Sang
Singa
Apa yang
anda pikirkan saat anda membaca judul artikel ini? Membaca judul artikel ini
mungkin secara spontan terlintas sosok binatang kuat, menakutkan, garang dan
paling ditakuti di alam rimba. Ya, mungkin saja itu yang terlintas. Artikel ini
sesungguhnya terilhami dari sebuah contoh kalimat dalam bahasa Arab tentang
seorang tasybih, yakni “Kaanna Zaidan Asadun”, seolah-olah Zaid adalah
Singa.
Menarik tentunya
jika kita mengamati sosok Singa. Singa dianggap sebagai Sang Raja Hutan. Seekor
Singa biasanya berjalan sendirian, tenang, santai dan penuh kepastian. Tidak banyak
keluar darinya suara, hanya sesekali saja dia mengeluarkan suaranya yang
menyeramkan. Apa maknanya?
Untuk menjadi
seorang yang hebat, memiliki karakter yang kuat, kita mesti belajar pada sosok
raja hutan ini. Ia tidak pernah takut berjalan sendirian tanpa teman di
sampingnya. Artinya kita harus berani untuk tetap berjalan sesuai dengan apa
yang kita yakini kebenarannya, meski banyak orang mungkin meninggalkan kita
karena keyakinan kita pegang.
Tetapi,
hal ini bukan berarti kita meninggalkan teman, tidak bergaul dan semacamnya,
tidak tentunya. Hanya saja di saat situasi menuntut untuk mengambil sikap,
tentu kita semestinya berani mengambil sikap tanpa harus tunduk pada keyakinan
orang lain. Ini juga tidak berarti keras kepala dan sombong, melainkan sikap
konsisten pada apa yang kita yakini kebenarannya.
Seekor singa
juga berjalan dengan tenang dan penuh kepastian. Artinya di dunia ini
sesungguhnya tidak ada sesuatu yang instan. Segala hal yang ada di dunia
membutuhkan proses yang harus dijalani dan ditekuni oleh seorang yang berharap
akan kesuksesan. Jangan pedulikan cibiran orang lain, toh mereka yang mencibir
itu sesungguhnya adalah orang-orang yang tidak punya kemampuan.
Orang-orang
yang mencibir orang lain, kebanyakan adalah orang-orang yang tidak memiliki
kemampuan. Mereka bingung untuk melakukan sesuatu yang bisa menorehkan prestasi
melebihi mereka yang dicibir. Karena itu rasa frustasi dan kekecewaan itu
mereka lampiaskan dengan mencibir dengan maksut menjatuhkannya. Karena itu
bertahanlah pada cibiran, belajarlah pada Sang Singa yang tetap berjalan dengan
tenang dan penuh kepastian. Ingat, bahwa cibiran dan cacian itu sesungguhnya
layaknya pupuk bagi tanaman yang subur.
Sang Singa
selalu berani menghadapi masalah. Begitu juga dengan mereka yang ingin sukses
menjalani hidupnya, menjadi orang besar di masa mendatang, mereka tidak akan
gentar meskipun ribuan rintangan siap menghadang. Mereka yakin bahwa rintangan
itu hadir untuk mendewasakan, bukan untuk menjatuhkan.
Seorang bijak,
hebat dan arif lebih banyak memberikan apresiasi bukan menghabisi. Kalau toh ia
mengkritik, dia tahu bagaimana cara agar kritikannya diterima dan selanjutnya
menemaninya orang yang dikritiknya menuju tangga di atasnya.
Singa tidak
banyak mengumbar aumannya. Orang hebat tidak banyak bicara, tidak suka
menunjukkan kemampuannya. Kemampuan seseorang akan diketahui oleh orang lain
tanpa ia berkoar-koar menunjukkannya pada orang lain. Sebaliknya, mereka yang
tidak punya kemampuan lebih sering menonjolkan kemampuannya kepada orang lain
agar eksistensinya diakui atau bahkan dipuji.
Singa melambangkan
keagungan bagi seorang yang digelari dengannya. Ia hadir untuk menjadi
pemenang, bukan pecundang. Beranikah kita menjadi Singa???
Komentar
Posting Komentar