Hal
Attabi’uka ‘Ala> Antu’allimani>
Untuk mendapatkan
ilmu dari seorang guru, ada baiknya kita menjaga adab dan sopan santun dalam
menuntut ilmu. Di zaman yang serba modern seperti sekarang ini, banyak para
penuntut ilmu yang tidak lagi mengindahkan hal-hal yang berkenaan dengan adab
tersebut. Mungkin hal ini banyak dipengaruhi oleh berbagai literatur yang bisa
bertebaran dengan bebasnya tanpa bisa dikendalikan.
Ya, di
era saat ini kita memang disuguhkan dengan berbagai kemudahan. Mulai dari
hal-hal yang dulunya kita anggap pelik, mustahil bisa dilakukan, namun semua
itu kini terbantahkan. Semua hal yang dulu dianggap mustahil kini dengan
mudahnya bisa dilakukan karena kecanggihan teknologi informasi sebagai buah
dari perkembangan ilmu dan sains yang bergitu cepat.
Tersebarnya
berbagai informasi melalaui mass media, baik cetak maupun elektronik serta
mesin pencari google dan sejenisnya yang saat ini telah menyebar bahkan di
tempat paling terpencil di dunia sekalipun, menyebabkan sekat-sekat pemisah di
dunia ini seolah hilang. Apapun informasinya bisa kita dapatkan, baik itu
positif maupun negatif.
Jika hal
itu dibarengi dengan kesiapan diri baik secara fisik maupun mental, tentu
dampak positiflah yang didapatkan. Sebaliknya, jika seseorang belum siap secara
fisik dan mental, boleh jadi kemajuan itu justru menjerumuskannya pada hal-hal
yang negatif. Termasuk di antara hal yang saat ini telah terkikis adalah akhlaq
saat kita menuntut ilmu.
Dalam hal
menuntut ilmu, Islam mengajarkan adab dan sopan santun yang semestinya sebagai
seorang santri/pelajar muslim kita perlu dan mesti melaksanakannya. Banyak santri/pelajar
muslim yang hari ini terjangkiti oleh pemikiran-pemikiran yang kurang tepat
sehingga kurang memperhatikan adab dan sopan santun saat mencari ilmu.
Sebagai
contoh, banyak santri/pelajar muslim yang mengharapkan ilmu bisa diperolehnya
secara instan. Mereka seringkali malas untuk belajar di dalam kelas, namun
berharap untuk mendapatkan nilai, meski kehadirannya tidak sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan.
Banyak juga
yang sering menganggap bahwa guru memiliki kedudukan setara dengannya, sehingga
dengan seenak perutnya, ia bisa saja mengatur, kalau perlu mendikte sang guru
karena menganggap ia telah membayar. Parahnya, terkadang orang tuanya, mengaminkan
hal ini, sehingga mereka bisa memprotes keputusan guru yang merupakan kebijakan
yang penuh dengan pertimbangan.
Memang,
guru adalah manusia biasa, sama dengan lainnya. Guru bisa juga berbuat salah,
karena ia tidak luput dari kesalahan. Namun, menganggap guru sebagai seorang
yang berkedudukan rendah, bukanlah hal yang benar dalam pandangan saya. Seorang
guru tetaplah seorang mulia yang sepatutnya kita menghormatinya, seperti apapun
adanya.
Ali bin
Abi T{a>lib pernah mengatakan, “Aku adalah budak bagi seorang yang
mengajariku satu hurf”. Ini adalah akhlaq yang ditunjukkan oleh seorang
sahabat senior yang menjadi menantu kesayangan rasulullah Saw.
Sehubungan
dengan akhlaq terhadap seorang guru, al-Qur’an menyebutkan dalam Surat al-Kahfi
(18); 66, “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu?”
(Qs. Al-Kahfi (18); 66). Ayat ini menceritakan kisah tentang Nabi Musa As. yang
hendak berguru kepada Nabi Khid}r As.
Bagi seorang
santri sepatutnya mendahulukan khidmah kepada gurunya terlebih dahulu sebelum
ia menuntut ilmu darinya. Pernyataan itu bisa kita peroleh dari pernyataan
al-Qur’an ayat di atas yang menyatakan, “Bolehkah aku mengikutimu?”.
Mengikuti
menunjukkan adanya ketawadlu’an dari seorang santri untuk mengikuti dan
melayani guru. Demikian itu diajarkan oleh Islam, baru kemudian belajar dari
guru.
Ini mengandung
arti bahwa membuat hati guru merasa senang, gembira, dan ridla merupakan hal
penting dalam menuntut ilmu. Seorang santri yang mampu membuat hati gurunya
senang dan gembira dengan pengabdiannya, maka ia akan mengajar dengan sepenuh
hati. Seluruh ilmunya akan diberikan kepadanya dengan suka cita. Lebih dari
itu, sang guru akan dengan ikhlas, memancarkan ilmunya melalui munajatnya
kepada Allah Swt.
Karena itu,
penting bagi kita untuk senantiasa menghormati dan mengagungkan guru. Betapapun
saat ini, setelah kita menempuh jenjang pendidikan lebih tinggi darinya, dan
ilmu yang kita miliki melebihi dari apa yang diajarkannya dulu, tetap saja
kewajiban bagi kita adalah untuk menghormati dan mengagungkannya. Janganlah tingginya
ilmu membuat kita lupa hingga meremehkan seorang yang telah berjasa dalam
kehidupan kita sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar