat tidak ada pertolongan lagi selain dari pertolongan-Nya dan
orang yang diberi kesempatan oleh-Nya untuk menolong yang lain.
Orang-orang yang beriman akan hidup dengan bahagia kelak di hari
kiamat. Mereka akan ditempatkan di surga dengan berbagai kenikmatan yang ada di
dalamnya. Sebaliknya orang-orang kafir yang ingkar kepada Allah Swt akan
dimasukkan ke dalam neraka. Tempat di mana mereka akan disiksa karena
kelalaiannya semasa hidup di dunia.
Sifat kasih sayang Allah, kelemah lembutannya dan yang semisalnya,
memberikan harapan kepada manusia kepada-Nya. Dia-lah yang Maha Pemurah, Penuh
Kasih Sayang dan Tempat Bergantung. Karena itu tidak ada alasanya bagi manusia
untuk berputus asa atas apa yang telah menimpa pada dirinya. Tidak ada alasanya
baginya untuk menyerah atas setiap musibah yang datang menyapa dan seterusnya,
karena masih ada Allah Swt yang selalu akan menolongnya. Perhatikan firman Allah
Swt pada Surat Yusuf (12); 87:
يَا
بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ
رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ
الْكَافِرُونَ
Artinya:
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah
berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang
kafir". (QS. Yusuf (12); 87)
Pada ayat di atas diterangkan bahwa orang-orang yang berputus asa
dari rahmat Allah adalah orang-orang kafir. Orang yang tidak percaya pada
kekuasaan dan pertolongan Allah Swt.
Seorang yang takut tidak bisa makan di esok hari, sesungguhnya di
dalam dirinya terdapat rasa ketidakpercayaan terhadap kekuasaan Allah dan
pertolongan Allah Swt. Imannya telah keropos dari dalam hatinya. Karena itu ia
perlu segera memperbaharui imannya kepada Allah Swt.
Orang telah terlanjur berbuat kesalahan dalam hidupnya, selayaknya
dia segera berbenah diri dan memohon ampunan Allah Swt. Allah Maha Pengampun
dan Penerima taubat. Karena tidak dibenarkan bila seseorang telah melakukan
kesalahan bahkan kesalahannya telah melampaui batas kewajaran untuk berputus
asa terhadap kasih sayang Allah Swt. Kasih sayang Allah sangat luas bila dibandingkan
kesalahan yang dilakukan. Allah berfirman dalam al-Qur’an Surat al-Zumar (39);
53:
قُلْ يَا
عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ
اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Artinya:
Katakanlah: "Hai
hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Zumar (39); 53)
Perhatikanlah
ayat di atas. Betapa kasih sayang Allah nampak besar sekali. Orang-orang yang
telah melampaui batas saja masih diseru dengan seruan “Wahai hamba-hamba-Ku”.
Allah menampakkan kasih sayang dan kelemah lembutan-Nya dibandingkan dengan
sifat ghadhab-Nya. Karena itulah tidak ada alasan seseorang memutuskan
harapannya akan kasih sayang dan rahmat Allah Swt. Rahman Rahim Allah
memberikan motivasi pada diri setiap hamba-Nya untuk senantiasa berharap pada
kasih sayang-Nya dan menjauhi rasa putus asa.
Namun,
yang perlu dicatat, memang kasih sayang Allah lebih dominan dibanding ghadzab-Nya.
Tetapi hal ini tidak lantas menjadi alasan bagi manusia untuk senatiasa berbuat
kesalahan dengan dalih bahwa Allah maha pengasih dan pengampun. Oleh karena itu
Allah juga menampakkan sifat kuasa-Nya dan ketegasan-Nya dalam asmaul husna-Nya.
Sifat
al-Qahhar, al-Jabbar, al-Mutakabbir, al-Qabidh dan sebagainya menunjukkan
betapa agung dan mulia-Nya Allah Swt. Allah Swt juga bisa saja memaksa manusia,
mengancam manusia dan seterusnya. Sebagai contoh adalah apa yang terdapat pada
ayat-ayat berikut:
وَإِذْ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ
عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih". (QS. Ibrahim (14); 7)
وَأَنَّ
عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الألِيمُ
Artinya: dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat
pedih. (QS. Al-Hijr (15); 50)
وَلَقَدْ
رَاوَدُوهُ عَنْ ضَيْفِهِ فَطَمَسْنَا أَعْيُنَهُمْ فَذُوقُوا عَذَابِي وَنُذُرِ
Artinya: Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar
menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka
rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.
(QS. Al-Qamar (54); 37)
Ayat-ayat
di atas menjelaskan tentang adzab Allah Swt. Adzab Allah Swt sangatlah pedih
bagi mereka yang ingkar kepada-Nya. Karena itu ancaman-ancaman Allah dengan
adzab semestinya menjadi motivasi agar dia merasa takut kepada-Nya. Takut kalau
saja adzab Allah ditimpakan kepada-Nya atas kelalaian yang dilakukannya.
Karena
itu penting dalam diri seorang mukmin memiliki rasa takut pada Allah. Rasa
takut yang ada pada dirinya akan menjadikannya sosok manusia bertaqwa yang
terus berpegang pada syariat-Nya. Dia tidak akan merasa takut melainkan hanya
takut kepada Allah Swt.
Nyatanya,
banyak manusia yang lebih takut kepada sesamanya daripada takut kepada Allah
Swt. Allah menyindir orang-orang semacam ini dengan firman-Nya:
وَإِذْ
تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ
عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ
وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ
مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ
فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ
اللَّهِ مَفْعُولا
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang
Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya: "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah",
sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya,
dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu
takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi
orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila
anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan
adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.
(QS. Al-Ahzab (33); 37)
Demikianlah sifat rahman dan rahim Allah mendorong manusia untuk
senantiasa memiliki harapan akan pertolongan Allah Swt. Sementara sifat khauf
pada diri manusia mendorong dirinya untuk tidak berbuat semaunya sendiri. Melainkan
selalu berpegang pada aturan yang ditetapkan Allah Swt.
Alhamdulillah ustad,,, super duperr deh ustad... Thank's very much ustad
BalasHapussami2...
BalasHapussilahkan kalau ada kritik dan saran sangat saya harapkan
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus