Alasan Pria Menunda Pernikahan
Ide penulisan artikel ini muncul saat perjalanan menuju ke kantor
hari ini. Tetiba saja muncul, tanpa ada latar belakang pendahuluannya. Jadi,
jangan berpikiran bahwa artikel ini ditujukan kepada seseorang, menyindir seseorang,
lebih-lebih untuk mencemooh pribadi sahabat, handai tolan maupun para pembaca
budiman. Artikel ini ditulis sekedar untuk mengabadikan apa yang terlintas di
pikiran, untuk dibagikan kepada para pembaca, kali saja ada manfaat yang bisa
diambil darinya.
Dalam kehidupan sehari-hari, umumnya kita melihat bahwa di saat
seorang pria telah mencapai umur dua puluh ke atas, keinginannya untuk menikah
semakin meningkat. Bahkan ketertarikan pada lawan jenis itu sesungguhnya telah
dimulai saat seseorang mencapai usia baligh.
Banyak ragam perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang yang mulai
menapaki usia-usia ini. Ada yang caper, iseng kepada lawan jenis, sampai
menyampaikan isi hati pada seorang yang menarik hatinya. Tentu, banyak ragam
ekspresi yang ditunjukkannya sesuai dengan karakter masing-masing orang.
Puncaknya, saat ia sudah merasa berani mengambil keputusan, dia
mengajak kedua orang tuanya, bersama dengan saudara dan tetangganya, mendatangi
rumah pujaan hatinya untuk naik ke tahta kerajaan sementara bernama “Pelaminan”.
Diucapkannya ijab qabul di depan “Pak Naib”, sebagai bukti keseriusannya untuk
membina bahtera rumah tangga.
Namun, ada juga sebagian pria yang masih “enggan” untuk menikah,
tentunya mereka memiliki alasan-alasan tersendiri yang menyebabkannya tetap
bertahan untuk men ‘jomblo’ alias membujang. Saya akan mencoba mengajukan
beberapa alasan yang mungkin saja ada pada seseorang, walau saya tidak
memastikan semuanya itu benar.
Pertama, zuhud. Alasan
kesalahen sosial terkadang bisa menjadi alasan bagi seorang pria menunda
pernikahan. Barangkali pengetahuannya serta kecenderungan sikap
zuhud/meninggalkan kehidupan dunia fana, dianggapnya sebagai bentuk pengabdian
yang harus diperjuangkan. Secara qadrati, manusia tidak bisa dilepaskan dari
ketertarikan kepada lawan jenis yang sumbernya berasal dari nafsu. Karena sumbernya
dari nafsu, maka sebisa mungkin untuk tidak dituruti.
Tentu pandangan seperti ini tidak sepenuhnya benar. Zuhud sesungguhnya
merupakan tuntunan dari kaum sufi agar kita tidak menjadikan dunia sebagai
orientasi dan tujuan akhir dari setiap perbuatan yang kita kerjakan. Bukan berarti
meninggalkannya. Sama dengan orang yang berdo’a, sebagian orang memandang untuk
apa berdo’a wong Allah sudah tahu apa yang kebutuhan kita. Masalahnya bukan
disitu, do’a merupakan wujud ketundukan pada perintah-Nya, karena ia
memerintahkan. Jadi orang berdo’a bukan semata dia “mengingatkan” Allah atas
kebutuhan pribadinya, tetapi sebatas dia melaksanakan perintah-Nya.
Demikian juga dengan zuhud, semestinya ini dipahami bukan dengan
meninggalkan af’al yang menjadi asbab pemberian. Namun, niat di hati yang
ditata sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam orientasi setiap perbuatan yang
dikerjakan, termasuk di dalamnya menikah. Menikah itu bukan untuk
memperturutkan syahwat/nafsu hanya sebatas menjalani perintah-Nya sebagai
makhluk yang tunduk pada perintah Tuhannya.
Kedua, alasan
seorang pria menunda pernikahan adalah karena belum mapan. Alasan ini ada pada
beberapa gelintir orang barangkali. Ada sebagian di antaranya yang merasa
takut, kalau-kalau setelah ia memutuskan untuk menikah, ia tidak bisa
menghidupi keluarganya dengan kehidupan yang layak.
Ketakutan ini sesungguhnya tidak diperlukan. Dalam kehidupan ini
nasib seseorang tidak ditentukan dengan rumus matematik yang kaku. Banyak hal
yang tidak terduga yang terjadi di dunia yang kemunculannya tidak bisa
disangka-sangka dari mana asalnya. Karena itu, sebaiknya bagi ‘jomblower’
yang sudah waktunya menikah segera mengambil keputusan untuk segera menikah dan
tidak perlu takut dengan bayangan-bayangan.
Hampir bisa dipastikan, umumnya pemuda itu belum mencapai ‘kemapanan’
dalam hidup. Umumnya pemuda yang berpenghasilan banyak, juga mengalami
kesulitan untuk menabung. Mereka lebih suka menghabiskan uangnya untuk memenuhi
hasrat keingintahuannya. Entah itu itu untuk mengunjungi tempat-tempat
rekreasi, berpetualangan dari satu tempat ke tempat lainnya dan seterusnya. Mereka
belum berpikir tentang menghidupi keluarga, karenanya tidak berpikir unutk
menabung.
So, jangan takut memulai dari nol, bukankah anda lebih suka mulai
dari nol saat anda pergi ke stasium BBM? Itulah kehidupan rumah tangga yang
harus dimulai dari nol secara bersama-sama. Kita akan merasakan manisnya
kehidupan rumah tangga justru setelah kita berjuang bersama-sama.
Ketiga, alasan
penundaan pernikahan adalah belum menemukan wanita yang cocok untuk dinikahi. Alasan
ini seringkali menjadi dasar kenapa seseorang tidak segera menikah. Mereka merasa
bahwa sosok yang diidam-idamkan seperti yang diangan-angankan belum ada. Ini sesungguhnya
juga masalah serius yang harus disikapi secara benar, jika tidak, boleh jadi
seseorang tidak akan pernah menikah selama hidupnya, alias ‘jomblo abadi’.
Di dunia ini, banyak hal yang mungkin tidak akan sesuai dengan apa
yang kita inginkan. Tetapi, yang perlu disadari, tidak semua hal yang baik bagi
kita, berupa hal-hal yang harus sesuai dengan selera kita. Bahkan, al-Qur’an
juga mengingatkan kita mengenai hal ini. Allah Swt. berfirman, “Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui.” (al-Baqarah (2); 216).
Jangan terlalu bingung untuk mengambil keputusan karena
menganggap seorang wanita yang dikenalkan belum sesuai dengan kriteriamu. Justru,
karena perbedaan itulah kalian akan saling mengisi kekurangan masing-masing
yang pada akhirnya muncul kesempurnaan bersama.
Keempat, belum menemukan wanita shalihah. Ini juga menjadi problem dalam
menentukan siapa pendamping hidup kita. Terkadang, mereka yang telah memiliki
wawasan keagamaan dan ilmu agama yang mumpuni, selalu mencari wanita shalihah
sesuai dengan kriteria agama yang ideal.
Usul saya bagi lelaki shalih berwawasan agama tinggi,
jangan terlalu muluk mencari gadis yang shalihah berilmu agama luas. Memang ada
yang seperti itu, tetapi jika anda ngotot anda nggak akan dapat-dapat jodoh,
apalagi jika anda sudah tinggi ilmunya, berduit, berstatus sosial tinggi. Bukankah
dengan mencari wanita seperti itu, justru anda mengurangi pahala anda sebagai “Imam”
yang harus mendidik dan menuntun makmumnya ke jalan yang benar?
Kelima, alasan yang kadang menjadi penyebab seorang tidak segera menikah
adalah masalah ‘casing’, kecantikan. Artinya ingin mendapat seorang
istri cantik, kalau perlu paling cantik diantara wanita-wanita lain.
Menurut hemat saya, ini sebenarnya problem diri yang
harus segera diselesaikan. Cantik itu relatif. Boleh-boleh saja sih, dan sah
ingin memperoleh istri cantik, tetapi yang harus diingat, semua itu tidak
kekal. Jika pandangan seseorang hanya terpaku pada urusan ‘casing’ dan ingin ‘casing’
yang lebih baik dari yang lain, boleh jadi ‘casing’ keluaran terbaru akan lebih
menarik. Ini sebenarnya ‘penyakit’ yang harus segera diobati. Jika tidak, bisa
jadi seorang tidak akan menikah selama-lamanya.
Masih banyak sebenarnya alasan yang bisa diajukan bagi
seorang yang tidak segera memutuskan untuk menikah. Tapi, cukup itu saja ya,
lainnya silahkan dicari. Bagi anda yang telah berusia tiga puluh ke atas, saran
saya segera saja untuk berjuang mencari ‘tulang rusuk’ anda yang hilang.
Ingat, usia seseorang semakin berkurang, bukan
bertambah dalam hitungan ‘kontrak hidup’. Jika anda merasa orang yang
dikenalkan kurang sesuai dengan kriteria yang anda pasang, ada baiknya untuk
menimbang-nimbang antara baik dan buruknya. Jangan sampai menyesal kemudian,
jika anda tidak segera “Mengambil Keputusan”.
Komentar
Posting Komentar